"Lepaskan aku, Siena," ujar Bang Ares—suaranya gemetar.
Aku menggeleng. "Nggak," tolakku keras kepala.
Bang Ares menghela napas. "Apa maumu?"
Aku terisak. "Jangan pergi. Jangan tinggalkan kami. Kalau kau berniat pergi, bawa kami semua bersamamu. Kami akan mengikutimu ke mana pun kau pergi."
Tiba-tiba, Bang Ares berbalik. Jemarinya mencengkeram rahangku, menekannya dengan begitu kuat. Aku merintih, tetapi Bang Ares tidak menghiraukanku. Matanya menyala-nyala.
"Kenapa kau keras kepala sekali, Siena? Kau membuatku gila. Cintamu menjadikanku pria tak bermoral sehingga meniduri istri sahabatku sendiri," geramnya. Kemudian, Bang Ares memagut bibirku dengan kasar dan rakus. Tangannya menyingkap gaun tidurku, kemudian mengusap perutku dengan begitu lembut.
"Kau membuatku gila," gumamnya dengan bibir kami masih saling menempel. "Bagaimana aku bisa meninggalkanmu jika kau terus menerus menangis dan memohon seperti ini?"