"Aku ingin bermain. Tidak boleh kah?" Aku berbalik dan menatap kak Alan lekat-lekat. Aku bahkan mulai berani mengalungkan tanganku di lehernya yang jauh lebih tinggi dariku.
Dadaku bergesekan dengan tubuh liat kak Alan. Ia mengecup bibirku lembut. Tangannya yang semula di pinggangku mulai turun dan meremas bokongku gemas. kami masih berdiri di balkon yang terbuka dengan semilir angin.
"Tidak sayang. Kita bermain di kamar saja" aku mendengar suara bariton kak Alan berbisik seduktif di telingaku. Aku menahan napas jengah karena tangannya mulai bergerilya di tubuh mungilku.
"Aku ingin bermain di luar"
Aku bingung kenapa suaraku berubah seperti desahan. Aku heran dengan diriku sendiri ketika keinginan dan ucapan tidak sejalan. Pikiran dan hati kecil tidak beriringan. Nyatanya aku menyambut ciuman kak Alan yang memabukkan.