Setelah mengamati sekeliling kamar Anya yang serba bernuansa warna putih dan lilac dengan takjub, Artha menemukan satu bingkai foto seukuran buku tulis di atas meja rias. Berisi foto keluarga Anya yang masih sangat belia bersama Bang Sultan, Ayah dan mendiang ibunya.
Memandang sosok Anya yang tampak polos dengan poninya dan bahagia dalam bingkai foto itu, Artha tersenyum jahil dan tidak tahan lagi untuk membidiknya dengan kamera ponselnya. Artha berniat akan memperlihatkannya pada Anya jika mereka bertemu nanti. Membayangkan reaksi Anya setelah melihatnya nanti, Artha terkekeh geli.
Ia lalu beralih duduk di tepi ranjang Anya, menyilangkan kedua kakinya yang terjulur sambil menatap langit-langit kamar. Tidak menyangka sebelumnya jika akhirnya ia menjadi suami Anya melalui jalur kilat seperti ini. Padahal rencananya, pernikahan mereka baru akan diadakan sekitar dua atau tiga bulan lagi.