'10 menit kalian harus kembali.'
Empat orang gadis lari terbirit-birit masuk ke dalam perpustakaan, mereka semakin mempercepat lari mereka saat mengingat dan membayangkan wajah gurunya yang menggeram saat mereka meninggalkan tugas Kimia yang jelas-jelas harus dikumpulkan hari ini.
"Eh ... buku Kimia yang dimaksud pak Gio yang mana, sih?" tanya salah satu dari keempat gadis tersebut.
"Mana gue toa," sambut gadis cantik dengan rambut yang terurai begitu saja menambah kesan kecantikannya.
"Tau Citra tau, bukan toa. Lo ngomong gak ada benernya," seru gadis yang bernama Devi.
Yang dipanggil Citra hanya tersenyum manis, "Gue tau kali, santai beb santai."
"Santai sih santai, kalau lo mau dihukum sama pak Gio yah sendiri aja. Gak usah ngajak," seru Alin yang melihat pertingkaian kedua sahabatnya.
"udah-udah, daripada ribut hal yang gak berfaedah cepetan mencar cari buku Kimianya."
"siap buk Via," ucap ketiga gadis itu serempak dengan tangan membentuk seperti orang hormat.
Keempatnya mulai berpencar ke seluruh penjuru Perpustakaan, mereka membuka satu persatu buku. Demi apapun saat ini keempat gadis itu sedang mengomel tidak karuan.
"Coba aja pagi tadi gue gak bangun kesiangan, pasti gak ngerasain rasa apes," Keluh Alin.
"Tau tuh, andai aja gue tadi malam gue gak ngikutin akal-akalan si Citra. Pasti gue gak bangun telat dan kelupaan sama semuanya," sambut Devi.
"Udah tadi malam gue dimarahin bokap sekarang dimarahin pak Gio. Nasib-nasib," ucap Via.
Citra yang mendengar itu mendengus kesal, kenapa di saat seperti ini ketiga sahabatnya masih sempat menyalahkan dirinya. Padahal ini bukan semua salahnya.
"Lo pada kenapa pada nyalahin gue sih, kan lo sendiri yang mau ikut sama gue tadi malam."
Citra mendengus kesal dan kembali mencari objek pertama tujuan mereka ke perpustakaan. Ketiga sahabatnya tidak menggubris ucapan Citra, sekarang mereka hanya fokus pada tumpukan buku yang ada di depan mereka.
"Yei ... gue nemu," ucap Devi girang.
"Akhirnya gue nemu juga," ucap Via dan Alin serempak.
"Kok bisa barengan?" tanya Devi.
sedangkan yang ditanya hanya mengedikkan bahu acuh, mereka menatap Citra yang masih sibuk menyibak buku satu persatu.
"Cepetan Cit," ucap Alin.
"Sabar napa sih," kesal Citra.
Ketiga gadis itu meninggalkan Citra menuju meja daftar peminjaman.
"Akhirnya ketemu juga," ucap Citra pelan.
Dia mengusap buku tersebut menggunakan tangannya untuk menghilangkan debu yang memenuhi buku tersebut.
"Kayaknya udah lama gak ada yang minjam nih, kotor banget."
Citra melangkah menuju tempat teman-temannya.
"Citra ... cepetan," ucap Via.
"Iya iya ini gue udah ne--" ucapan Citra terhenti saat selembar kertas terjatuh dari buku yang dibawanya ke lantai.
Dia berjongkok dan mengambil kertas tersebut.
"Peta? Kok bisa ada peta sih dalam buku ini," ucap Citra pelan.
Dahinya mengkerut memikirkan siapa pemilik peta tersebut. Tapi baginya itu tidak penting di keadaan seperti sekarang, yang terpenting dia beserta sahabatnya tiga dihukum oleh pak Gio.
"Ayo cepetan," ucap Citra mengajak ketiga sahabatnya masuk ke kelas.
Keempat gadis tersebut menulusuri koridor sekolahnya untuk menuju kelas mereka. Mereka menghela nafas kasar saat melihat kelas sudah kosong.
"Pada kemana anak-anak?" tanya Via.
"Gak tau, pak Gio juga gak ada." Devi menduduki bokongnya pada kursi.
"Ke labor kali," ucap Citra berjalan menuju mejanya. Dia mengeluarkan peta yang dia dapati tadi dan di bentangnya di atas meja.
Alin menyenggol kedua sahabatnya.
"Tuh anak lihatin apa sih? kok fokus amat," ucap Alin mampu membuat kedua sahabatnya menoleh pada Citra.
"Lo ngapain Cit?" tanya Via.
"Hmm ... kalian sini deh," ucap Citra.
"Ada apa?" tanya ketiganya mendekat pada Citra.
"Coba lihat ini," tunjuk Citra.
Dahi ketiga sahabatnya mengkerut, mereka mengambil kursi dan duduk melingkari meja Citra.
"Jadi gini ...." Citra menceritakan prihal dari pertama dia menemukan peta tersebut.
"Terus lo mau apain ni peta?" tanya Via malas.
"Tau, palingan peta yang pernah minjam buku ini. Kirain ada apaan," kesal Alin.
"Tapi bentar deh, coba kalian lihat petanya. Di tengah peta ini ada lambang seperti danau," ucap Devi menunjuk ke arah peta menggunakan jarinya.
"Lo gak penasaran gitu ama ni peta?" tanya Citra.
"Gak," jawab Via dan Alin.
"Kalau lo Dev?" tanya Citra lagi.
Devi mengkerut dan mengangguk.
"Gue sedikit penasaran sih, tapi gak terlalu penting deh kayaknya." Citra mendengus kesal saat mendengar jawaban ketiga sahabatnya.
"Gue penasaran banget sama ni peta, siapa sih yang ninggalin ni peta di dalam buku. Apa kalian gak pernah dengar cerita yang menceritakan tentang sebuah tempat penyimpanan emas hasil perampokan, apa jangan-jangan ...."
Belum sempat Citra menyelesaikan ucapannya, kepalanya lebih dulu menjadi sasaran oleh ketiga sahabatnya.
"Lo ogeb atau apa sih, itu cuma dunia hayalan. Mana ada yang kenyataan," kesal Alin.
"Lo jangan asal ngomong, siapa tau cerita itu beneran. Apalagi gue pernah dengar cerita tentang pertualangan seorang cewek yang menemui dunia berbeda yang sangat diimpikan oleh orang lain," ucap Citra meletakkan jarinya pada dagu.
"Lo ngomong apaan sih," ucap Via geram saat mendengar ucapan sahabatnya.
"Bentar deh Vi, gue pernah dengar sih tapi gue gak yakin itu real." Devi ikut memikirkan.
"Lo berdua sama aja," keluh Alin yang diangguki Via.
Keempat gadis tersebut terdiam, mereka sibuk dengan urusan masing-masing. Sedangkan Citra masih menatap kertas tersebut, entah kenapa dirinya ingin sekali mengetahui isi peta tersebut.
Jiwanya seakan meronta ingin sekali mengetahui tempat yang ada di peta tersebut.
"Lo pada bantuin gue cari informasi tentang peta ini ya," ucap Citra.
"Malas," sahut Alin.
"Sama gue juga malas," sambut Alin.
Citra menatap Devi, tinggal gadis itu yang belum menjawab. Citra tau sahabatnya yang satu ini jiwa keingintahunya tinggi.
"Gue sih penasaran sebenarnya, tapi gue gak jamin bisa nemuin tempat dari peta itu. Gue rasa lu lupain aja deh, mungkin itu cuma peta bohongan." Citra menghembus nafas kesal.
"Ayolah Dev, bantuin gue."
"Lo kenapa yakin banget sih kalau lokasi yang ada di peta itu benar-benar ada?" tanya Alin.
"Entah kenapa hati gue pas nemu peta ini, ngerasa kalau lokasi di peta ini benar-benar ada. Please tolongin gue ya," ucap Citra.
"Gimana ya?" ucap Via.
ketiga gadis tersebut akhirnya mengangguk membuat Citra berlonjak senang. Mereka keempat sebenarnya mempunyai jiwa petualang yang kuat, tapi rasa malas membuat mereka enggan untuk mencari informasi.
"Maaf kak mengganggu, kakak berempat dipanggil pak Gio dalam ruangannya." keempat gadis tersebut menoleh ke arah pintu menemukan adik kelasnya.
"Emang ada apa?" tanya Citra.
"Gak tau kak," ucap adik kelasnya.
"oke terimakasih," ucap Alin.