Di pagi hari ini langit terlihat cerah, seakan-akan semalam tak ada kejadian yang menghebohkan sekolah kami. Waktu baru menunjukkan pukul 05:45. Edie masih tertidur pulas di sofa. Terlihat senter diatas meja di samping sofa yang menunjukkan bahwa ia berjaga dan berkeliling asrama hingga larut. Karena setelah pukul 10 malam, lampu di dalam asrama semua akan padam.
Karena cuaca yang bagus, aku memutuskan untuk berjalan-jalan ke arah rumah kaca kami untuk berlatih sebentar sebelum kelas dimulai. Aku mengambil jaket Edie yang tergantung di dinding di dekat pintu dan memakainya sembari menuruni tangga asrama. Aku mampir ke kamarku untuk mengambil Grimoire milikku lalu melanjutkan jalanku keluar dari gedung asrama.
Aku menghirup dalam udara pagi sebelum berjalan ke rumah kaca. Masih membekas di kepalaku kekacauan semalam. Ditambah lagi, hal itu terjadi karena diriku. Seketika aku merasa membenci diriku sendiri.
Aku berjalan dengan perlahan ke rumah kaca, karena ingin menghirup lebih banyak udara pagi. Berharap hal yang kulakukan dapat membantu menenangkan pikiranku.
Tepat sebelum aku merapalkan mantra untuk membuka pintu rumah kaca, aku mendengar suara benda yang bertabrakan dengan air. Suara itu berasal dari arah danau yang dekat dengan rumah kaca. Aku menarik tanganku dari gagang pintu dan melangkah ke arah danau untuk memeriksa penyebab suara itu.
"Lux" kataku sembari melebarkan tanganku ke depan.
Di sekitar danau terlihat sangat gelap. Aku mulai menyusuri sekitaran danau. Aku berjalan sekitar 5 menit dan mendengar suara gemerisik dedaunan yang terinjak. Aku menoleh ke asal suara itu dan tanpa berpikir aku langsung berjalan ke asa suara itu dengan otomatis.
Aku melihat sepasang mata berwarna merah berjarak 3 langkah dari tempatku berdiri. Tanpa berpikir, aku melemparkan lux-ku kearahnya.
"Frederick?!" pekikku melihat wujud pemilik sepasang mata merah yang sebenarnya tidak merah sama sekali itu, bahkan terlalu biru langit.
"Anda hampir membunuh saya dengan bola apapun itu" kata Frederick.
"Lux" koreksiku.
"Maaf?" tanya Frederick tak mengerti.
"Bola tadi. Itu adalah Lux milik saya" jelasku.
"Wow. Itu sungguh menakjubkan" kata Frederick.
"Jadi, disini Putra Mahkota Kerajaan Vohln ditahan?" tanyaku dengan nada sedikit mengejek.
"Ya. Dari yang guru-guru nona bilang, seharusnya tak ada yang bisa mendekati danau ini" kata Frederick.
"Lalu apa yang saya lakukan disini?" tanyaku bingung.
"Bukankah seharusnya itu pertanyaan saya?" tanya Frederick.
"Sesuatu yang tidak bisa saya jelaskan" kataku tak mengerti.
"Mungkin di sekitar danau ini memang diberi mantra pelindung. Dan membuat danau ini terlihat lebih gelap dari tempat lain di hutan ini" kataku menatap sekitar danau di depanku.
"Izinkan saya" kataku melebarkan tanganku dan mengarahkannya ke atas.
"Veni et illumina tenebras lucem noctilucas sto ubi me" aku merapalkan sebuah mantra sembari menengadah ke atas.
Cahaya sihirku keluar dan membentuk sebuah bola yang sedikit lebih besar dari lux tetapi setelah aku mengepalkan tanganku, bola itu pecah dan pecahan-pecahan cahaya itu menempel di pohon dan tanah di sekitar kami berdua. Aku melirik Frederick yang terbeku melihatku. Buru-buru aku menurunkan tanganku dan menundukkan kepalaku karena malu.
"Saya menjadi tertarik dengan sihir yang nona miliki" kata Frederick.
Dengan otomatis aku mundur selangkah untuk menjaga jarak aman. Tetapi, bukan aman yang kudapatkan, tetapi aku hampir terjatuh karena kakiku menginjak sebuah batu yang membuatku kehilangan keseimbangan. Tetapi aku tak terjatuh, karena dengan sangat cepat Frederick menangkap tubuhku.
"Terkadang anda terlalu ceroboh untuk menjadi seorang penyihir yang hebat" kata Frederick yang sangat dekat denganku tertawa dengan sangat tampannya.
'Sial. Aku hampir melupakan bahwa Hybrid adalah setengah vampir. Ketampanannya benar-benar berbahaya untukku' pikirku.
"Benarkah?" tanya Frederick menatap mataku.
'Sial. Aku lupa makhluk ini bisa membaca pikiran. Aku harus membuat pertahanan pikiran' pikirku sembari menutup mataku rapat.
Aku merasakan sesuatu yang lembut menyentuh bibirku. Aku membalakkan mataku terkejut. Tetapi mata kami yang bertemu membuat getaran aneh di seluruh tubuhku. Dan seperti tersihir aku kambali menutup mataku dan mengalungkan kedua tanganku di lehernya. Karena seperti mendapat izin dariku, ia memperdalam ciumannya dan begitu pula denganku yang benar-benar jatuh dalam pelukan makhluk predator tingkat akhir ini.
(*❛‿❛)→(*❛‿❛)→(*❛‿❛)→(*❛‿❛)→(*❛‿❛)→(*❛‿❛)→
Saat aku membuka mataku, aku berada di dalam pelukan Frederick di atas sofa di dalam rumah kaca. Matahari sudah mulai meninggi dan kuyakin ini sudah sekitar pukul 8. Dengan buru-buru aku bangun dar posisiku.
"Kau sudah bangun?" tanya Frederick yang terbangun akan gerakanku.
"Iya dan begitu pula dengan dirimu. Kita harus cepat bangun dan kembali ke tempat dimana seharusnya kita masing-masing berada" kataku terburu-buru memungut baju kami dan melemparkan baju milik Frederick ke arahnya.
"Ayo! Kita tak punya banyak waktu!" kataku dengan nada suara yang sedikit meninggi karena panik sembari memakai bajuku.
"Cummunem hunc locum recte mundare" aku merapalkan mantraku setelah pria penggoda sialan itu memakai bajunya.
Rumah kaca ini kembali ke keadaan seperti semula. Bersih dan rapih.
"Mantra itu menjadi satu alasan mengapa pembantu sudah tidak dibutuhkan lagi" kata Frederick melihat sekeliling rumah kaca yang tadinya kami 'berantaki' dengan puas.
"Apakah di keadaan genting seperti ini kau masih bisa mengeluarkan lelucon tak lucu milikmu itu?" kataku jengah buru-buru menarik Frederick keluar dari rumah kaca itu.
"Jangan pernah berani berpikir untuk mendekat ke arah rumah kaca ini lagi" kataku memperingatkan pria itu.
"Ya ampun. Sebenarnya apa yang telah kulakukan tadi" kataku menyesali perbuatanku.
"Aku tau ini aneh dan sulit untuk dijelaskan. Tetapi aku merasakan suatu ketertarikan besar terhadap dirimu. Dan aku sangat sulit untuk mengendalikannya" katanya merangkul kan kedua tanganya di pinggangku sembari menempelkan dahinya di dahiku.
"Aku harap apa yang terjadi tadi bukanlah hasil 'compere' milikmu" kataku dengan nada sedikit mengancam.
"Karena aku juga merasakan hal yang sama dengan yang kau rasakan" kataku dengan nada yang melembut.
"Percayalah. Diriku memang setengah vampir yang memiliki sifat penggoda. Tetapi jangan lupakan bahwa setengah diriku adalah warewolf yang memiliki sifat alami yang setia kepada pasangannya sekali dalam hidup mereka" katanya mengecup dahiku.
"Aku percaya padamu" kataku benar-benar percaya dengan apa yang ia katakan.
"Aku harus pergi. Saudaraku akan bangun sebentar lagi. Ia pasti akan panik jika tak melihatku" kataku melepaskan kedua tanganya.
"Aku akan kembali lagi esok pagi" kataku mengecup pipinya lalu pergi kembali ke asrama.
Di sekitar asrama, aku mulai melihat beberapa murid rajin yang sudah rapih dengan seragam mereka. Aku duduk di salah satu kursi di dekat pintu asrama sembari berpura-pura membaca Grimoire milikku.
"Erie?" Edie yang masih terlihat baru bangun tidur dan panik keluar dari asrama.
"Apa yang kau lakukan disini?" tanya Edie duduk di sampingku.
"Aku bangun lebih awal dan memutuskan untuk membaca mantra tentang pertahanan pikiran. Aku takut hal kemarin terjadi kembali" kataku setengah berbohong kepada Edie.
Karena memang rencana awalku ke rumah kaca adalah untuk berlatih pertahanan pikiran. Walaupun akhirnya malah terjadi kejadian yang gila.
"Hei. Jangan khawatir. Hal itu tak akan pernah terjadi. Aku akan melindungimu" kata Edie menyentuh daguku untuk menatap matanya.
'Maafkan aku, Edie' kataku dalam hati.
"Terima kasih, Germanus" kataku memeluk Edie.
"Ada apa dengan bau badanmu" kata Edie yang sontak membuatku mendorong tubuhnya.
"Sepertinya aku harus mandi" kataku tertawa canggung dan langsung berlari naik ke kamarku.
"Sialan! Aku lupa kalau warewolf memiliki aroma tubuh yang khas dan dengan mudah menempel" kataku menutup pintu kamarku.
Buru-buru aku melepas semua pakaianku dan masuk ke dalam kamar mandi untuk membersihkan setiap sudut tubuhku sebanyak 3 kali untuk memastikan bau tubuhnya sudah hilang dari tubuhku.
Masih dengan jubah mandiku, aku mengambil baju yang tadi kukenakan dan langsung mencucinya.
"Tidak ada bukti yang tertinggal" kataku tenang dan bersiap untuk ke kelas.
(*❛‿❛)→(*❛‿❛)→(*❛‿❛)→(*❛‿❛)→(*❛‿❛)→(*❛‿❛)→
Semenjak pagi itu, entah mengapa aku selalu bangun lebih awal dan hal itu memberiku waktu untuk bertemu dengan Frederick sebelum kelas dimulai. Setiap pagi aku selalu pergi ke danau untuk menemuinya. Kami melakukan banyak hal. Kami mengobrolkan banyak hal, terkadang ia membantuku berlatih, terkadang juga ia mengajakku untuk merasakan kekuatan yang ia miliki (dan hal ini membuatku jatuh semakin dalam kepadanya), dan juga bahkan beberapa kali aku membantunya berburu.
Selama aku bersamanya, aku menemukan banyak fakta tentang kaumnya. Aku juga menemukan fakta-fakta unik tentang dirinya. Yang terunik adalah, sejak Fred (aku memutuskan untuk memanggilnya seperti itu) mengalami beberapa waktu yang sulit, ia telah berhenti untuk makan dari darah manusia. Walaupun aku tak tau berapa pastinya, ia bilang ia membutuhkan waktu yang sangat lama untuk mengendalikan rasa laparnya dengan hanya mengkonsumsi darah hewan. Lalu ia juga berlatih dalam waktu yang cukup lama juga untuk tetap mempertahankan kekuatannya yang ia dapatkan dengan mengkonsumsi darah hewan.
Fred juga bercerita awal mula bagaimana ia bisa masuk ke area sekolah kami. Di kerajaannya, tak seorangpun yang tahu bahwa Fred makan dari darah hewan. Jadi, setiap satu minggu sekali, ia akan menyuruh salah satu pengawal kepercayaanya untuk berburu dan menyimpan darah hewan-hewan hasil buruannya ke dalam kantong darah untuk dikonsumsi Fred selama seminggu. Tetapi kemarin, pengawal kepercayaannya harus ia kirim ke tempat terjadinya perang antara kaumnya dan para vampir untuk menggantikan dirinya. Jadi, dengan terpaksa ia harus melakukan pemburuan sendiri. Dengan keadaan 3 hari tidak makan, Fred bertemu dengan sekelompok pemburu liar dan terlibat perkelahian dengan mereka. Dan yang akhirnya membawa Fred ke kejadian dimana dirinya dan aku pertama kali bertemu.
Hubungan kami semakin dekat. Dan karena dirinya aku merasakan apa yang manusia biasa katakan dengan 'Jatuh Cinta'. Aku benar-benar merasa bahagia setelah bertemu dirinya. Dan hal itu membuat rasa tak ingin kehilangan dirinya semakin besar.
(*❛‿❛)→(*❛‿❛)→(*❛‿❛)→(*❛‿❛)→(*❛‿❛)→(*❛‿❛)→
Pagi ini terasa aneh. Aku terbangun pukul 07:30. Hal itu membuatku harus terburu-buru untuk menemui Fred karena waktu yang kumiliki hanya 30 menit.
Aku berlari menuruni tangga sembari memakai jaketku. Saat mencapai anak tangga terakhir, aku menabrak seseorang. Aku berhenti mendadak karena orang itu menarik tanganku.
"Edie!" kataku terkejut melihat orang yang menahanku.
"Hey, Germana. Kemana kau ingin pergi dengan terburu-buru seperti ini?" tanya Edie menatapku curiga.
"Aku meninggalkan Grimoire-ku di rumah kaca. Dan aku harus membawanya ke kelas mantra hari ini. Jadi aku harus mengambil Grimoire-ku sebelum kelas dimulai" kataku berpikir dengan cepat.
"Apakah kau membawa Grimoire milikmu saat kita berlatih semalam?" tanya Edie menatapku dengan tatapan penuh kecurigaan.
"Jika aku tak membawa dan meninggalkannya di rumah kaca, tak mungkin Grimoire-ku tak ada di kamarku" kataku mencoba meyakinkanya.
"Lagipula apa yang kaulakukan sepagi ini? Bukankah biasanya kau bangun pukul 8?" tanyaku mengalihkan pembicaraan.
"Ah, itu. . . Aku dipanggil Mr. Slarztman untuk membantunya membuka portal" jawab Edie.
"Membuka portal?" tanyaku bingung.
"Iya" jawabnya.
"Kenapa Mr. Slartzman menyuruhmu untuk membuka portal?" tanyaku.
"Karena Sang Putra Mahkota telah dijemput oleh pasukan kerajaannya yang mengharuskan kita untuk mengeluarkan mereka dari area sekolah tanpa luka sedikitpun" jawab Edie jengah akan kata 'Sang Putra Mahkota'.
"Berengsek" umpatku dan langsung naik ke kamarku kembali.
"Erie! Erie! Ada apa denganmu?" tanya Edie bingung dari bawah tangga.
"Kau adalah wanita terbodoh Erythrina "Erie" Crista-Galli" kataku merutuki diriku sendiri.
Aku benar-benar ditipu oleh makhluk berengsek itu. . .