Chereads / gelembung / Chapter 10 - BAB X “Tragedi Berdarah”

Chapter 10 - BAB X “Tragedi Berdarah”

Ambisi akan harta dan kedudukan membutakan matanya untuk melihat jalan yang benar, ambisi juga mentulikan telinganya tentang kebenaran, kini ambisi yang tak terkendali itu menggerogoti hatinya sehingga ia tak punya lagi kemanusiaan. Berbagai cara ia lakukan demi menghilangakan dahaga akan haus ambisi. Ia bahkan berani melakukan hal terburuk demi memuaskan ambisinya.

Kemarahan Paman Doni semakin menjadi, ia bahkan memiliki niat buruk untuk mensukseskan ambisinya. Keesokan harinya ia berkunjung ke rumah Pak Bambang. Pak Bambang pun menyambutnya dengan hangat di rumahnya.

"Silakan diminum kak" Pak Bambang menyuguhkan segelas teh manis

"Terimakasih, apakah itu tas kerjamu?" Paman Doni menunjuk tas ransel warna coklat yang di letakkan di sofa.

"Benar kak. Kak, maaf aku tinggal sebentar untuk mengambil makanan untuk kakak" Pak Bambang segera pergi menyiapkan beberapa cemilan. Pak Bambang harus menyiapkan sendiri karena semua anak-anaknya pergi ke sekolah. "Ini kak, silakan dimakan. Ini berkas aset harta warisan milik mendiang istri saya." Pak Bambang menyerahkan tumpukan kertas yang disusun rapi di dalam map.

"Ah terimakasih. Sekarang aku harus pergi karena ada rapat. Masalah rumah lebih baik ubah pendirianmu, karena aku bukan tipe orang yang suka dengan kekalahan" Paman Doni pergi membawa map setelah mengancam Pak Bambang.

Pak Bambang hanya tersenyum dan segera berangkat kerja. Saat ini Pak Bambang bekerja di foto studio yang dekat dengan rumahnya. Ia tidak ingin membiarkan keluarganya kesepian lagi. Sesampainya di tempat kerja Pak Bambang segera membuka tas untuk mengambil seragamnya.

Saat hendak mengambil seragam di dalam tas, tangan Pak Bambang dipatok ular. Seketika itu seluruh orang terkejut dan berusaha menolong Pak Bambang.

"Astaga, ada ular!" Salah satu pegawai berteriak

"Ya ampun, itu ular viper. Apa yang harus kita lakukan?" Pegawai wanita berkacamata itu panik ketakutan dan khawatir dengan Pak Bambang

"Ambulan, aku akan telpon ambulan. Kalian telpon pemadam untuk mengurus ular itu" Kepala studio segera menelpon rumah sakit, saat ia tau bahwa pegawainya terkena gigitan ular berbisa.

Beberapa menit kemudian Pak Bambang dibawa ke rumah sakit. Pak Bambang sudah jatuh pingsan setelah menahan rasa sakit seperti terbakar, sehingga ia berkeringat dingin. Mereka tidak tau harus melakukan apa untuk mengeluarkan bisa ular yang menjalar di tubuh Pak Bambang. Saat di perjalanan menuju rumah sakit, Pak Bambang mulai kejang dan mengeluarkan busa di mulutnya. Tubuhnya membiru, tangannya menjadi biru kehitaman.

Damar, Hermawan dan Mayang segera berlari menuju rumah sakit saat mendengar kabar mengenai ayahnya.

"Dokter, saya anak tertua Pak Bambang. Bagaimana kondisi ayah saya?" Damar menghadang dokter yang baru saja keluar dari ruangan Pak Bambang.

"Nak, kami berhasil mengeluarkan racunnya, tapi karena racun itu sudah menjalar ke beberapa organ vital, jadi saat ini Pak Bambang sedang dalam masa kritis" Dokter segera pergi setelah memberi penjelasan mengenai kondisi Pak Bambang.

Ketiga anaknya pun terkejut mendengar berita tersebut. Damar tak mampu berkata apa-apa lagi, ia hanya duduk lemas menutup muka. Hermawan menangis karena takut kehilangan ayahnya. Mayang pun tak dapat membendung air matanya.

"Mayang, selamatkan ayahmu" Suara wanita tiba-tiba saja berbisik di telinga Mayang.

Mayang segera menggenggam tangan kedua kakaknya, "Kak, ayah akan baik-baik saja. Doa kakak akan membuat keajaiban. Jadi jangan bersedih karena ayah akan baik-baik saja" Damar dan Hermawan segera memeluk Mayang penuh haru.

Damar dan Hermawan segera pergi untuk berdoa kepada tuhan agar tidak memanggil ayah tersayang mereka. Mereka tidak ingin kehilangan orang yang mereka sayangi lagi. Mereka masih butuh sosok pelindung. Mereka bahkan berjanji akan menjadi anak yang lebih baik lagi, asalkan tuhan mengembalikan ayah mereka.

Mayang memasuki ruangan Pak Bambang setelah kedua kakaknya pergi untuk berdoa. Nenek Pon memperingatkan Mayang tentang kosekuensi penggunaan kekuatannya. Tapi ia tidak peduli dan bersikeras untuk menyembuhkan Pak Bambang. Ia mengarahkan tangannya ke tubuh Pak Bambang dan berkosentrasi. Tiba-tiba tubuh Mayang bersinar dan sinar itu mengalir ke tubuh Pak Bambang.

Tiga puluh menit berlalu Pak Bambang mulai membuka mata. Ia melihat Mayang mencoba menyembuhkannya dengan kekuatan ajaib. Ia melihat tubuhnya dan tubuh Mayang bersinar.

"Ayah, sudah baikan? Apa yang ayah rasakan?" Mayang bertanya khawatir setelah ia berhasil menyembuhkan Pak Bambang.

"Aku merasa baikan, tubuhku terasa ringan. Bagaimana kamu bisa melakukan itu?" Pak Bambang yang terkejut kini penasaran dengan kekuatan Mayang.

"Syukurlah" Mayang tersenyum lega, "Ayah, tolong rahasiakan ini dari siapapun" Mayang memeluk Pak Bambang erat.

"Baik, terima kasih nak. " Pak Bambang membelai kepala Mayang dengan penuh kasih sayang

"Aku akan memanggil... ka..kak" Mayang tiba-tiba pingsan saat ingin membalikkan badan.

Pak Bambang segera berlari mencari dokter untuk memeriksa keadaan Mayang. Dokter pun segera datang dan memeriksa Mayang. Saat itu Damar dan Hermawan baru saja kembali dari berdoa. Mereka terkejut melihat ayahnya berdiri di depan ruangannya. Pak Bambang pun tersenyum dan merentangkan tangan. Damar dan Hermawan segera berlari memeluk ayahnya. Mereka berdua menangis tersedu-sedu dalam dekapan Pak Bambang. Meskipun usia mereka berdua tidak lagi seperti anak kecil, tapi mereka bertingkah seperti anak kecil di hadapan Pak Bambang.

"Maafkan ayah, kalian pasti sangat terkejut dan khawatir" Pak Bambang mengecup kepala kedua anaknya yang masih menangis di dalam dekapannya.

"Kondisi ayah sekarang bagaimana?" Hermawan khawatir sekaligus tidak percaya dengan apa yang ia lihat.

"Ayah sangat baik, tapi Mayang..." Pak Bambang melihat ke arah ruangannya.

"Anak anda kondisinya baik, mungkin ia pingsan karena syok dan kelelahan. Suatu keajaiban anda bisa sehat kembali" Dokter itu pergi begitu saja sambil tersenyum

"Mayang?" Keduanya terkejut mendengar pernyataan dokter. Mereka segera berlari masuk ke ruangan untuk memastikan keadaan Mayang.

Tiga hari berlalu, tapi Mayang belum juga sadarkan diri. Pak Bambang pergi menemui Paman Doni untuk memperingatkannya bahwa ia tidak akan pernah memberikan rumah itu. Ia memaafkan tindakan Paman Doni dan tidak ingin memperpanjang masalah di kantor polisi. Ia ingin memberikan satu kesempatan bagi Paman Doni untuk menyesali perbuatannya.

Paman Doni semakin marah dan segera melancarkan ide jahatnya yang selanjutnya. Kemarahan dan ambisi yang larut dalam kegelapan membuat ia tak sadar dengan kebaikan dan ketulusan Pak Bambang. Ia pergi menemui dukun untuk membunuh Hermawan dengan ilmu hitam. Namun, dukun tersebut menolak karena satu hal, "Aku tidak akan melakukannya selama gadis cilik itu bersama mereka. Dia bukan gadis biasa. Dia punya kekuatan luar biasa. Kau harus menyingkirkan anak itu dari mereka." Dukun itu berkata kepada Paman Doni sembari menebar menyan di dalam bara api.

Paman Doni segera menghubungi anak buahnya dan segera memerintahkan mereka untuk menculik Mayang. Saat ia tiba di rumah, anak buahnya memberi kabar bahwa mereka berhasil menculik Mayang. Pembicaraan Paman Doni di telepon didengar oleh ketiga anaknya. Mereka segera memberi kabar tentang Mayang kepada Pak Bambang sekeluarga.

Semua bergegas mencari Mayang, tiba-tiba saja Hermawan muntah darah dan kejang-kejang. Damar dan yang lainnya pergi menyelamatkan Mayang. Sedangkan Pak Bambang berusaha menyelamatkan Hermawan dengan membawanya ke rumah sakit. Rencana Paman Doni berhasil. Kini Pak Bambang panik dengan kondisi Hermawan sekaligus khawatir dengan keberadaan Mayang.

Paman Doni tertawa puas ketika ia berhasil dengan rencana jahatnya. Ia tak gemetar berdiri di atas tumpukan mayat demi egonya. Ia rela memeluk keberhasilan dengan tangan yang kotor. Ia bahkan bangga bermandikan darah demi memuaskan ambisinya. Ia tak peduli lagi dengan kemanusiaan karena dia telah menjual jiwanya kepada iblis untuk menjadi monster yang sangat buruk.

ᴥᴥᴥᴥᴥᴥᴥᴥᴥ