Sebelumnya,, Put selaku author pengen minta maaf jika cerita ini nantinya membosankan dan banyak typo nya... Tapi Put akan selalu berusaha untuk membuat kalian senang.. 🥰🥰🥰
Selamat membaca ya...
Jangan lupa vote dan coment setelah membaca..
Put sayang kalian.. 😘😘
Happy reading...
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~^^
Dalam derasnya hujan, seorang pria berjalan tertatih-tatih di jalan setapak yang berlumpur. Sesekali ia menoleh ke belakang untuk memastikan tidak ada yang mengikutinya. Ia mendekap erat sebuah bungkusan dalam pelukannya. Kondisinya benar-benar memprihatinkan dengan luka sayatan di sekujur tubuhnya.
"Kumohon,, bertahanlah, Nak!!" bisiknya lirih hampir tak terdengar. Ia menghela nafas lega saat langkahnya memasuki sebuah jalan besar. Ia berhenti di salah satu pohon besar yang tumbuh di pinggiran jalan itu.
"Apa yang terjadi dengan kalian? Mana Natalie? " tanya seseorang yang berlari menghampiri mereka.
"Kami diserang, Ndra. Dan sama sekali tanpa persiapan apapun. Natalie dan yang lainnya tak bisa kuselamatkan. Hanya dia yang masih mampu kutolong. Akupun bahkan sudah tidak sanggup lagi untuk bertahan," kata pria itu menyerahkan bungkusan sarungnya. Tampak seorang bayi yang sedang terlelap damai dalam bungkusan itu.
"Ya Tuhan.. Bagaimana mereka bisa menemukan tempat kita?? Lalu?? Apa yang harus kulakukan sekarang??" tanya orang itu mengerutkan keningnya.
"Bawalah dia ke desa di ujung bukit Timur. Titipkan ia di salah satu warga fi sana. Aku akan kembali ke klan untuk menyembuhkan luka-lukaku. Aku tak mungkin membawanya bersamaku. Ia adalah manusia dan tidak memiliki apapun yang kuturunkan selain sebagian darahku. Bisa-bisa ketua akan membunuhnya jika diketahui bahwa dia tak berguna untuk klan," jelas pria itu.
Setelah menyampaikan pesannya dan dijawab dengan anggukan oleh Andra, ia pun menghilang bersama angin kencang yang berhembus dalam pekatnya malam.
Andra melanjutkan perjalanannya menuju desa yang berada di ujung Timur. Hujan yang tadinya deras pun kini telah tergantikan dengan tetesan-tetesan kecil yang mulai jatuh dengan perlahan. Ditatapnya bayi yang kini berada dalam rengkuhannya.
"Betapa malangnya nasib anak ini, Ya Tuhan. Semoga kebahagiaan dan keselamatan selalu mendampingi dimanapun kamu berada," kata Andra sembari membuka rantai kalung dari lehernya dan memasangnya di leher bayi itu. Ia pun melanjutkan langkahnya.
Cahaya matahari perlahan-lahan mulai menelisik diantara celah pepohonan. Dedaunan nampak masih meneteskan sisa-sisa air hujan yang telah berhenti turun sejak fajar menyingsing. Andra merentangkan tangannya yang terasa kaku.
"Selamat pagi, cantik. Ayo kita lanjutkan perjalanan, sebentar lagi kita sampai," kata Andra tersenyum sembari mengelus pipi bayi yang berbaring di pangkuannya lengkap dengan sarung pembungkusnya. Ia meraih bayi itu dalam gendongannya kemudian bangkit dari duduknya. Dapat dirasakan nyeri pada kedua kakinya akibat tidur dalam posisi duduk. Setelah nyerinya berkurang, ia pun kembali berjalan menyusuri jalan kerikil yang telah sebagian ditempuhnya semalam.
Andra menghentikan langkahnya saat netranya menampakkan sebuah desa di lereng bukit. Beberapa rumah sederhana terlihat berjejer dengan rapi. Orang-orang pun tampak berlalu lalang melakukan aktivitas paginya masing-masing. Senyumnya pun terbit dan membuat semangatnya kembali karena telah tiba di desa tujuan. Disusurinya pinggiran sungai yang dipenuhi batu-batu besar yang mengarah ke desa itu. Setibanya di sana, banyak orang-orang menatapnya dengan pandangan heran. Tiba-tiba seorang petani yang sedang mengairi sawah menghentikan kegiatannya dan menghampirinya.
"Ada yang bisa saya bantu, dek?" tanya petani itu menanggalkan topi kerucutnya. Andra tersenyum canggung sembari menggaruk tengkuknya.
"Maaf, pak. Saya adalah seorang pemburu dan semalam saya tersesat di gunung sana," kata Andra menunjukkan gunung di sebelah barat yang kemudian dibalas dengan anggukan pak tani itu.
"Gunung itu memang sering menyesatkan pemburu yang masuk di sana. Tetapi kalau boleh tau, adek ini hendak pulang ke mana?" tanya pak tani itu lagi.
"Saya tinggal di Harapan Jaya, pak."
"Kebetulan desa ini tak jauh dari tempat itu. Teruslah berjalan ke arah Timur. Nanti adek akan sampai di jalan utama, naiklah angkutan di sana dan katakan tujuan adek pada sopirnya," jelas petani itu sembari tersenyum.
"Tapi, pak. Apakah di desa ini ada panti asuhan atau semacamnya yang menjadi tempat mengasuh anak-anak tanpa keluarga?" tanya Andra dengan hati-hati. Ia takut jika pertanyaannya itu mengundang kecurigaan nantinya. Dan firasatnya benar, senyuman petani itu hilang digantikan kerutan di dahinya.
"Maaf sebelumnya, pak. Saya akan jelaskan intinya agar bapak tidak salah paham kepada saya. Semalam saya menemukannya di dalam hutan di bawah pepohonan dan saya tidak tahu siapa yang tega meninggalkannya di sana. Jadi saya membawanya serta ketika mencoba keluar dari hutan. Tapi saya tidak mungkin juga membawa dia pulang ke rumah saya. Saya masih bujang, akan menjadi omongan jika seseorang seperti saya mengasuh seorang bayi," jelas Andra sedikit cemas jika petani di hadapannya ini tidak mempercayainya.
"Ya Tuhan. Siapa nian yang tega berbuat seperti itu? Begini saja, dek. Biarkan saya dan istri saya yang merawatnya. Kebetulan kami hanya tinggal berdua dan tidak memiliki anak. Kalau tidak keberatan, mari ikut saya ke rumah," kata petani itu terlihat begitu bahagia. Andra tersenyum dan menganggukkan kepalanya. Ia pun mengikuti petani tersebut menuju rumahnya.
"Bu... Ibu... Kemarilah...," teriak petani itu ketika tiba di salah satu rumah sederhana. Seorang wanita paruh baya berlari menghampirinya.
"Loh, pak. Kok jam segini sudah pulang??" tanya wanita itu heran. Ia mengalihkan tatapannya pada Andra dan tampak meminta penjelasan pada suaminya.
"Nanti biar bapak yang jelaskan, bu."
"Kalau begitu, saya pamit, pak. Saya takut keluarga saya mencari. Ini saya serahkan ke bapak. Tolong dirawat dan disayangi. Saya sangat berterima kasih atas kebaikan bapak. Kalau ada kesempatan, saya pasti akan berkunjung," kata Andra menyerahkan bungkusan di tangannya kepada petani itu.
"Iya, dek. Hati-hati di jalan," kata petani itu. Andra pun melangkah meninggalkan sepasang suami istri itu.
"Ada apa sebenarnya ini, pak? Dan ini apa??? Astaga, pak.. Bayi siapa ini, pak?" tanya istrinya itu terkejut saat melihat bungkusan yang digendong suaminya.
"Ayo, bu. Kita masuk dulu, nanti saja bapak jelaskan di dalam."
Mereka pun masuk ke dalam rumah dan petani itu mulai menceritakan kejadian yang sangat tidak diduganya itu kepada istrinya. Istrinya itu menangis terharu dan mengucapkan beribu rasa syukur. Ditimangnya bayi perempuan itu, dicium kedua pipinya. Bayi cantik dengan mata seindah zamrud itu tersenyum seolah menyapanya.
"Semoga hidupmu akan baik di sini. Akan kutemui dirimu jika waktunya tiba," bathin Andra yang masih mengawasi kediaman mereka sebelum akhirnya menghilang.
Sementara itu, di tempat lain seorang pria tengah melamun mengenang nasibnya seolah bagai mimpi buruk yang tak pernah di harapkannya. Masih terlihat beberapa luka di wajahnya yang putih meskipun beberapa telah mengering. Ia mengingat kembali bagaimana istrinya menghembuskan nafas terakhirnya di hadapannya. Teringat pula bagaimana musuh-musuhnya tertawa puas karena telah berhasil membantai keluarganya.
"Akan kubalaskan dendammu pada mereka, Natalie. Maafkan aku karena tidak bisa menyelamatkanmu. Di pertarungan nanti, klan kita yang akan menang dan menghancurkan mereka. Aku janji," kata pria itu mengepalkan kedua tangannya erat.
~~~ TBC ~~~
#Putrii_Kelinci