Shaman Unni menyibukkan diri membersihkan rumah. Ia berusaha menghentikan Segera Ae yang terus bergeraknya. Ia mengatakan hari ini tepat tiga tahun kematian Soon Ae. Ia tau hari ini Segera Ae harus selamat tinggal dan pergi. Tapi, ia senang sekali untuk akhirnya memperhatikan Soon Ae, dan berharap Soon Ae bisa pergi dengan tenang. Perasaan Segera Ae sudah lebih ringan sekarang, dendamnya sudah terselesaikan, meski masih ada yang terasa mengganjal. Dukun Unni tertawa, tak ada hantu yang cukup keren untuk tak punya penyesalan sedikit pun.
Segera Ae tersenyum memeluk Unninya. Dukun Unni berusaha keras agar tak menangis. Ia berdalih tak sesedih itu, tapi tetap saja air mengalir mengalir, membuat Soon Ae juga ikut menangis. Dukun Unni Berharap Segera Ae baik-baik di sana.
Ayah memulai proses persiapan kematian Ae. Kyung Mo yang sudah bangun ingat saat ini pulang dan menurut Ayah menyuruhnya makan. Ayah menghela napas panjang, ia masih berharap Soon Ae muncul makanya ia tak mau lebih awal.
Ponsel Ayah berdering, telepon dari kantor polisi, dan ayah langsung datang ke sana. Polisi memutuskan kebenaran jika Segera Ae menjadi saksi kasus tabrak lari, dan ia membunuh karena itu. Dan pria yang membunuhnya adalah Choi Sung Jae. Ayah kaget, "Ma .. maksudmu Soon Ae bukan memaksakan diri?" Polisi mengiyakan, Choi Sung Jae menutupinya begitu baik sampai Soon Ae tampak seperti dibuang diri.
Ayah super shock, tak tega pada putrinya yang pasti sangat takut. Ia benar-benar tak pernah menentang orang yang selalu menyapanya ramah dan membantunya adalah orang di balik kematian putrinya. Ayah senang karena sudah memberi makan orang yang membunuh putrinya sendiri. Tubuh tua ayah tak bisa menerima seberat itu, dadanya terasa sangat sakit, dan ia tak sadarkan diri di depan kantor polisi.
Bong Sun yang sedang jalan-jalan bersama Sun Woo bercerita riang kalau neneknya sampai sekarang belum terlatih. Katanya suaranya naik satu oktaf, sama sekali tak seperti cucunya. Ia sampai diinterogasi apa ia si hantu sampai harus membuktikan dengan menyebutkan alamat rumah mereka. "Bukankah nenekku lucu?" tanya Bong Sun ceria.
Sun Woo hanya tersenyum memandangi Bong Sun. "Kenapa? Kau juga tidak terbiasa denganku? Menurutmu aku berisik? " tanya Bong Sun penasaran. Sun Woo tau ia sedang dihibur, tapi Bong Sun tak perlu sekeras itu, ia sudah jauh lebih baik dari sekarang. Awalnya sangat sulit diterima, tetapi ia harus menerima Eun Hee dan memuji.
"Dan kau punya aku, Chef. Aku akan melindungimu, "ujar Bong Sun yakin. Sun Woo tertawa, Bong Sun bahkan sekarang sudah mulai berlebihan. Itu karena gurunya juga berlebihan, jawab Bong Sun. Sun Woo tertawa lagi, Bong Sun sudah banyak berubah hingga ia harus membesarkan bayi harimau.
Panggil telpon dari Kyung Mo buat mereka pergi dari sana. Segera Ae yang mencari ayah di restoran bingung karena restoran ditinggal dengan pintu yang terbuka lebar. Ia tau membicarakan kolaps lagi dari dua ahjumma yang lewat sana.
Di depan UGD, Kyung Mo terus menyalahkan dirinya yang tak berguna, harusnya ia menemani ayah ke kantor polisi tadi. Sun Woo dan Bong Sun datang. Sun Woo langsung menantang Kyung Mo. Dokter keluar kesulitan kondisi, syok yang dialaminya sangat berbahaya untuk pasien sirosis hati, ia meminta mereka menyiapkan diri untuk yang terburuk. Kyung Mo langsung lemas sampai Sun Woo harus tahan dipindahkan.
Segera Ae datang. Ia ikut terduduk lemas melihat Kyung Mo yang menangis dan Bong Sun yang memandangnya prihatin.
Segera Ae duduk di samping memutuskan, merasa sangat puas. Ia benar-benar anak yang menakutkan. Bahkan saat ia sudah mati, ia terus membuat kesulitan. Segera Ae menangis meminta maaf, ia sudah menang, bukan, menang kali. "Bangunlah, Ayah," pinta Soon Ae.
Tapi tanda vital ayah malah memburuk, dokter menggunakan alat pacu jantung untuk menyelamatkannya. Segera Ae menangis semakin keras, dan ia terdiam begitu sadar roh berhasil melangkah pergi dari sana.
Shin Soon Ae menghentikan roh ayahnya yang ingin pergi dengan menghadang sambil berkata
"Jangan Pergi"
"Soon Ae"
"Ayah mau pergi kemana, Ayah tak boleh pergi"
"Soon Ae"
"Ayah harus berada disini, Bagaimana dengan Kyung Mo?, dia akan sendirian. Kumohon, tinggallah. Ayah harus tinggal dan menyaksikan Kyung Mo menikah. dan menyaksikan cucu ayah. setelah itu, kita bisa bertemu lagi. Jika kita bertemu lagi, kita bisa hidup berbahagia selamanya. aku akan terlahir sebagai anak ayah lagi."
"Soon Ae"
Segera Ae memeluk lawan, lalu menuntunnya kembali dan berjalan kembali. Perlahan ayah dibuka balik. Kyung Mo lega dan teriak memanggil dokter jika sudah bangun.
Ayah yang sudah di kamar rawat dan tampak jauh lebih baik menyuruh Kyung Mo yang terus menungguinya makan dulu. Kyung Mo tak mau, ia akan selalu makan dan akan mati kalau makan nanti. Meski Ayah menyetujui, Kyung Mo bersikeras ia tak akan pergi selangkah pun dari sisi yang disetujui. Segera Ae melihat sambil tersenyum.
Kyung Mo lalu jujur jika ia benar-benar berpikir ayah akan pergi, dan itu membuktikan sangat membenci kakaknya. Ia takut dibawa pulang hanya karena bosan. Ayah berkata jika terjadi sebaliknya, Soon Ae yang dikembalikan dan menyuruhnya kembali.
"Apa yang kau bicarakan, Ayah? Apa kau bermimpi? "
Ayah tak tau itu mimpi atau bukan, tapi rasanya sangat nyata. Segera Ae tak pernah muncul di mimpinya sebelumnya, tetapi ia muncul seperti biasanya ia terlihat. Ayah mengingat dengan jelas Segera Ae yang menyuruh ayah untuk hidup lebih lama, lihat Kyung Mo menikah, juga melihat cucu-cucunya, ayah baru bisa kembali.
"Benarkah?" tanya Kyung Mo yang langsung menerima ucapan terima kasih sampai mau memberi hormat pada kakaknya. Ayah tertawa. Mungkin karena sudah melihat wajah putrinya, badannya terasa lebih baik, juga perasaannya. Hari ini adalah penyelesaian, tetapi ayah bahkan tidak bisa diselesaikan. Ayah merasa tak berguna, tapi Kyung Mo meyakinkan kalau kakaknya akan mengerti.
"Ayah, aku akan jadi anak baik sekarang dan bekerja dengan sangat keras. Kau pasti akan terkejut, "janji Kyung Mo. Ayah tertawa, bahkan hanya dengan mendengarkannya saja ia sudah senang. Segera Ae tersenyum lebar melihat Ayah menepuk-nepuk bahu adiknya. Bong Sun masuk, tersenyum menyapa ayah dan Kyung Mo, juga Soon Ae yang masih di sana.
Mereka lalu bicara berdua. "Ini adalah pertemuan .. sudah tiga tahun. Aku harus pergi sekarang, "ujar Soon Ae yang lalu berterima kasih pada Bong Sun, juga maaf atas semuanya. Bong Sun sedih, menurutnya Segera Ae yang datang menang adalah takdir. Segera Ae bisa mengungkap misteri kematiannya, ia bisa lebih dekat dengan Chef, dan untuk Sun Woo, meskipun terluka, ia menemukan kebenaran di balik insiden tabrak lari Eun Hee.
Segera Ae membenarkan, dan lagi Bong Sun yang sekarang bukan Na Bong Sun yang selalu menutup diri di masa lalu. "Kau sudah jauh lebih kuat .. Hiduplah dengan baik," ujar Soon Ae. Bong Sun mengangguk, "Awasi aku dari atas, aku akan hidup dengan rajin." Segera Ae berpesan agar Bong Sun lebih disukai saat masih bisa, sementara ia akan pergi ke surga dan bertemu seseorang yang lebih baik dari Chef, dan hidup di sana selama ribuan tahun.
"Ah, sepertinya itu menyenangkan. Aku iri padamu, "sahut Bong Sun yang berusaha keras memegangnya agar tak terbawa. Segera Ae yang terdiam sebentar lalu bangkit. Bong Sun memegangnya, "Bagaimana dengan Chef? Kau tak mau mengatakan perpisahan terakhirmu? "
Soon Ae sedih, "Perpisahan apa? Chef bahkan tak bisa melihatku. " Bong Sun menyodorkan menentang, Segera Ae bisa merasukinya untuk terakhir kali. Segera Ae menggelengkan, ia tak mau selesai di saat terakhir. Tapi Bong Sun mengatakan ini juga terakhir ia akan memenangkannya. "Ayolah," bujuk Bong Sun yang lalu menarik Segera. Ae yang tetap ditolak.
Sun Woo sendirian merapikan di Sun Restoran yang masih tutup. Ia berbicara dengan So Hyung di telpon, ia akan pelan-pelan membuka restorannya lagi. So Hyung tak yakin Sun Woo sudah baik-baik saja, dan menyuruhnya istirahat lagi saja. Sun Woo senang ia akan memperbaiki bila bekerja, dan katanya ia akan mengirim Eun Hee dan mengizinkan ke Amerika. Ia ingin Eun Hee mendapatkan perawatan medis lagi, sekaligus mengistirahatkan pikiran.
Menurut So Hyung itu bagus, dan sebelum menutup telponnya, ia ingin Sun Woo menelpon kapanpun ia dibutuhkan karena ia membutuhkan teman. Sun Woo menerimaimakasih dan menutup telponnya.
"Oh, kamu datang? Bagaimana kabar Ahjussi? " tanya Sun Woo begitu melihat Bong Sun masuk. Bong Sun tak menjawab, pandangannya hanya terus tertuju pada Sun Woo. Sun Woo bingung karena terus ditatap seperti itu. Ia semakin bingung karena Bong Sun hanya membicarakannya 'Koki' dengan mata berkaca-kaca. "Apa kau sedih karena kondisi Ahjussi tak baik?" tanya Sun Woo sambil meraih kemenangan. "Kenapa tanganmu sangat dingin?" Gumamnya langsung, dan itu akan menyadarkannya sesuatu.
Soon Ae membenarkan, "Ini aku, Chef." Ia membantah, dan membantah meminta Bong Sun yang menyuruhnya meminta selamat tinggal. Sun Woo terdiam hanya, tak yakin apa yang harus ia katakan. Segera Ae menggelengkan, "Kau tak perlu mengatakan apa pun, Chef."
Segera Ae berterima kasih, ia sudah menerima banyak hal dari Sun Woo. Pengalaman yang tak pernah bisa bertahan hidup, perasaan itu, dan juga ia bahagia saat di sini. Ia tak punya penyesalan lagi sekarang. Sun Woo mengangguk, ia juga ingin mengucapkan terima kasih, terima kasih segera Ae ia menemukan kebenaran di balik kecelakaan adiknya. Tapi ia juga meminta maaf, karena Soon Ae harus mati karena itu.
Segera Ae menggelengkan, "Tak seperti itu, Chef. Itu hanya takdirku. " Segera Ae berusaha tersenyum lebih lebar, dengan tulus ia ingin Sun Woo bahagia. Ia mengulurkan menyetujui, dan Sun Woo disetujuinya. "Hati-hati, Shin Soon Ae .." ujar Sun Woo segera membuat Ae terkejut, ini pertama kalinya Sun Woo menyebut namanya.
Sun Woo perlahan memeluknya, dan Soon Ae keluar dari tubuh Bong Sun. Ia memandangi Sun Woo dan Bong Sun bergantian. Bong Sun sama sekali tak tahan tangisnya. Sambil tersenyum Segera Ae melangkah menuju cahaya yang muncul menunggunya. Ia berbalik sekali lagi, tetap dengan senyum di putaran, dan berjalan sampai menghilang di balik cahaya. Untuk selamanya.
Dukun Unni bisa hidup kalau Segera Ae sudah pergi. Sambil menangis ia melepaskan kepergian Segera Ae di pinggir sungai yang sepi. Di belakangnya, di bangku tempat ia mengembalikan tas dan tongkatnya, kalung yang biasa ada di leher Segera Ae tiba-tiba muncul.
Dukun Unni berusaha merelakan, tetapi tetap saja ia tetap tenang. Kalau saja orang tau kapan kematian akan datang dan bisa selamat selamat tinggal, pasti akan menyenangkan. Tapi itu tidak mungkin, makanya hidup seperti ini. Itulah mengapa setiap hari yang didapat harus dianggap berharga.
"Kau sudah hidup lebih keras dari banyak! Selamat jalan, Shin Soon Ae! Kau sudah menyelesaikan hidup yang baik, Soon Ae-ya! " teriak Dukun Unni sambil mengusap air mata yang terus mengalir. Segera Ae sudah pergi, menunggu tak akan menyenangkan lagi.
Tapi sepertinya Shaman Unni salah, ponselnya langsung berdering. Ibu Sun Woo menelponnya, mengajak minum soju. Shaman Unni senang, mereka pasti punya telepati, ia juga sedang ingin minum. Dukun Unni mengambil barang-barangnya yang ada di bangku, termasuk kalung yang ia pakaikan pada Soon Ae (meski sempat terdiam sementara), dan berhasil melewati ibu Sun Woo.
Sun Restoran dibuka kembali setelah dibuka. Baru sebentar, tapi para chef kita harus menyiapkan restoran lebih ekstra. Min Soo yang biasa saja bekerja dengan mulutnya layaknya workaholic, ia sudah pasti akan gila dan mati karena tak bisa bekerja selama kunjungan. Dong Chul tak setuju, bukankah karena kau tak biasa membuat mulutmu diam? Tapi ia hanya bercanda karena mereka tertawa-tawa setelahnya.
Lama tak bertemu membuat Min Soo merindukan semuanya. Ia malah mencium Ji Woong di pipi sambil mengocok kangennya, yang dicium cuma bisa tertawa geli. Joon juga senang bisa bekerja lagi. Ji Woong senang sambil tak dinikmati, Seiring waktu ikatan mereka makin kuat. Ia bahkan berkata dengan imut-nya kalau ia memimpikan Min Soo. Semua tertawa. Tapi dari semua orang, Min Soo paling bahagia melihat .. Bong!
Yang diundang langsung datang, dan Min Soo menunduk hormat ala-ala pelayan pada ratunya. Semua senang melihat Bong Sun kembali ke Sun Restoran. Bong Sun juga, rasanya seperti ia hidup kembali. Tapi restoran yang disetujui untuk membuat Bong Sun juga, banyak yang harus dibersihkan, lantainya juga sangat kotor.
Sun Woo datang dan mengganti alat pel yang dipegang Bong Sun dengan penyedot debu yang dibeli dari yang dibeli. Karena otomatis, kerja Bong Sun jadi lebih mudah. "Pakai itu mulai sekarang oke? Jangan membuat dirimu diatur, "ujar Sun Woo sambil mengelus sayang kepala Bong Sun. Bong Sun tersenyum mengiyakan dan melanjutkan bersih-bersih dengan vacuum cleaner barunya.
Tapi kejadian romantis itu membuat semuanya tak tahan. Min Soo sampai membayangkan saat-saat Sun Woo dilihat dengan mata penuh gairah. Sun Woo menggeleng, tak pernah sekalipun. Tawa semuanya langsung meledak. TAPI Min Soo tak terima, Dan DENGAN mengganggu -nya besarbesaran Mulai mendekati Sun Woo Sambil Membuka bajunya, also celananya Sampai Sun Woo jijik Sendiri Dan Kabur Dari sana. Hahaa.
Suasana restoran yang kembali ceria membuat Dong Chul ada satu yang kurang, akan lebih lengkap jika ada Eun Hee di antara mereka.
Jam makan yang sibuk di Sun Restoran. Sun Woo sibuk membaca pesanan sekaligus membagi tugas untuk mereka semua. Bong Sun juga kebagian tugas, membuat ' pasta terong Bulgogi '. Tanpa ragu Bong Sun menerima tantangan itu dan mulai memasak.
Pastanya selesai, dan Bong Sun sendiri yang menyajikan ke meja pelanggan. Ia sengaja mengambil langsung dari sana untuk mendengar komentar mereka. Ia langsung tersenyum senang karena masakannya dinikmati. Sun Woo dan empat chef kita langsung mengacungkan jempol dengan bangga, membuat Bong Sun semakin gembira.
Sun Woo keluar karena ada panggilan masuk. Ia pensiun menjadi juri kompetisi memasak. Sun Woo menolak dengan halus, chef yang lebih terlatih dan membantah meminta disetujui. Sudahkah hampir membuka telponnya saat tiba tiba tiba dan bertanya apa pendaftaran untuk kompetisi masih dibuka?
Malamnya, Bong Sun kembali berlatih dengan Sun Woo. Kali ini dengan daging. Karena Bong Sun tak lelah, Sun Woo juga. Apalagi kompetisi sudah semakin dekat, tak ada lagi waktu lelah.
"Kompetisi?" Bong Sun sama sekali tak punya ide kenapa Sun Woo mengabaikan soal kompetisi. "Aku belum memberitahumu? Kau akan ikut kompetisi memasak, "ujar Sun Woo santai. Ia menerima Bong Sun hanya untuk menambah pengalaman, dan tak berharap Bong Sun menang, jadi tidak perlu tertekan.
Bong Sun jelas kaget, hal ini sama sekali belum pernah diterima. "Memangnya kau akan melihat 'iya' kalau aku bicara denganmu?" dalih Sun Woo. Ia tidak bisa menebak Bong Sun akan mengatakan belum siap. Dan lagi, sesekali lebih baik bertindak impulsif dari terlalu hati-hati.
Tetap saja Bong Sun panik. Bukannya menarik, Sun Woo mengambil sebuah kotak dan menyuruh Bong Sun membukanya. Segera dibuka, Bong Sun terkejut melihat pisau dengan ukiran inisialnya, ditambah tanda hati di sana. Ekspresi paniknya digantikan wajah bahagia, "Aaah, Chef ...."
Sun Woo pura-pura memuji, "Astaga, kau jatuh cinta padaku lagi. Bagaimana sekarang? Apa aku harus mulai membuka kamarku lagi? " Haha, harap, Chef!
Bong Sun sangat berterimaimakasih. Ia berjanji akan bekerja dengan keras. Tentu saja, balas Sun Woo, mungkin saja pisau ini akan dibawa keajaiban dan membuat Bong Sun menang di kompetisi itu. ia menyuruh Bong Sun menggenggam pisau itu, dan benar-benar tampak meyakinkan sampai Sun Woo meyakinkannya Na Bong Sun Chef-nim.
Senyum Bong Sun makin lebar, "Tanda hati ini, apa kau yang melakukan?" Ia benar-benar sangat tersentuh. Sun Woo tau itu, jadi yang terbaik karena ia sudah membuat banyak hal untuknya. Bong Sun mengiyakan.
Hari kompetisi pun tiba. Dong Chul berpikir Bong Sun akan tegang, tetapi tidak, Bong Sun tampak tenang dan santai. Ji Woong menyemangati Bong, nanti tak ada bedanya dengan dapur mereka. Min Soo juga, "Hei, Bong! Kalau kamu pergi dan terus berkata 'maaf' dan 'maaf' seperti orang idiot, berarti kamu adalah murid Kang Sun Woo. Tapi, jika kamu berhasil dengan baik dan menang maka kamu adalah murid Heo Min Soo, mengerti? "
Bong Sun tertawa, ia akan melakukan yang terbaik. Giliran Joon, ia tak menyemangati Bong Sun dengan kata-kata, tetapi memberikan dua bungkus permen agar lebih tenang, dan satu untuk orang yang menunggu di mobil yang sudah sangat tak tenang dari pagi. Bong Sun mengiyakan sambil tersenyum dan pamit pergi. "Berjuangiii!" teriak semuanya.
Sun Woo yang tak sabar menunggu karena mereka hampir terlambat. Ia melihat permen di tangan Bong Sun, "Apa itu?" Permen agar kita tak gugup, jawab Bong Sun. "Cuma satu?" nada suara Sun Woo jelas sekali terdengar jika sebaliknya ia yang gugup, permennya juga sampai jatuh, haha.
Mereka sudah mau pergi, tapi Min Soo berhentinya. Ia melirik yang lain, dan mereka mulai bernyanyi menyemangati Bong Sun. Lucunya, mereka menyanyikan lagu yang biasa dinyanyikan Bong Sun dengan nada sedih, tapi kali ini dengan upbeat dan bersemangat. Bong Sun senang sekali. Sun Woo berusaha bergoyang dan tepuk tangan seperti yang mereka lakukan, tetapi yang gerakannya malah super canggung karena ia tetap saja masih gugup.
Mereka tiba di lokasi kompetisi memasak. Skalanya ternyata cukup besar karena pesertanya banyak. Sun Woo menyuruh Bong Sun duluan ke stasiun -nya sementara ia menyapa rekan Chefnya yang menjadi juri. Barulah ia menghampiri Bong Sun, dan memintanya jangan panik. Bong Sun mengiyakan.
"Apa kau sudah makan permennya?" tanya Sun Woo yang terasa aneh. Ia sudah makan permen yang diberikan Joon, tetapi tetap saja ia tetap sangat gugup. Jadilah Bong Sun yang menyetujui jika ia baik-baik saja, kalaupun kali ini belum berhasil, ia akan lebih baik lagi kali nanti. Baik atau buruk, Sun Woo sudah mengikut sertakannya ke dalam kompetisi, termasuk ia sudah mendapat pengalaman.
Sun Woo senang Bong Sun mengerti intinya, jadi tidak selamat tertekan oke? Bong Sun mengiyakan. Dan ia sama sekali tak tampak tertekan, tak seperti pria di sebelahnya. Sun Woo menunjuk kursinya, ia akan duduk di sana, jika tiba-tiba Bong Sun takut atau merasa hampir pingsan, lihat ke Arahnya. Bong Sun tersenyum mengiyakan.
"Tadi di mana kubilang aku akan duduk?" tes Sun Woo. Bong Sun menunjuk arahnya riang dengan benar. Tapi Sun Woo tak juga beranjak pergi. Bong Sun yang telah melakukan kedamaian batin dan menyemangati dirinya sendiri, sampai harus mendorong Sun Woo pergi, ia harus menyiapkan banyak hal. "Oke oke, aku mengerti," balasnya lalu melangkah ke kursinya. Hahaa, kebalik banget ya, guru yang jauh lebih panik dibandingkan muridnya.
Kompetisi dimulai. Bong Sun fokus dengan masakannya, sementara Sun Woo terus dari tempat duduk dan tersenyum lega karena Bong Sun ditangani dengan baik. Seorang stasiun juri membicarakan Bong Sun, bertanya masakannya, dan bertanya apa bahannya? Bong Sun menjelaskan ia membuat ' pasta krim mentimun terlalu dingin '. Saat ini kecil, neneknya sering membuatkan masakan dari mentimun yang terlalu matang , dan mereka biasa dimakannya dengan mi dingin juga. Untuk orang-orang yang tak bisa mengonsumsi tepung, pasta ini bisa dimakan oleh mereka. Juri itu mengangguk-angguk, menurutnya itu unik.
Kompetisi selesai, dan selesai diumumkan pemenang. Pemenang pertama, kedua, dan ketiga akan mendapatkan hadiah uang, juga hadiah-hadiah lain. Dan pertama, mereka akan mengumumkan pemenang ketiganya. Tempat ketiga jatuh kepada kontestan nomor 7 Na Bong Sun untuk ' pasta krim mentimun terlalu dingin' -nya.
Bong Sun jelas kaget. Sun Woo juga, "Apa dia baru menyebut Na Bong Sun?" Tapi memang nama Bong Sun yang disebut, jadilah Sun Woo tertawa bangga dan terus tepuk tangan. Dan Bong Sun, memulai melangkah lambat dengan percayanya, tetapi lalu berlari dan menerima ucapan selamat datang dengan semangat. Lalu berlari riang ke Arah Sun Woo yang langsung dijalani selamat.
Saat acara selesai pun Bong Sun masih tak percaya, dipikirnya Sun Woo percaya kompatibilitas. Haha, tentu saja Sun Woo tidak melakukan, ia bukan tipe yang melakukan hal itu hanya karena seorang gadis. Bong Sun tau itu, tapi tetap saja ia sulit dipercaya. "Percayalah, kau memenangkan tempat ketiga," ujar Sun Woo meyakinkan. Tadi ia bertanya pada juri, mengatakan kreatifitas dan rasanya memang menarik, tapi cerita di balik masakan itu yang menakjubkan.
"Benarkah? Terimakasih, Chef. " katakanlah Bong Sun yang tertawa senang. Sun Woo yang benar-benar gemas sekaligus bangga mendapatkan Bong Sun untuk pelukannya, memujinya sudah melakukan kerja bagus.
Sun Woo dan Bong Sun kembali ke Sun Restoran, dan di depan sudah banyak ucapan-ucapan selamat untuk Bong Sun. Sun Woo membaca dan mengulangnya, "Congratulation, Na Bong." Bong Sun tertawa riang mengiyakan.
Tapi di dalam, restoran sepi tak ada siapapun. Bong Sun dan Sun Woo sampai kebingungan. Tapi tadaa.. empat chef kita muncul dari balik meja kasir dengan cake di tangan, dan mulai bernyanyi "CONG-RA-TU-LATIONS! CONG-RA-TU-LATIONS!" Mereka menari-nari riang dan memberi selamat Bong Sun. Bong Sun berterimakasih dengan tak kalah riang.
Min Soo mau mencolekkan krim dari cake yang mereka siapkan ke Bong Sun, tapi Sun Woo sengaja maju dan krim itu mengenainya. Ia tertawa, "Astaga kau ini, sudah kubilang jangan melakukan hal semacam ini." Sun Woo lalu membalas dengan krim yang lebih banyak ke wajah Min Soo, haha. Min Soo tertawa tak percaya, di hari bahagia seperti ini ia masih kena omel karena wajah Sun Woo terkena krim kue.
Bong Sun yang selamat ikut tertawa dan membantu menghilangkan krim dari wajah Sun Woo. Tapi bagaimanapun Min Soo bangga padanya, tak percuma ia sudah membesarkan Bong Sun. Sun Woo tak terima, ia yang lebih banyak melakukannya. Ji Woong menengahi, "Aigoo, Bong dibesarkan oleh neneknya, kenapa tiba-tiba kalian berdebat soal siapa ayahnya?" Hahaha.
Selagi semua tertawa, Joon tiba-tiba memeluk Bong Sun sebagai ucapan selamatnya. Bong Sun sih terima-terima saja, tapi Sun Woo dan Min Soo yang langsung menarik Joon menjauh. "Astaga, apa Bong menyelamatkan negara kita atau semacamnya? Kenapa terlalu banyak skinship?" protes Sun Woo sambil melindungi Bong Sun. Karena itu Sun Woo langsung dikatai monster pencemburu, haha.
"Ngomong-ngomong, berapa uang hadiahnya? 1 juta? 2 juta?" tanya Dong Chul penasaran. Menurut Ji Woong bukan uangnya yang penting, ia dengar tiga pemenang akan dapat beasiswa belajar di luar negeri. Bong Sun bingung, ia baru dengar soal itu, dan tatapannya langsung mengarah pada Sun Woo, meminta penjelasan. Yang ditatap gugup dan malah minta tissu.
"Kenapa kau tak memberitahuku?" tanya Bong Sun saat mereka hanya berdua di rooftop. Sun Woo masih pura-pura tak mengerti, jadi Bong Sun mengulang pertanyaannya soal hadiah itu. "Kenapa? Kau pikir aku tak akan menang?" tambahnya. Tentu saja, jawab Sun Woo, siapa yang berpikir Bong Sun akan memenangkan tempat ketiga di kompetisi pertamanya? Ia sampai mengeluhkan Bong Sun yang benar-benar jadi icon plot twist. "Aku memintamu untuk tak mempermalukan gurumu, tapi tempat ketiga?"
Bong Sun jadi bingung. Ia tak tau Su Woo memujinya atau tidak. "Tentu saja... ini pujian. Kau benar-benar melakukannya dengan baik, Na Bong Sun," aku Sun Woo yang lalu memeluk Bong Sun.
"Lalu, apa yang akan kau lakukan? Aku akan mengikuti pilihanmu. Belajar di luar negeri bukan keharusan dalam memasak. Kalau kau ingin mencari pengalaman di dapur yang sebenarnya, aku akan membantu. Kalau kau ingin belajar di tempat lain, aku akan membiarkanmu pergi."
Bong Sun berpikir sejenak, dan saat Sun Woo melepas pelukannya, ia sudah punya jawaban. Ia ingin pergi. Sun Woo terdiam, bukan itu jawaban yang diinginkannya. Bong Sun ingin pergi bukan untuk CVnya, tapi ia ingin pengalaman belajar dan bekerja paruh waktu di dunia yang lebih besar, dari awal, langkah demi langkah, semua oleh dirinya sendiri.
Sun Woo tak yakin, orang-orang di sana terlalu terbuka. Bong Sun meyakinkan kalau ia tak akan melihat orang lain. Kali ini Sun Woo yang tak percaya diri, karena gadis-gadis mendekatinya sepanjang waktu. Bong Sun menunduk pasrah, itulah yang sebenarnya paling ia khawatirkan.
Sun Woo tiba-tiba bangkit dan masuk ke kamarnya, menunduk makin dalam lah Bong Sun. "Harusnya kubilang aku tak akan pergi," sesalnya.
Tapi tak lama Sun Woo keluar lagi. Bong Sun sudah bertanya-tanya apa Sun Woo marah, tapi lalu ia melihat kalungnya di tangan Sun Woo. "Setidaknya aku harus memakaikanmu ini. Kau tau pria Eropa sangat suka wanita Korea kan? kalau kau pergi dengan pria yang mendekatimu, kau akan mendapat masalah dengan kalung ini," ancam Sun Woo tak tenang.
Tau Sun Woo akan memasangkan kalung itu, Bong Sun langsung berdiri agar selisih tinggi mereka tak terlalu banyak. Tapi Sun Woo malah mendudukkan Bong Sun di pangkuannya, lalu memakaikan kalungnya. Bong Sun tersenyum memegang kalungnya, tapi tangannya lalu meraih tangan Sun Woo yang ada di belakang tubuhnya, dan meletakannya di pingganggnya.
Sun Woo mendesah frustasi, "Apa yang harus kulakukan? Meskipun kau di pelukanku, aku sudah mulai merindukanmu."
"Aku tau, Chef. Aku juga mengkhawatirkan itu," sahut Bong Sun yang memeluk Sun Woo. Ia mendengar Sun Woo terisak, tapi Sun Woo menyangkal, ia tak menangis, ia hanya emosional. Bong Sun tak tau apa yang harus mereka lakukan, dan memeluk Sun Woo makin erat.
[Dua Tahun Kemudian]
Stalker tak lagi sendirian di rooftop restoran. Ia ada di sana beserta istri dan anak-anaknya.
Bisnis Shaman Unni membaik berkali-kali lipat dibandingkan dulu. Rumahnya penuh antrian orang, dan mereka yang datang rela membayar berapapun untuk mendapatkan jimat yang ampuh. Ia bahkan tampil di acara TV dan punya channel sendiri, Suhbingo Channel. Shaman Unni sukses besar, ia yakin tak ada yang lebih baik darinya dalam membunuh roh jahat. "Aku akan menghukum roh-roh jahat! Bingo, Bingo.. Suhbingo!" teriaknya semangat di antara orang-orang yang memujanya.
Di Sun Restoran, ada satu perbedaan yang langsung kentara. Min Soo mengenakan seragam hitam seperti yang biasa dikenakan Sun Woo. Meski ada yang tak berubah, ia tetap saja annoying. Ia mengganggu Ji Woong yang sedang mengaduk saus. Ia protes karena potongan daging Joon makin tebal saja. Tapi Joon yang tampak serius dengan kacamatanya beralasan rasa steak tak akan sempurna kalau potongannya terlalu tipis.
Tapi giliran Dong Chul, ia yang sekarang memanggilnya Hyung sama sekali tak bisa memprotesnya. Ia malah memuji Dong Chul melakukan semua dengan baik, dan benar-benar tampak seperti chef sekarang.
Setelah itu ia mencari seorang lagi, sous chef baru mereka, yang baru hari pertama sudah terlambat. Ji Woong dengar sous chef itu juga belajar di luar negeri seperti Joon. Min Soo tak peduli, bagaimana bisa sous chef memakai celemeknya setelah chef? Nanti kalau ia datang, Min Soo akan membuatnya BAB di celana hanya dengan mendengar namanya.
Pintu restoran terbuka, sous chef baru itu akhirnya datang (cameo by our handsome Seo In Guk). Sous chef baru yang keren dan percaya diri. Ia mengenalkan diri, namanya Edward Seo. Min Soo mengenalkan dirinya sebagai chef di restoran itu dan mengulurkan tangan, tapi bukannya menyambut Edward malah sibuk melihat-lihat restoran. Menurutnya tempat itu lebih kecil dari ekspektasinya.
Posisi sous chef jelas di bawah chef, tapi Edward tak tampak segan pada Min Soo. Ia tau Kang Sun Woo pemilik restoran itu, dan menebak Min Soo hanya chef yang digaji. Min Soo tak bisa menyangkal, tapi faktanya Sun Woo memasrahkan restoran itu padanya, sambil menunjukkan foto besar dirinya yang dipajang di dinding.
Tapi Edward tak tampak tertarik, tetap saja Min Soo hanya chef yang digaji, dan ia minta gajinya dibayar tepat waktu. Ia bahkan lebih memilih menyapa gadis yang menggantikan tempat Eun Hee di kasir.
Terpaksa Min Soo menariknya, "Kenapa kau tak pergi menyapa keluarga yang lain? Ayo!" Min Soo sudah mau mengenalkan mereka satu per satu, tapi Edward tak mau, menurutnya itu terlalu membosankan. Ini bukan tahun 1988, orang tak lagi melakukan itu. Min Soo sampai terdiam.
Edward Seo memang kurang sopan, tapi aksinya di dapur membuat pelanggan wanita tak henti menatapnya kagum. Dan lagi, menurut Ji Woong, masakannya memang sangat enak. Sambil memasak Edward minta Min Soo mengecek pesanan, dan kalau sudah selesai lanjutkan membuat pasta cumi. Min Soo sudah mengiyakan, tapi Joon angkat bicara. "Chef Heo bukannya bermain-main, kenapa bukan kau saja yang mengurus pastanya?"
Disangka Edward akan marah, tapi ia malah suka cara Joon dan bertanya siapa namanya? Joon tak mau memberitahu. Ia meninggalkan tempatnya lalu merangkul Min Soo, "Tidakkah kau merindukan Kang Chef?" Sementara Edward menunjukkan keahliannya dengan mengurus dua wajan sekaligus di tangannya.
Kalau Chef Kang Sun Woo tak ada di Sun Restoran, lalu di mana ia? Rupanya ia membuka restoran baru yang lebih kecil tapi tampak sangat nyaman, dan yang terpenting ada menu nasi di dalamnya. Pekerja di sana hanya 2 orang, dirinya sebagai chef, dan Kyung Mo. Sun Woo sendiri yang menyodorkan menu, ia juga yang meneriakkan pesanan, padahal ia sendiri yang akan memasaknya.
Kyung Mo sampai tak mengerti, toh di restoran sekecil ini semua orang bisa dengar. Sun Woo berbisik kalau itulah prosedur yang seharusnya. Ia sampai mengeluh karena Kyung Mo terus saja menjawab perkataannya, ia sudah memberi kesempatan Kyung Mo belajar tanpa membayar sama sekali. "Kau bilang kau mau belajar dan membantu ayahmu," ujar Sun Woo mengingatkan.
Kyung Mo mengiyakan, tapi ia masih tak mengerti kenapa Sun Woo meninggalkan restorannya yang sangat baik-baik saja dan membuka tempat kecil ini? Sun Woo malas menjelaskan, jalan Kyung Mo masih panjang dan menyuruhnya memotong sayuran saja.
"Sun Woo-ya," sapa So Hyung yang baru datang. Sudah lama sejak restoran baru Sun Woo dibuka, tapi ia baru sempat datang karena terlalu sibuk. So Hyung memuji restoran yang tampak sangat nyaman itu, meski ia heran, Chef yang spesialisasinya di pasta tiba-tiba beralih ke fusion Korean? So Hyung kagum pada kemampuan Sun Woo mengambil resiko, jadi ia mengulurkan sebuah amplop.
Kebiasaan di Korea, jika seseorang membuka tempat usaha baru, temannya akan datang membawa tanaman atau amplop berisi uang. Tapi karena menurut So Hyung membawa tanaman hanya akan merepotkan, jadi ia memberikan yang dibutuhkan Sun Woo saja. Sun Woo tak menolaknya dan berterimakasih.
So Hyung memberitahu kalau sebenarnya ia datang bersama seseorang yang akan datang setelah parkir. Sun Woo jelas penasaran, apalagi So Hyung bilang kalau orang itu seorang pria dan mereka sudah berkencan lebih dari sebulan. Sun Woo otomatis memberi selamat, "Seperti apa dia? Aku benar-benar penasaran."
Begitu pria itu masuk, Sun Woo hanya bisa menatap tak percaya sampai ia tergeragap mengenalkan diri. Pria itu mirip sekali dengan Chang Kyu. Waktu pertama So Hyung melihatnya ia juga shock, sampai bertanya-tanya apa Chang Kyu punya kembaran.
Tiba-tiba So Hyung teringat soal Bong Sun, "Ah ya, bagaimana dengan Bong Sun? Kau sering bicara dengannya?"
"Oh tentu saja, setiap pagi dan malam," jawab Sun Woo meski anehnya senyumnya mendadak hilang. So Hyung tak merasa aneh dan memberi saran agar Sun Woo menerima semua telpon Bong Sun dengan gembira, pasti tak mudah hidup sendirian di tempat yang sangat asing.
Hidup baru juga hadir untuk Eun Hee. Tak lagi di Sun Restoran, Eun Hee membuka toko bunga miliknya sendiri. Ia sedang membuat buket bunga yang cantik saat ibunya datang terburu-buru. Ibu minta maaf sudah terlambat, rekan kerjanya di kampus yang bernama Professor Park terus saja mengganggunya. Eun Hee tak masalah, ia suka Professor Park. Menurutnya ia pria paling baik dari semua yang pernah ibunya kencani.
Tapi ibu tak mau, ia tak suka pria yang terlalu perhatian seperti itu, mengingatkannya pada seorang bernama Choi... Ups, kata-kata ibu terhenti seolah nama itu tak seharusnya disebut. Ia lalu mengalihkan perhatian pada buket bunga Eun Hee, "Aku tak pernah melihat ini sebelumnya. Apa ini baru?"
Eun Hee mengiyakan, nama bunganya cockscomb. Bunga yang meskipun luarnya terlihat keras, tapi sangat lembut di dalamnya. Sangat cantik kan? Ibu tak begitu tertarik, ia tak suka sesuatu yang lebih cantik dari dirinya.
"Bunga ini artinya cinta yang tak akan mati, seperti cinta abadi," jelas Eun Hee yang tersenyum. Dan karena mereka hampir terlambat, Eun Hee mengajak ibunya segera pergi.
Tadi di toko bunga, Eun Hee masih menggunakan kursi rodanya seperti biasa. Tapi saat hampir sampai tujuan mereka, Eun Hee berjalan dengan tongkat. Pelan-pelan Eun Hee melangkah. Ibu ingin menemaninya, tapi hari ini Eun Hee ingin pergi sendirian. Ibu mengerti, ia memberikan buket bunganya dan minta putrinya hati-hati.
Tujuan Eun Hee ternyata adalah tempat Sung Jae dirawat (dengan polisi yang berjaga di sana). Ya, ternyata ia bertahan hidup setelah jatuh dari ketinggian. Tapi, ia kehilangan ingatannya. Tau Eun Hee akan datang hari ini membuatnya lebih bersemangat, ia bahkan menghabiskan semangkuk penuh nasi. Apalagi Eun Hee datang membawakannya bunga. Ia suka semua bunga yang dibawa Eun Hee, sampai ia bertanya-tanya, apa dulu ia sangat suka bunga?
Eun Hee menggeleng. Jadi Sung Jae berkesimpulan, kalau bukan bunga yang ia suka.. pasti Eun Hee yang ia sukai. Barulah Eun Hee membenarkan, kau sangat.. sangat baik padaku. Sung Jae tanya berapa lama mereka sudah hidup bersama? "Tiga tahun," jawab Eun Hee.
Sung Jae sedih tak bisa mengingat semuanya, tapi ia yakin ia pasti bahagia dan itu membuatnya ingin cepat mengingat semuanya. Ia khawatir Eun Hee frustasi dengan keadaannya yang sekarang. Eun Hee menggeleng lagi dan tersenyum meyakinkan, ia menyukai Sung Jae yang sekarang, jadi Sung Jae tak perlu terlalu berusaha keras mengingatnya.
Sun Woo sendirian di rooftopnya sambil memberi makan Stalker dan anak-anaknya. Ia mengomel sendiri, curiga Bong Sun selingkuh darinya atau semacamnya. Menurutnya ini berlebihan, dulu saat awal-awal Bong Sun mengirim foto dan semuanya, tapi sekarang tak ada berita sama sekali. "Hey, kau pikir dia punya pacar baru, ya kan?" tanya Sun Woo putus asa ke anak anjing.
Tapi tidak, pasti tidak. Sun Woo berusaha meyakinkan dirinya, Bong Sun tampak sangat muda di umurnya, orang luar negeri melihatnya seperti anak-anak. "Bagaimana mungkin mereka melihatnya sebagai wanita? Tidak, itu pasti tak mungkin."
Tapi di malam yang sama, saat ia sudah di kamar, pikirannya berubah lagi, "Bagaimana mungkin pria tak jatuh cinta padanya?" Ia bahkan men-zoom foto Bong Sun saat mereka di Namsan, dan menyesal saat melihat wajah Bong Sun yang cantik dan bersinar, seharusnya ia tak membiarkannya pergi. Seharusnya ia tak berakting sok keren soal itu.
Sun Woo memainkan gitarnya sembarangan. Ia makin frustasi karena Bong Sun sama sekali tak menghubunginya. Sun Woo sampai bernyanyi sambil menangis saking ia sangat merindukan Bong Sun. "Ah, harusnya aku tak pernah membiarkannya pergi! Semua pria pasti sudah mendekatinya," sesal Sun Woo yang menangis seperti anak kecil. Ia bahkan ragu kalau Bong Sun memang menyukainya. Pasti ia hanya suka sepihak.
Sun Restoran sedang super sibuk, tapi Alfred atau siapalah itu tak tampak batang hidungnya. Ji Woong berkata kalau ia masih jetlag dan memilih tidur. Min Soo tak tahan, mereka harus mencari sous chef baru.
Seorang pelanggan datang, dan Ji Woong pergi menyambutnya. Tapi ia langsung terpana melihat ternyata Bong yang berdiri di hadapannya. "Sunbae-nim!" sapa Bong Sun yang berubah jadi makin cantik. Ji Woong langsung memeluk Bong Sun gembira lalu berteriak memberitahu keberadaan Bong Sun pada yang lain. "Bong Sun! Bong! Na Bong di sini!" teriaknya heboh.
Semua menyambut Bong Sun gembira. "Kenapa kau berubah sangat banyak? Aku tak bisa mengenalimu!" "Kau benar-benar Bong yang baru sekarang. Apa yang terjadi?" "Apa kau baru sampai hari ini? Apa kau sudah selesai belajar?" "Kau masih membawa barang-barangmu, apa kau langsung datang ke sini?"
Pertanyaan-pertanyaan excited mereka membuat Bong Sun tertawa dan minta mereka bertanya satu-satu, ia tak bisa menjawab satupun. "Bong, kau Bong.." ujar Min Soo seolah marah sambil menunjuk dirinya. Bong Sun mengenali perbedaannya dan langsung memanggil Min Soo 'Chef'.
"Kenapa kau tak menghubungi sama sekali? Saat aku melihatmu lagi aku akan.." Min Soo membuat gerakan seperti akan memukul, tapi ternyata ia malah memeluk Bong Sun. Itu membuat semua ikut memeluk Bong Sun, sambil terus meneriakkan nama Bong Sun, "Bong, Bong, Bong, Bong, Bong."
Ayah yang tampak sangat sehat sedang membuat kimchi di restorannya, dan sekarang ia menggunakan soda agar kimchinya makin enak. Bong Sun datang, dan dengan senyumnya yang cerah ia menanyakan kabar ayah. Tentu ayah senang melihat Bong Sun lagi, ia pasti habis mimpi indah semalam. Saat ditanya kesehatannya, ayah menjawab yang terpenting ia sudah berhenti minum akhir-akhir ini. Bong Sun jelas senang mendengarnya.
Seperti biasa ayah mau memberikan yogurt atau semacamnya, tapi Bong Sun bilang ia hanya mampir tapi nanti ia akan kembali. Mulai sekarang, meski ayah menyuruhnya tak datang, ia akan tetap sering datang. Ayah tertawa tak percaya, "Bagaimana bisa kau menyempatkan diri? Kau akan makin sibuk setelah menyelesaikan studimu. Pasti banyak tempat akan memintamu."
Bong Sun tertawa, sama sekali tidak, tetap saja ia masih newbie. Ia masih akan memikirkan tempatnya bekerja nanti, tapi selama selang waktu itu, kalau ayah mau merekrutnya sebagai tenaga paruh waktu, ia akan sangat gembira. Tapi dengan syarat ayah harus memberi gaji per jam yang bagus, ia tak mau dibayar dengan yoghurt. Ayah tertawa setuju.
Sementara itu orang terpenting yang belum Bong Sun temui sedang mengomel di restorannya. Siapa lagi kalau bukan pada Kyung Mo. Ia menyuruhnya membeli udang 1 kg yang terasa seperti 10 kg, bukannya membeli 10 kg. Sekarang ia tak tau mau diapakan udang-udang itu. Kyung Mo tak mau disalahkan, kenapa juga perintahnya seperti itu. Kalau mau potong saja gajinya. Tambahlah Sun Woo mengomel, gajinya bahkan sudah tak cukup, ini bukan pertama kalinya. Tapi sudahlah, ia tak berharap banyak pada seseorang yang membeli keranjang padahal ia menyuruhnya membeli kerang. Laah? Haha.
"Kalau aku seburuk itu, pekerjakan saja orang lain! Aku keluar mulai sekarang," ujar Kyung Mo ngambek lalu pergi. Otomatis Sun Woo melihat jam.. jam 3.30. "Kenapa dia keluar setiap jam 3.30 setiap harinya?" Hahaa, mereka ini cute banget!
Di luar Kyung Mo berbalik, sepertinya biasanya Sun Woo menghentikannya, tapi kali ini tidak. Ia menghitung sampai 3, tapi Sun Woo benar-benar tak keluar. Kyung Mo jadi pusing sendiri, apa aku harus memohon? Ia sudah mau melangkah masuk ke restoran lagi, tapi ia merasakan kehadiran seseorang di belakangnya dan berbalik.
Begitu melihat Bong Sun, ia langsung memeluknya. Seperti anak kecil ia mengeluhkan Bong Sun yang sama sekali tak menghubunginya.
"Shin Kyung..." panggilan Sun Woo yang ternyata menyusul keluar terhenti. Ia terdiam melihat Bong Sun ada di hadapannya. Tak mau terjebak suasana canggung, Kyung Mo pergi mengurus udang-udangnya.
Bong Sun sedang melihat-lihat restorannya saat Sun Woo datang dengan masakannya. Bong Sun boleh mengkritiknya kalau mau, ujar Sun Woo tanpa menatap Bong Sun sedikit pun. Bong Sun terkejut melihat ada nasi di masakan yang dibuatkan untuknya.
Sun Woo yang lebih terkejut karena Bong Sun tau-tau muncul tanpa mengatakan apapun, sudah berbulan-bulan ia tak mendengar kabarnya. "Dan ada apa dengan penampilanmu? Itu tak cocok," ujar Sun Woo memalingkan wajah. "Apa aku seberbeda itu? Kau merasa canggung denganku, Chef?" tanya Bong Sun. Sun Woo menyangkal, lagi-lagi tanpa menatap Bong Sun, ia menyuruh Bong Sun mencicipi masakannya saja.
Bong Sun menurut, ia mencium aromanya dulu sebelum menyuapkan ke mulutnya. Sun Woo tampak gugup menunggu responnya. Menurut Bong Sun, dagingnya lembut, teksturnya bagus, sausnya juga enak karena tak terlalu kental, tapi sepertinya daun perilla dan bawang saja belum cukup dan usul untuk menambah bean sprout agar teksturnya sedikit renyah. Tak mau tampak kalah, Sun Woo berkata ia juga sudah berpikir soal itu. Owh your pride Cheef!
Ia mengakui kalau Bong Sun pasti sudah belajar dengan keras. Bong Sun mengiyakan, ia termasuk murid unggulan di sana. "Aah, kau pasti belajar terlalu keras sampai tak bisa menghubungiku. Kau tak punya waktu kan?"
"Chef, apa kau marah padaku?"
Sun Woo jelas menyangkal, ia juga sangat sibuk. "Aku khawatir aku ingin pulang karena aku sangat ingin melihatmu. Karena aku sangat merindukanmu. Jika aku mendengar suaramu, aku takut aku akan berlari kembali padamu. Aku tak menghubungimu karena itu. Aku menahannya dengan semua kekuatanku," ungkap Bong Sun.
Sun Woo tentu luluh dan meraih Bong Sun ke pelukannya, ia juga sangat merindukan Bong Sun. Dan ia memuji Bong Sun melakukannya dengan baik.
Ia lalu mengangkat Bong Sun sampai yang diangkat teriak kaget. Tapi ia senang karena terus dipuji, dan menghadiahi Sun Woo ciuman. Tak hanya sekali, tapi dua kali, tiga kali, empat kali! Sun Woo tentu senang dan tak mengeluh lelah meski sedang membopongnya.
Mereka pulang ke Sun Restoran. Sun Woo tanya rencana Bong Sun selanjutnya, kalau belum ada yang spesifik, Bong Sun bisa coba bekerja dengannya. "Oh! Apa kau sedang mencoba merekrutku sekarang?" tanya Bong Sun. Ia sudah punya rencana tapi belum mau memberitahu sekarang.
Bong Sun senang karena rooftop Sun Woo sama sekali tak berubah, dan lebih senang lagi saat melihat Stalker. Ia menyapa Stalker dan anak-anaknya antusias. Tapi itu membuat Sun Woo tak terima, kau lebih senang melihat Stalker daripada aku?
"Astaga, kau dan cemburuanmu," komentar Bong Sun. Tambahnya Sun Woo tak terima, "Apa? Cemburu? Hey, aku Kang Sun Woo dan kau Na Bong Sun. Dua tahun tak akan mengubah itu. berani-beraninya kau bilang aku cemburu. Kau pikir aku akan cemburu pada anjing?" Oh, you did Chef
Sun Woo yang cemburu begitu membuat Bong Sun ingin menggodanya. Ia memeluk sampai Sun Woo hampir jatuh dari tempat duduknya, "Kalau kau seperti ini, itu membuatku ingin melakukannya denganmu." Itu membuat Sun Woo heran, apa kau benar-benar Na Bong Sun? Apa mungkin kau..?
Bong Sun menggeleng, dan berkata cute kalau ia Na Bong Sun. Sun Woo mulai tak tahan, "Kau hanya belajar hal buruk di luar sana. Ini tak bagus. Kita tak bisa."
"Tak bisa? Apa yang tak bisa kita lakukan, Cheef?" goda Bong Sun. Sun Woo tertawa pasrah, dan menyuruh Bong Sun bangkit. Bong Sun menurut, tapi begitu berdiri yang ada Sun Woo langsung menggendongnya. "Hari ini adalah harinya," gumam Sun Woo membuat Bong Sun terpekik kaget.
Selanjutnya, di kamar Sun Woo hanya terdengar suaranya dan Bong Sun. 'Oh Chef, kenapa kau? Omo..' pekik Bong Sun yang langsung disuruh Sun Woo diam. 'Chef, bukankah lebih baik lampunya dimatikan?' Lalu hanya terdengar tawa Sun Woo dan pekikan Bong Sun sebelum lampunya benar-benar mati.
Sun Restoran masih tetap ramai di tangan Min Soo sebagai chef, dan Ji Woong, Joon, dan Dong Chul sebagai asistennya.
Restoran ayah Soon Ae kembali ramai seperti saat dulu. Tempat duduknya semua terisi penuh. Dan Bong Sun ada di sana sibuk mengantarkan pesanan. Pelanggan lama ayah komentar, ia pikir ayah hanya punya satu putri, apa ada lagi? Ayah mengiyakan, Bong Sun adalah putri keduanya yang baru kembali dari belajar di luar negeri. Bong Sun tertawa riang bersama mereka.
Sun Woo juga sibuk di restorannya berdua dengan Kyung Mo.
Dan tentu saja Bong Sun terus berbahagia bersama Sun Woo. Kencan mereka bahkan naik sepeda berdua sekarang.
Bong Sun: 'Seperti bagaimana seharusnya, musim berganti. Dan hari-hari penuh dengan rutinitas. Musim panas itu, karena seorang gadis yang datang dan pergi seperti mimpi malam musim panas. Kita bisa mengerti cinta, dan menyadari betapa berharganya sebuah hubungan dan orang-orang di sekitar kita. Dan seperti sarannya, aku terus mencintai diriku sendiri hari ini, dan juga.. aku mencintainya.'
THE END