Chereads / Kegelisahan / Chapter 2 - 02 : Perusak

Chapter 2 - 02 : Perusak

Makassar, 2019

Kehadiranku di kota yang nyaris tak pernah tertidur dan serba sibuk ini adalah untuk merantau dan menuntut ilmu sebagai mahasiswa. sebuah langkah awal yang ku ambil untuk mewujudkan mimpi dan cita-cita yang sejak dulu kuimpikan. Jauh-jauh hari telah kupersiapkan jiwa dan ragaku untuk apa yang saat ini menjadi tanggung jawabku. Tahun ini aku sudah memasuki semester lima di salah satu perguruan tinggi di kota Makassar. Setelah beberapa tahun merantau aku menemukan jati diriku di kota ini, kota yang memberikan banyak pengalaman dan pelajaran tentang fakta akan kehidupan.

Pelajaran akan kehidupan duniawi, tentang bagaiamana seorang laki-laki harus bersikap dan bertindak dalam segala kondisi. Fleksibel dan kritis adalah salah satu sifat yang kutanam baik-baik didalam otakku. Dua hal itu membuatku gampang bergaul dengan siapa saja, apalagi aku orang yang sosialis dan humoris. Dengan begitu aku pun mudah untuk masuk kedalam lingkungan pergaulan manapun disegala golongan masyarakat.

Seperti misalnya saja saat ini, aku yang punya kerja sampingan sebagai seorang jurnalis dan fotografer, setiap saat aku mesti percaya diri didepan kerumunan orang-orang yang sama sekali tidak mengenalku. Atau pun saat aku sedang meelakukan investigasi sebagai seorang jurnalis untuk beritaku. Aku akan banyak berbicara dan berkomunikasi dengan orang-orang asing. Aku sudah terbiasa dengan seperti ini, mentalku sudah terasah dan kuat karena pengalaman-pengalaman yang pernah kulalui dan juga karena obatku yang membuat ku nge-fly dan selalu percaya diri.

***

Salah satu pengalaman menegangkan yang pernah kualami dalam dunia jurnalis yang tidak akan pernah kulupakan terjadi saat aku terlibat dalam aksi unjuk rasa mahasiswa yang dimana aksi itu dikenal dengan aksi 24 September. Aksi itu ada karena tuntutan para mahasiswa yang tidak setuju dengan dikeluarkannya pasal RUU KUHP yang kontroversial dan dianggap tidak layak untuk diterapkan di negeri ini kiarena tidak sesuai dengan UU tentang HAM. Aksi ini berlangsung cukup lama, dimulai dari siang hingga malam menjelang isya. Selain di Makassar aksi ini digelar diberbagai daerah lain oleh Mahasiswa-mahasiswa yang ada di negeri ini.

Saat itu aksi yang digelar oleh aliansi seluruh mahasiswa Makassar didepan gedung DPRD Sulsel berakhir dengan ricuh yang melibatkan semua mahasiswa dan pasukan gabungan aparat dan warga yang tinggal disekitaran fly over yang tidak jauh dari lokasi aksi berlangsung. Saat aku berada ditengah-tengah kericuhan, Ditengah-tengah lautan manusia yang begitu berisik dan serba kacau, banyak sekali batu dan kayu yang melayang diudara, beberapa ban mobil dibakar ditengah jalan, Polisi,warga, dan mahasiswa saling labrak, dan gas air mata ditembakkan para polisi kearah kami.

Adapun di barisan terdepan semua orang saling menghantam secara bersama-sama, terdengar teriakan-teriakan yang penuh amarah dan terdengar anarkis. Tidak sedikit dari mahasiswa yang ada dibarisan terdepan matanya merah dan berair karena terkena gas air mata yang terasa seperti membakar hidung dan mata saat angin berhembus dan membawa gasnya kehadapan kami. Gas air mata dan peluru karet terus ditembakkan dan mengenai para mahasiswa, tapi semangat perjuangan mereka tak pernah luntur.

Selama aksi berlangsung aku ditemani oleh Galang, teman kelasku dikampus yang juga sahabatku. Dia juga seorang aktivis dan jurnalis sepertiku. Aku dan Galang berkeliling keseluruh penjuru tempat kejadian perkara ini sembari mengambil video dan foto dengan kamera yang kami genggam masing-masing. mulai dari barisan paling belakang hingga yang terdepan, yang dimana saat sampai kebarisan terdepan aku melihat para mahasiswa mencabut pagar dari kantor DPRD dan membuat barikade ditengah jalan, mereka mendorong pagar besi itu bersama-sama dengan bunyi gesekan yang membuat ngilu karena besi pagar yang tergesek dengan aspal.

***

Langit sudah sangat gelap dan waktu menunjukkan hampir tengah malam. Aku pulang kerumah dengan tubuh yang berkeringat dan tidak segar. Sesampainya dirumah aku langsung masuk kekamar mandi, mandi dengan membersihkan seluruh tubuhku, dan bermain-main dengan kelaminku menggunakan busa dari sabun yang terasa licin. Aku merangsang diriku dengan fantasi-fantasi ku yang liar tentang seks sembari terus memainkan burungku hingga pada akhirnya tiba waktu ejakulasi, titik puncak dari masturbasi yang membuat sekujur tubuhku merasakan kenikmatan yang rasanya seperti kejang-kejang tapi dengan sensasi yang geli dan menusuk hingga kedalam otakku.

Yah, itu adalah salah satu caraku untuk melampiaskan nafsuku akan seks dan juga kebusukan yang sering kulakukan dalam hidupku selain mengonsumsi obat-obatan. Tapi masturbasi menurutku adalah hal yang wajar untuk semua orang, karena fikiran akan seks adalah hal logis dan lumrah untuk semua orang dan bisa dibilang sudah menjadi salah satu kebutuhan pokok biologis. masturbasi memberi nikmat dan rasa nyaman, selain rokok dan obat-obatan masturbasi juga membuat kecanduan. Bukan hanya aku, tapi semua orang pun. Jangan fikir aku adalah orang yang jorok. Aku hanya menunjukkan bahwa fikiran akan seks adalah salah satu hal yang paling manusiawi.

***

Setelah mandi dan berpakaian aku merebahkan tubuh ku diatas kasurku yang melantai sembari memainkan handphone ku. Ku-cek notifikasi WhatsApp dan sebuah chat masuk dari Selfi sejak tadi tapi baru sempat kubalas sekarang.

"Ki, Kamu dimana ?" tanyanya.

"Di rumah, kenapa ?" jawabku.

"Sibuk nggak ?"

"Nggak juga, kenapa ?" sekali lagi kubalas dengan pertanyaan yang sama.

"bisa tidak kamu ke kos-an ku sekarang ?"

"bisa, tunggu yah aku siap-siap dulu."

"Okke, kutunggu yah, hati-hati di jalan."

Dalam perjalanan menuju kos Selfi aku terjebak macet, macet yang cukup padat. Kota ini tidak pernah terlepas dari yang namanya macet, suara riuh kendaraan dan bunyi-bunyian dari klakson kendaraan orang-orang mewarnai macet malam ini. Makassar mungkin tidak sepadat Jakarta atau kota-kota lain, tapi bagiku kota ini cukup padat dan berisik dibandingkan dengan kampung halamanku yang tak pernah tersentuh dengan macet.

Aku selalu merasa risih dengan kemacetan yang dimana aku sering mendapati orang-orang yang bodoh dalam berkendara dan tidak tertib lalu lintas. Seringkali aku meneriaki, menegur ataupun membunyikan klakson dengan berkali-kali ketika merasa jengkel terhadap mereka yang selalu saja bertingkah bodoh dalam kemacetan ini.

Hampir sejam aku dijalan karena macet, hingga saat ini aku memasuki lorong kecil yang ujungnya menuju tepat didepan kos Selfi. Aku sampai didepan kos Selfi dengan diikuti hujan yang tiba-tiba turun tanpa tanda-tanda, aku berlari masuk kedalam kosan Selfi dan menuju kedepan kamarnya. Sesampainya didepan kamarnya, belum sempat aku mengetuk pintu, pintu itu terbuka dan Selfi muncul dari balik pintu itu dengan mengejutkanku, wajahnya tiba-tiba berada tepat didepan mataku. Hanya tersisa beberapa centimeter saja hingga aku bisa berciuman dengannya. Dia muncul dengan mengenakan jemper yang bahannya kelihatan lembut dan hangat jika dipakai ditambah dengan celana training, kudung langsung pasang, dan tidak lupa dengan kacamata mines-nya. Itulah Selfi, dia selalu tampil sederhana dan apa adanya, tapi dia tetap terlihat anggun dan manis.

"Astaga!! Ihh kamu ngagetin Ki!!!" kejut Selfi dengan nada bicara yang ketus sambil memukul dada ku dengan lembut.

"Maaf-maaf gak sengaja."

"kenapa gak ngetuk pintu dulu sih, pernah belajar sopan santun gak ? kamu tuh ngagetin tau!" ketus Selfi sekali lagi sambil berjalan masuk kebagian dalam kamarnya dan duduk di atas springbednya.

Kubuka sepatu kets ku dan menutup pintu, lalu mengikut Selfi untuk duduk di sampingnya, tapi Selfi menahanku dan berkata "kamu duduk di bawah aja dulu." Aku sedikit bingung dengan apa yang dipikirkannya tapi sudahlah cukup kuikuti saja maunya. Aku duduk dengan menyilangkan kakiku dan sesaat menatap wajah Selfi yang setiap lekuknya selalu membuatku merasa tenang ketika melihatnya meskipun jantungku sedang berdebar. Mungkin inilah yang namanya cinta.

"jadi, ada panggilan apa nih malam-malam begini ?" tanyaku dengan sedikit menggoda.

"Yahh cuman tiba-tiba kepikiran kamu aja sih. Lagian udah lama kita gak ketemu." Jawabnya dengan sedikit salah tingkah dengan bola matanya yang menerawang kesana kemari melihat apa saja yang ada disekitar ruangan selain diriku, dengan kata lain dia coba mengalihkan pandangannya. Aku tahu dia saat ini tersipu malu dan dibalik apa yang dikatakannya pasti dia memanggilku kesini karena merindukanku.

Begitulah Selfi, dia selalu tidak pernah jujur terhadap perasaannya ketika bersama orang-orang meskipun itu pacarnya sendiri. Dia selalu mendiamkan tiap-tiap penderitaan dan luka yang dialaminya dibalik senyumnya yang manis dan terlihat ceria, itu karena dia tak ingin merepotkan siapa-siapa, dia hanya ingin dirinya saja yang merasakan bebannya jangan sampai melibatkan orang lain. Aku selalu tahu jika dia sedang tidak baik-baik saja atau sebaliknya. Aku sudah hafal bahasa tubuh dan tiap gerak-gerik yang sering dilakukan Selfi secara berulang kali. Bagaimana tidak kalau aku sudah dua tahun berpacaran dengannya.

Aku berpacaran dengan Selfi sejak masih sekolah, aku kelas 3 SMK dan dia seorang mahasiswa baru di tahun itu. Dengan kata lain aku berhubungan dengan kakak kelas dan dia pun alumni di sekolahku. Pertama kali aku melihat Selfi saat aku pertama kali masuk sekolah dan saat itu pengenalan organisasi Sispala (Siswa Pecinta Alam) dan aku sedang nongkrong dengan temanku (yang sebelumnya kusebutkan membawaku kedalam dunia permabukan) dipinggir lapangan tempat pengenalan organisasi sispala. Dia berdiri didepan barisan yang kulihat dari kejauhan seorang diri, dia mondar mandir di depan puluhan siswa yang merupakan calon anggota baru sispala yang berbaris rapi. Sontak aku terkejut ketika dia berteriak menyerukan slogan organisasinya dengan lantang dan sangat jantan, padahal dia seorang perempuan tapi kelihatannya dia lebih perkasa dari pada semua laki-laki yang ada disekitarnya, pembawaannya begitu tegas dan garang.

"SALAM LESTARI!!!" Teriaknya dengan lantang. Teriakannya seakan-akan menghapus suara-suara lain hingga semuanya terdengar tenang dan hanya teriakannya yang menggaung ke segala arah, dia bagaikan seekor singa jantan yang mengaum dihutan rimba, raja hutan yang ditakuti dan tak terkalahkan.

Setelah saat itu aku penasaran dengannya, aku mulai mencari-cari informasi tentang dirinya dari kenalan-kenalanku yang ada di sekolah ini. Tidak sulit bagiku untuk mendapatkan informasi tentang dirinya dengan aku yang orangnya sosialis dan mudah bergaul.

Cukup mengejutkan ketika tahu sedikit tentang dirinya. Aku tahu dari temanku yang juga anggota sispala, Fadhil. Katanya dia adalah ketua dari sispala untuk anggota perempuan, lalu adapun cerita tentang dirinya yang katanya sangat anti dan keras terhadap adik kelasnya. Awalnya aku tidak tertarik dengan dia aku cuman ingin tahu tentang dia. Itu karena dia tidak seperti perempuan-perempuan lainnya. Dan setelah tahu tentang dirinya akupun mendiamkannya dan tidak punya urusan apa-apa dengannya.

Namun setelah dia tamat dan aku naik ke kelas 12 aku kembali menemukannya di instagram. Aku pun mengikuti akunnya namun dia tidak mengikuti akunku, dan disinilah awal dari perkenalanku dengannya. Aku mengirimkan pesan kepadanya dengan menyuruhnya untuk balas mengikuti akun instagramku. Dia pun merespondnya dan kami pun berteman di instagram. Tidak butuh waktu lama aku memperkenalkan diriku dan memberitahunya kalau aku adik kelasnya di SMK. Aku hanya ingin mengujinya apakah dia orangnya memang betul menganut paham senioritas atau tidak dan gengsi untuk bergaul dengan adik kelas. Namun kenyataannya dia merespond dengan baik.

Percakapan kami di ruang chat pun semakin lama semakin banyak, kami saling memperkenalkan diri lebih jauh, kami saling bertukar cerita, membahas hal-hal yang penting dan tidak penting, dan entah bagaiamana kami bisa akrab dan mulai lebih sering chat-an hampir setiap hari. Makin hari makin sering kami bertukar pesan, hingga akhirnya dia memberikanku nomor whatsApp nya dan aku mulai berhenti memanggilnya kak Selfi. Kami mulai merasa saling cocok dan nyaman terhadap satu sama lain. Hingga pada akhirnya kami pun jatuh cinta dan berpacaran.

Hal yang kusukai dari Selfi adalah pola fikirnya yang dewasa dan pendiriannya yang tegas, sifat rendah hati dan penyayangnya yang memanjakanku seperti seorang ibu bagiku. Dia tidak sensitif dan tidak terlalu agresif kepadaku. Dia tidak pernah mengekangku dan memaksakan kehendakku, tidak seperti semua perempuan-perempuan yang sebelumnya pernah kupacari. Dia orangnya tomboi dan punya hobby mendaki gunung. Dia ahli dalam hal pendakian, dia benar-benar membuatku berdecak kagum dengan fisiknya yang tidak seperti perempuan lagi. Banyak puncak gunung yang ada di Sulawesi selatan telah dia taklukkan.

Terkadang aku merasa minder dengan pencapaiannya yang mengagumkan di bidangnya. Tapi aku tetap percaya diri dan juga mencoba untuk tidak kalah darinya dalam hal pencapaian. Dia adalah salah satu hal yang membuatku bersemangat untuk menjalani hidup. Obsesi ku terhadap Selfi sangatlah besar. Aku sungguh mencintainya yang asik dan humoris ketika diajak ngobrol. Aku jatuh cinta padanya dengan tulus dan aku menginginkan dia untuk terus hadir dalam hidupku dengan kesederhanaannya. Selfi memang tidaklah terlalu cantik, dia hitam manis, hidungnya pesek, dan biasa-biasa saja. Tapi aku tidak peduli yang namanya penampilan dan fisik aku menerima semua kelebihan dan kekurangannya. Toh kan aku juga punya banyak kekurangan dan dia pun bisa mengerti itu.

Itulah tadi sedikit cerita tentang aku dan Selfi. Sekarang kembali lagi pada cerita yang sebelumnya. Sekarang aku hanya duduk di depan Selfi sambil berbincang-bincang dan saling bercanda. Seperti biasanya, ketika kami bertemu dimanapun itu, kami selalu saling menceritakan hal-hal yang telah kami alami selama tidak pernah bertemu dan diikuti dengan basa-basi. Tak terasa waktu berlalu dengan sangat cepat, sekarang sudah tengah malam dan hujan diluar sana sedari tadi enggan berhenti. Yang ada hujan menjadi semakin deras. Aku dan Selfi merasa kedinginan, Selfi mengambil selimut dan membungkus dirinya.

"Dih, kamu curang, cuman kamu yang mau enak." Kataku dengan maksud bercanda

"Kamu kan cowok, kamu kuat, kamu harus mengalah sama pasanganmu." Jawab Selfi.

"Oke-oke aku mengalah" ketusku

"Hhehehe, ngambek yah" katanya dengan pembawaan menggoda yang sok manis.

"Terserah!" aku pura-pura ngambek.

Dia pun turun beranjak dari tempatnya dan membuatku ikut masuk kedalam balutan selimutnya sekaligus memeluk erat tubuhku dan berkata "kamu lucu kalau lagi ngambek, hehehe." Sungguh aku tak bisa menahan diri dengan sikap lucu Selfi yang selalu membuatku luluh. Aku tersenyum dan menatap lekat matanya dengan dalam. Seketika kami terdiam dan hanya saling menatap jauh kedalam mata satu sama lain. Dengan perasaan yang mendebarkan aku mulai teransang dan menegang. Entah kenapa aku tak bisa menahan diriku, aku seperti kerasukan setan. Tanpa berfikir panjang aku langsung menggerakkan kepalaku kedepan dan merapatkan bibirku dengan bibir Selfi. Kami membuka mulut dan memainkan lidah kami dengan saling hisap dan dengan penuh gairah. Kedua tanganku bergerak dengan liar meraba setiap bagian tubuhnya.

Nanggung rasanya jika hanya sebatas ini saja yang kami lakukan disaat nafsu kami sedang naik-naiknya. Aku pun menuntun Selfi naik ke atas kasur, kami sangat bergairah, kami saling membuka pakaian satu sama lain dengan terburu-buru. Kulanjutkan dengan membuatnya terbaring di bawahku, aku mencicipi dan menikmati setiap lekuk tubuhnya. Hingga tiba saat aku memasukkan milikku kedalam miliknya. Dia menjerit kesakitan saat aku menusuknya dengan milikku, dia berdarah dan kuambil tisu untuk membersihkan cairan merah kental itu lalu kembali kulanjutkan dan kembali menyatu dengan Selfi.

Malam ini adalah malam yang tak akan pernah kulupakan seumur hidup. Malam yang penuh akan nikmat yang menyesatkan. Malam yang membuatku berdosa. Dosa yang sangat besar dan menjadi salah satu kebusukan dan keburukanku sebagai orang yang berpendidikan. Aku sekali lagi mencoreng nama baik Mahasiswa. Merusak citraku sebagai seorang aktivis dan jurnalis. Meskipun orang-orang tidak mengetahuinya aku tetap merasa malu, malu kepada diriku sendiri yang menjadi seorang perusak anak orang. Aku sungguh kotor dan penuh akan dosa dan penyesalan. sejak malam itu aku mulai sering bermalam di kosan Selfi dan berhubungan intim dengannya. Kami berhubungan sekitar tiga hingga empat kali dalam seminggu. Aku mulai kecanduan dengan seks secara langsung dibanding dengan bermain-main dengan tanganku sendiri.

***