Jika semuanya berjalan dengan baik, dia bahkan mungkin akan menaikkan bendera gadis desa Nadin juga.
"Baiklah, benderanya … tidak, untuk menyelamatkan desa, aku akan dengan senang hati membagikan obatnya. Juga, tidak keberatan dengan uangnya, tetapi sebagai imbalannya, saya ingin tinggal di desa ini ".
"Eh...!!!!?"
Nadin sangat terkejut dengan usulan Tama.
Sejauh yang dia tahu, barang-barang yang disebut obat-obatan itu menghabiskan banyak uang untuk didapatkan.
Fakta bahwa ia hanya meminta untuk tinggal di desa, lalu menawarkan obat-obatan secara gratis adalah sesuatu yang meragukan.
"B, tapi, dengan tidak menerima imbalan uang, meskipun aku adalah orang yang menanyakannya padamu, apakah itu tidak apa-apa denganmu, tuan Tama,?"
"Ya, bagiku hidup jauh lebih penting daripada uang, keselamatan warga desa jauh lebih penting ketimbang imbalan uang,".
Nadin lantas memandang Tama, yang memberikan jawaban yang benar-benar tidak bisa disebut kata-kata bunga tidak peduli bagaimana kamu mengatakannya, dengan pandangan tercengang.
Melihat Nadin memandangi nya seperti itu, membuat Tama berpikir "Oh tidak, jawaban itu tadi terlalu teduh bukan?", Berkeringat deras.
"Sungguh …. Apakah saya tetap bisa percaya pada Anda? "
"O, tentu saja. Serahkan pada saya ", jawab Tama kepada Nadin yang bertanya dengan suara bergetar, dan sekali lagi, sedikit demi sedikit, air mata muncul di matanya.
Kemudian, jejak air mata mengalir di wajahnya, dan mengangkat suaranya dengan keras, dia menangis seperti anak kecil.
"Jadi, maaf, aku sangat lega dengan jawaban tuan Tama,".
"Tidak, tidak, sudah tidak sulit bukan? Ini seperti memotong tali yang tegang,!!".
Setelah Nadin yang terisak-isak sudah agak tenang, Tama lantas berdiri dengan berucap "baiklah kalau begitu ...."
Sekarang dia tahu ada orang-orang yang sekarat karena kekurangan gizi, bukan waktunya untuk tertawa.
"Saya akan kembali ke negara saya sekarang untuk minum obat, saya pasti akan kembali besok pagi,".
"Eh...!?"
Nadin terkejut dengan pernyataan Tama yang mengatakan hal seperti itu.
Sejauh yang dia tahu, berjalan di malam hari di wilayah asing tanpa cahaya sama saja dengan bunuh diri.
Di satu sudut pikirannya, dia berpikir bahwa jika itu Tama, dia mungkin memiliki beberapa alat penerangan yang mahal, tetapi bagi seorang pedagang yang akhirnya mencapai desa ini setelah kehilangan jalan untuk berangkat di tengah malam, bahkan jika itu menuju ke negara tempat dia berasal, tidak seperti di siang hari dia pasti akan tersesat, dan mungkin diserang oleh binatang atau bandit.
"Sekarang juga? Tapi bukannya matahari akan terbenam? Jalanan sangat berbahaya di malam hari, bagaimana jika agak pagi besok…. Tapi sekali lagi, perjalanan ke pos pemeriksaan perbatasan ke Romessa dari sini membutuhkan kurang lebih setidaknya 4 hari perjalanan, tidak peduli seberapa cepat Anda berjalan ataupun naik kuda,"
Melihat Nadin yang mengkhawatirkan keselamatannya, membuat Tama menggelengkan kepalanya.
Tampaknya Nadin salah mengira bahwa Tama berasal dari negara Romessa, tetapi berjalan kaki dari sini ke negaranya Indonesia hanya akan memakan waktu 15 menit.
Dia juga telah menandai pohon-pohon di hutan tempat dia melewatinya, dan dia tidak harus berjalan jauh ke dalam hutan.
"Yah, jika aku menunda perjalanan ku, maka seseorang mungkin akan mati, jika itu terjadi tidak peduli bagaimana aku pasti akan merasa sedih, dan membuat warga desa akan berduka.... Juga, saya tidak berasal dari negara itu. Saya bisa pergi ke sana dan kembali dalam setengah hari, dan juga ....".
Tama mengeluarkan senter dari tas travelnya, lalu dia menjentikkan sakelar.
"Eh !?"
"Bahkan jika jalan diluar gelap, aku dapat ini menggunakan ini untuk menerangi jalanku".
Sementara Nadin masih tercengang oleh cahaya yang kuat dari lampu senter, Tama berkata "Baiklah, sampai jumpa besok", dia lantas berjalan dan meninggalkan ruangan.
"Nah, apakah ada supermarket 24 jam di dekat rumah?"
Di tengah hutan gelap tempat matahari terbenam, Tama sedang mencari tanda-tanda yang dia buat ketika dia datang menggunakan lampu senter miliknya, sambil berlari dengan tas travel di tangannya.
Karena itu tidak terlalu jauh untuk memulai, setelah hanya 2 menit dia sudah berada di lorong batu beraspal.
"'Permisi, numpang lewat..."
Dia menyapa kerangka yang hancur di sudut lorong seperti biasa dan melintasi portal menuju ke dunia aslinya.
Segera setelah dia memastikan pemandangan di sekitarnya telah berubah, Tama lantas pergi ke luar kediaman miliknya dan naik mobilnya menuju kearah supermarket terdekat.
"Mari kita lihat, supermarket terdekat adalah … 40 km dari sini, ya. Itu supermarket yang paling dekat,".
Sambil mendesah dan menggerutu, Tama menyalakan mobilnya dan mengendarai mobilnya menuju supermarket yang berjarak 40 km di mana ia bisa membeli Hemaviton-plus dan bahan makanan lainnya.
Tak lama kemudian Tama telah sampai di supermarket terdekat, dia lalu mencari parkiran untuk memarkir mobilnya, lalu turun dan bergegas masuk kedalam supermarket.
Tama lalu mengambil kereta belanja lalu mengelilingi lorong-lorong supermarket sambil melihat apa-apa saja yang dia perlukan selain Hemaviton-plus.
"50 penduduk desa sakit, seluruh desa kekurangan gizi. Juga, ada bayi yang ibunya tidak mampu memberikan AS … nasi dan makanan kaleng, dan juga susu bubuk. Coba lihat, berapa yang harus saya beli ".
Tama akhirnya menyadari jumlah makanan mengerikan yang harus dia beli sambil mendorong kereta belanja di supermarket sambil berpikir.
"Tunggu sebentar, aku akan membawakan mereka nasi, tetapi bagaimana jika tidak ada air,..?!? Jika saya tidak salah ingat, desa hanya mengalami kekeringan bukan,..?!? Saya pikir air yang mereka miliki hanya cukup untuk mereka minum, tetapi apakah mereka punya cukup persediaan air untuk memasak nasi,.?!?"
Sudah terlambat untuk menyesal tidak meninggalkan desa setelah mendengar tentang situasi desa dari Nadin.
Setelah memikirkan banyak hal sambil mendorong kereta belanja, pada akhirnya ia membeli beras yang tidak perlu dicuci lagi sebanyak 100 kg, garam 20 kg, buah plum kering 5 kg, 400 botol Hemaviton-plus (semua stok tersisa di toko), 10 kaleng susu bubuk, 10 liter air (untuk digunakan dengan susu bubuk kalau-kalau airnya terlalu kotor), dan 60 kaleng buah kesemek kalengan (nenek bilang makan kesemek sangat berkhasiat ketika Anda sakit).
Jika tidak ada air, dia akan memberi penduduk desa Hemaviton-plus untuk makanan sementara, dan dia akan membawa air dalam tangki galon nanti.
Setelah selesai memilih barang untuk kebutuhan desa, Tama lalu bergegas menuju kasir untuk membayarnya, ketika barang-barang sedang dicek oleh kasir yang merupakan seorang gadis, gadis itu lantas berkata "apakah ini untuk makanan darurat,?!?", Dan dia mengangguk dengan jujur.
"Obat-obatan yang saya bawa dari apartemen tidak cukup, apotek terdekat juga sudah tutup,"
Total belanjaan sekitar beberapa puluh juta, Tama lantas mengeluarkan kredit card miliknya untuk membayar total belanjanya. Dia adalah seorang milyuner jadi puluhan juta tidak berarti apa-apa buatnya.
Setelah selesai membayar, Tama lalu memasukkan belanjanya kedalam mobil yang dibantu oleh kurir supermarket. Tama lalu menyalakan mobil setelah semua barang belanjaan masuk kedalam mobil, tak lupa memberi tip kepada kurir supermarket.
Tama lalu meninggalkan supermarket dan kembali menuju villa miliknya, dia mengerang saat mengendarai mobil yang beratnya hampir 150 kg.
Sekarang pukul 9:30 malam.
Mengemudi dengan kecepatan aman 40 km / jam di sepanjang jalan gunung, ia tiba di supermarket pada jam 8 malam.
Ada 20 pil yang tersisa dari antasida dan obat penghilang rasa sakit yang saya berikan kepada kepala desa, tetapi karena didesa saat ini ada 50 orang sakit, jumlahnya tidak cukup.
Tetapi sekali lagi, antasida untuk maag saja, dan meskipun obat penghilang rasa sakit antipiretik, yang paling berkhasiat dalam menyembuhkan penyakitnya adalah minuman energi Hemaviton-plus.
Jika sebagian besar warga desa melemah karena kekurangan gizi, maka harusnya saya bisa menyembuhkan mereka hanya dengan Hemaviton-plus.
"Saya pikir,!!! saya bisa memberikan obat-obatan itu hanya yang sangat membutuhkan saja, misal mereka yang demamnya tinggi atau yang merasa sangat kesakitan, jika itu membuat saya bisa menyelamatkan hidup mereka, jadi untuk saat ini saya akan melakukan hal itu,..".
Berkompromi seperti itu untuk saat ini, Tama lalu melanjutkan ke jalan gunung yang gelap.
Mengemudi sambil melihat rumah-rumah pertanian yang menghiasi pemandangan, tiba-tiba Tama menyadari sesuatu yang penting dan berteriak, "Ah, sial!"
"Bagaimana saya bisa membawa barang sebanyak ini sampai ke desa … Saya tidak mungkin membawa mobil ke dalam rumah,.".