Kehidupan kampus bagi sebagian orang menganggap menyenangkan, mendapatkan teman-teman baru, melakukan hal gila, bercanda tawa seolah tidak ada beban sedikitpun. Tapi bagi Nadya kampus adalah tempat penuh dengan kekecewaan, menyedihkan bahkan sampai sekarang semester enam ia tidak memiliki teman yang sungguh-sungguh ingin berteman dengannya, lebih-lebih memanfaatkan nya untuk sekedar membantu menyelesaikan tugas.
"Huh, langit gelap sepertinya akan turun hujan". gumam hatinya, sembari melihat ke langit berwarna gelap dan siap menumpahkan airnya.
Ia melihat ada seorang laki-laki sedang berdiri menunggu atau berteduh karena langit akan turun hujan di pelataran gedung kampus tidak jauh dari posisi nya.
Keesokkan harinya tepat tanggal dua belas maret ia telah dijodohkan oleh sosok yang dipanggil paman tanpa sepengetahuan nya, tidak tahu siapa yang akan menjadi suami nya nanti bahkan nama pun tidak tahu. Nadya tidak bisa menolak karena bisa seperti ini dan berkuliah, tidak lepas dari jasa dan kerja keras pamannya. Jangankan berpacaran, mengobrol dengan laki-laki aja hal yang langka baginya, kecuali ada tugas kelompok.
Satu bulan berlalu....
Tanggal dua belas April, ikatan sakral di ucapkan dengan lantang oleh seorang laki-laki bernama Revan Putra Kusumanegara. Mulai saat itu ia telah sah berstatus menjadi istri dan ternyata satu kampus dengannya tapi tidak pernah bertemu terlebih saling sapa. Mungkin karena mereka berbeda kelas atau bahkan berbeda jurusan atau Nadya yang telalu menutupi dirinya bergaul dengan orang lain.
Tidak seperti dibayangan Nadya, di balik tampang manis dan diam nya Revan ia melihat ada kekecewaan yang amat pada rautnya. Mungkinkah laki-laki itu tidak menyukai pernikahan ini, Revan tipikal laki-laki cuek namun penyayang terutama sama ibu nya tercinta.
brummm...
Suara mobil yang membawa Nadya menjauh dari tempat pernikahan dilaksanakan menuju rumah mertuanya. Sepatah kata pun tidak terucap dari mulut mereka berdua hingga tiba di rumah besar yang akan Nadya tinggali. Jantungnya berasa ingin keluar setelah ia membayangkan apa yang akan terjadi nanti malam.
"Hei wanita. Apa kau senang dengan pernikahan ini?" dengan nada membentak Revan mengatakannya di dalam kamar, dimana kamar tersebut memang disediakan untuk mereka berdua.
"Jujur aku tidak suka dan tidak pernah menginginkan pernikahan ini jikalau papaku tidak memintanya" ucap pria itu tanpa melihat Nadya yang sedang berdiri menundukkan kepalanya.
"Ma-maafkan aku. Aku juga tidak tahu masalah ini" Nadya terbata sambil meremas baju yang ia pakai.
"Tidak usah meminta maaf, maaf itu sudah tidak ada artinya sekarang" Revan langsung membalas perkataan Nadya.
Langit semakin gelap menunjukkan datangnya malam, setelah berberes dari pakaian pernikahan mereka tidur terpisah, Revan sebenarnya orang yang tidak tegaan, ia menyuruh Nadya tidur di kasur biarkan dirinya saja di sofa.