Chereads / After The Third / Chapter 2 - Ekstraterestrial.

Chapter 2 - Ekstraterestrial.

"Sometime even to live is an fact on courage."

—Seneca

Jalan Merdeka

Bandung

Tak ada lagi tempat aman.

Diara berlari di antara gedung-gedung runtuh, mencengkram senapan hitam sambil fokus ke jalan gelap di depan. Jantungnya berpacu saat lampu dari atas menyorotnya. Dia pun menukik keluar dari sorot lampu dan masuk ke sisa gedung.

Di dalam sini agak gelap, cahaya hanya datang dari langit malam di lubang atap.Dinding kelabu mengelilingi Diara, terlihat lubang-Iubang bekas peluru serta noda gosong di beberopa bagian. Rongsokan sisa mebel serta pecahan kaca nampak berserakan di lantai.

Dia melompati tiang kayu yang melintang di jalan. Kemudian bersandar ke dinding yang dipenuhi lubang peluru. Di luar, terdengar derung mesin seiring lampu menyorot dari atas.Bolak-balik menyinari jalan, melawan gelap untuk mencarinya.

"Prama, kau di mana sih?" bisiknya,terengah.

"Oh tidak, aku akan mati."

Dar! Peluru berjatuhan dari lubang

raksasa di atap. Dia merunduk berlari keluar. Melewati puing-puing di jalan dengan lincah.

Jet putih berbentuk segitiga menyorot Diara. Menembakkan garis-garis cahaya yang meledak di sekitarnya. Tote bag makanan miliknya tertembak, kaleng-kaleng pun berhamburan dan gosong

"Buzz sialan! Itu makanan kami untukseminggu!

Robot-robot putih setinggi dua meter ikut mengejar.Kepala mereka berupa besi bundar dengan mata menyala biru, ada antena pendek sebagai pengganti telinga. Tembakan terpasang di kedua pundak, mengarah ke depan.

"Ada droid segala,"

Zzp! Garis-garis cahaya meluncur dari

tembakan itu, meledak dekat kaki Diara.

Dia lompati puing lalu merunduk di balik mobil yg terbalik.

"Oke, ini darurat. " Dia menarik granatdari saku jaket, melepas pengaman dan berdiri.

"Hey, pantat kaleng!" Dia melemparnya.

Bam! Daratan bergetar sedikit. Dibalik asap, terlihat satu droid tergeletak tanpa kepala, listrik memercik dari lubang di lehernya. Diara nyengir tapi buzz terbang menembus asap, ke arahnya.

HT di pundak Diara berbunyi.

"Kau memakai granat?" kata laki-laki,cempreng.

"Yang pertama kau khawatirkan malah granat?!"

"Kau di mana?" balasnya, putus-putus.

Diara melihat papan jalan yang bengkok,bertuliskan HYATT.

"Aku melewati Hyatt! Mereka mengganggu sinyal kita!"

Di depan,sepasukan robot putih berlari di atas sepatu besi. Diara pun belok,menyusuri gang. Pagar kawat menghalangi ujungnyo. Dia menyelempang senapan, dengan cepat memanjat. Tangan dan kakinya begerak beraturan. Hap/ Melompat dan mendarat dibalik pagar, masuk jalan raya.

Matanya menelusur. Banyak gedung utuh di sini,salah satunya sebuah ruko, tepatnya restoran. Dia menyebrang jalan raya dan masuk dari lubang raksasa di dinding kaca.

Kaca menggores lengannya. Dia menjerit sedikit topi tetap berlari, membiarkan darah membasahi lengan jaket.

Dia melangkah di antara meja dan kursi yang bertebaran lalu melewati pintu dapur. Dia

menyalakan senter di atas senapan, menyinari

sekitar. Di sini luas, debu memenuhi lantai dan

atopnya bolong-bolong. Di samping ada kulkas

berikut kompor-kompor usang.

Nampaknya di sini aman, droid tok akan melihatnya. Dia pun menghela napas panjang.

Lalu berkeliling sambil menyenter.Matanya melotot menemukan lemaripanjang di depan. Di dalamnya ada sekaleng rootbeer kadaluarsa, sebotol kecop dan dua kaleng sarden berdebu.

"Waw, aku lupa kapan terakhir minum rootbee"

Diara tak sengaja melihat wajahnyadi cermin pintu lemari. Oval kuning langsat,

mengkilat oleh keringat. Menatap kedua mata

coklat, sebentuk almon dengan garis hitam di

bawahnya dan bibir berisinya yang kering. Lalu

ia mengusap rambut hitam sedadanya, lepek karena belum keramas.

Srrkl

Terdengar langkah di depan, di balik lemari. Diara langsung bergeser dan menyorot tapi hanya terlihat rak-rok kosong. Dia melangkah perlahan mendekati rak, tapi tak

ada apapun.

Tiba-tiba seseorang membekap Diara dari belakang. Menarik dan menguncinya dengan lengan kokoh. Tubuhnya pun menyentuh punggung Diara.

Sementara satu tangan menempelkan moncong pistol ke sisi kening Diara.

"Jatuhkan senapanmu, " kata suara bariton-dalam dan tenang. Tepat di depan telinga Diara.

"Jangan buat aku meminta dua kali."

Itu manusia. Remaja.