"Aku keluar dulu. Tomi akan ke sini menggantikanku. Jangan bertingkah di hadapannya. Dia juga tidak akan segan-segan mengasarimu jika kau membuat dia kesal," ujar pria itu. "Dan ... namaku Tama. Sepertinya tidak masalah jika kau mengetahui nama kami. Mengingat sebentar lagi kau pun akan mati." Setelah berkata seperti itu, pria itu pergi meninggalkan ruangan tempat aku disekap.
Tidak berselang lama, pria yang paling kasar dari ketiga penculikku—Tomi, memasuki ruangan ini. Dia menyeringai padaku. Di jarinya terselip sebatang rokok. Namun, tidak seperti sebelumnya yang selalu tak mengacuhkan keberadaanku, kali ini dia berjalan menghampiriku. Tangan kirinya masuk di saku celananya.
Dia berlutut di hadapanku, kemudian dengan santainya mengisap rokoknya dan mengembuskan asapnya ke wajahku. Aku terbatuk-batuk, meski suara batukku teredam oleh lakban yang menutupi mulutku.