Ratu kaget mendengar rencana Ayahnya untuk mengenyahkan semua masalah. Ia menolak rencana itu. "Di istana dimana aku tak punya teman bicara, ini adalah pertama kalinya mimpi memiliki teman menjadi kenyataan," suara Ratu bergetar, antara marah dan menangis. "Ayah pernah bertanya apa sebenarnya yang aku inginkan. Ayah memarahiku karena aku tak punya mimpi. Impianku adalah tak merasa kesepian di istana yang menyebalkan ini."
Menteri Shim On terlihat menyesal. Tapi terlambat. Pembunuh itu sudah menaburkan bubuk mesiu di seluruh ruang rahasia dan membakarnya. Sekejap ruangan disergap api yang membakari kertas dan buku. Dan Bi menggenggam tusuk konde itu semakin erat sebelum benar-benar tak sadarkan diri.
Ratu akhirnya menemukan Raja yang ada di lapangan bola. Terengah-engah, ia berseru memanggil Raja.
Api sudah menjalar ke seluruh bangunan. Raja, yang akhirnya datang, mencoba menerobos masuk. Tapi para petugas menghalanginya, sebagian menghadang, sebagian berlutut memohon agar Raja tak masuk karena sudah terlalu berbahaya.
Raja mencari jalan lain. Ia bergegas pergi menuju ruangannya dan masuk melalui lorong rahasia. Betapa paniknya ia saat melihat Dan Bi tergeletak di lantai tak sadarkan diri. "Sam.. Sam..," Raja memeluk Dan Bi, tapi Dan Bi yang tak bergerak sedikitpun. "Aku tahu kalau kau akan dalam bahaya jika bersamaku, tapi aku tetap ingin menahanmu agar selalu di sisiku," sesal Raja. "Maafkan aku."
Ia menggendong Dan Bi ke luar bangunan yang sudah mulai beruntuhan.
Paginya, Raja masuk ke dalam bangunan yang sudah hangus dilalap api. Para sarjana dan Ah Jin berlutut, menanti hukuman karena kelalaian mereka. Raja tahu kalau yang menyebabkan kebakaran adalah mesiu dan ada bom yang hilang. Pada Ah Jin yang ia perintahkan untuk mengerjakan pembuatan bom itu, ia bertanya apa yang sebenarnya terjadi.
Sarjana Choi membentak Ah Jin untuk menceritakan yang sebenarnya. Ia merasa bertanggung jawab karena tak bisa mencegah kejadian ini. "Hamba patut menerima hukuman. Hamba pantas mendapatkannya."
Raja berkata, "Benar. Aku harus menyingkiranmu." Sarjana Choi kaget mendengarnya. Raja mengangkat tangan Sarjana Choi yang legam dan menoleh pada Ah Jin, "Apa kau tak mengajarkannya bagaimana cara untuk membersihkan bubuk mesiu dari tangan?"
Ah Jin minta maaf. Sarjana Choi mencoba membela diri kalau ia tak mungkin mengkhianati Raja. Raja pun berseru, "Pelakunya bersuara pria. Iya kan?"
Seseorang muncul dari belakang kasim yang bertugas. Dan Bi! Dan Bi masih hidup! Ia mengiyakan pertanyaan Raja. Sarjana Choi kaget melihat Dan Bi masih hidup.
Dan Bi mengeluarkan barang yang menyelamatkan nyawanya. Buku tebal yang berisi bahan ujian UN.
Ternyata pedang yang menikamnya itu tak bisa menembus buku itu sehingga Dan Bi selamat. Ia juga mendengar si pembunuh mengajak anak buahnya untuk segera pergi sebelum melemparkan obor.
Walaupun Dan Bi tak pintar matematika, tapi Dan Bi mahir menebak suara orang. Ingat saat ia bisa menebak suara misteri dalam variety show King of the Mask? Dan Bi juga masih ingat suara pembunuh itu. Suara itu milik Sarjana Choi.
Raja menatap Sarjana Choi dengan sedih. Ia menganggap Sarjana Choi adalah salah satu orang terdekatnya. Bagaimana mungkin malah berani mengkhianatinya?
Sarjana Choi berlutut. Jika Hunmingjungeum (hangul kuno) disebarluaskan, generasi muda akan mulai berkembang dan memiliki pikiran sendiri. "Sebuah dunia yang mengerikan tanpa ketertiban akan muncul. Dunia akan menjadi kacau balau. Hamba tak takut pada kematian. Tapi masa depan dimana kami-kami ini menjadi tak bergunalah yang membuat hamba takut."
"Walau kau mencoba menghentikanku, aku akan tetap menyebarkan huruf-huruf ini. Aku akan menjadi raja yang melakukan apa yang diinginkan rakyatnya," ujar Raja. Ia memegang bahu Sarjana Choi dan bertanya, "Memang kenapa jika seseorang tak berguna? Kau tetaplah manusia. Tak perlu takut dengan hari ini hanya karena takut pada apa yang akan terjadi nanti. Jangan takut kalau nanti kau tak ada gunanya di dunia ini. "
Sarjana Choi semakin merasa bersalah. Ia berlutut dalam-dalam, memohon Raja agar menghukumnya. Para sarjana lainnya juga melakukan hal yang sama.
Dan Bi tercenung. Raja mengucapkan itu pada Sarjana Choi tapi malah menohok perasaannya.
Dengan memakai seragam sekolahnya lagi, ia menyerahkan baju kasim pada kasim guru. Sedangkan pada Raja, ia memberikan beberapa lembar kertas yang berisi Hunmingjungeum lengkap. Kertas itu adalah bagian dari buku sejarahnya.
Raja kaget karena semua dokumentasi tentang huruf baru telah lenyap terbakar api. Bagaimana Dan Bi bisa memilikinya?
"Mimpimu akan membuat semua orang di Joseon bisa membaca dan menulis. Kami akan selalu berterimakasih dan bangga. Jadi janganlah terlalu sedih," ujar Dan Bi menghibur.
Raja memandangi tulisan yang ada di kertas itu. "Ternyata benar. Kau berasal dari masa depan itu." Dan Bi mengangguk, lega karena Raja akhirnya mempercayainya.
Raja menghela nafas dan menatap Dan Bi, "Maaf, tapi dengan ini saja tak bisa mengabulkan impianku. Impianku adalah dirimu. Tapi aku juga tak tahan melihatmu selalu sedih di Joseon. Semakin aku berpikir, semakin aku yakin kalau jawabannya adalah : tak ada jawaban."
Raja menatap langit yang mendung dan berkata kalau sekarang adalah musim hujan pertama selama 3 tahun. Bagaimana Dan Bi bisa tahu kalau sebentar lagi akan hujan? Dan Bi memandangi langit mendung dan kemudian pada kasim guru yang berjalan terpincang-pincang, "Aku hanya menduga saja."
Ia ingat kaki guru matematikanya selalu pegal-pegal saat musim hujan. Ingat gurunya, mengingatkannya pada matematika. Ia mencoba menghibur Raja, "Ternyata Joseon itu enak untuk ditinggali kalau kita tak begitu pintar akan matematika."
Raja tersenyum. "Ayo kita pergi. Aku akan mengikutimu sejauh yang aku mampu."
"Tak usah."
"Omong kosong," sergah Raja menowel pipi Dan Bi dan merangkulnya. "Ini titah Raja."
Dan Bi memberikan kotak pensil beserta isinya pada adik Ah Jin sebagai kenang-kenangan. Ah Jin mengulurkan tangan dan Dan Bi menjabat tangan itu sambil tersenyum, "Terima kasih, Teman."
"Kamu ngapain?" tanya Ah Jin bingung. Sontak Dan Bi melepas tangannya. Ternyata gesture itu bukan untuk jabat tangan, tapi menadah, "Uang sewa bulan lalu."
Haha.. pelitnya Ah Jin ga ada matinya.. Dan Bi tak peduli dan menjabat tangannya lagi. Tapi Ah Jin hanya bercanda dan ia menyebutkan namanya untuk diingat Dan Bi. "Namaku Yeon, Park Yeon."
Eih.. "Jadi kau bukan Jang Young Shil?" tanya Dan Bi terkejut.
Dan saya juga terkejut. Jadi namanya bukan Che Ah Jin? Hahaha.. nama dari mana tuh, ya? *garuk-garuk ga jelas*
Kalau saya ga jelas, lain dengan Dan Bi. Ia mengenali nama Park Yeon di buku pelajarannya sebagai musisi jenius yang terkenal di jaman Raja Sejong. Ia minta Park Yeon berjanji untuk tak pernah membuang keinginan bermusik. "Aku harus pergi sekarang. Hiduplah dengan melakukan apapun yang kau inginkan," pesannya. Ia melambaikan tangan, "Park Yeon, Seok. Annyeong..!"
Setelah Dan Bi menghilang, Seok menunjukkan isi kotak pensil Dan Bi. Ternyata emas yang jumlahnya berkali-kali lipat.
Raja sudah menunggu Dan Bi dan tersenyum saat melihatnya. Aww.. jadi ini maksud Raja akan mengantarkan sejauh yang ia bisa lakukan? Sepertinya mereka akan terus menjauhi mendung yang menaungi Joseon.
Raja mengulurkan tangan dan Dan Bi menyambut tangan itu sambil bertanya, "Bolehkan aku menumpang kudamu?" Raja menganggukkan kepala dan menarik Dan Bi agar duduk di depannya.
Mereka pun pergi ke arah pantai, tempat dimana hujan belum turun.
Sementara di istana, Ratu tersenyum mengagumi desain roknya yang sekarang berwarna hijau penuh rintik-rintik hujan.
Agak jauh dari istana, Park Yeon sedang menikmati hujan turun ditemani kolase lukisan Ratu.
Raja dan Dan Bi lari berkejaran di pantai, saling bergenggaman tangan, bercanda seperti tak ada hari esok.
Duduk di pasir yang basah, Raja merangkul gadis itu. Ia melindungi kepala Dan Bi agar tak terkena hujan, dan Dan Bi pun menyandarkan kepala di dadanya.
Tapi dengan matahari mulai terbenam, laut mulai pasang. Air laut mulai membasahi kaki mereka. Dan Bi merasakan kakinya sudah tak memijak pasir lagi, tapi air yang dalam.
Raja segera mengangkat Dan Bi dan mendekapnya erat. Ia masih ingin berada di dekat Dan Bi. Tapi tak banyak waktu lagi untuk mereka karena Dan Bi sudah basah kuyup. Dan Bi berusaha tak menyentuh tanah dengan berpegangan di bahu Raja.
Raja mencium Dan Bi untuk yang terakhir kalinya. Keduanya bertatapan, penuh cinta, penuh sayang, seakan saling berjanji akan baik-baik saja setelah ini. Raja mengangguk dan Dan Bi tersenyum menguatkan. Tak ada tangis, hanya janji yang terpancar di mata mereka.
Bersamaan, Dan Bi melepas pegangannya dan Raja melonggarkan pelukannya.
Dan Bi meluncur turun..
… dan menghilang. Meninggalkan Raja seorang diri.
Raja terpaku, tak mampu menggerakkan badannya. Tapi tak sedikitpun ia menunduk mencari Dan Bi karena ia berjanji dalam hati, "Suatu hari nanti aku pasti akan menemukanmu, tak peduli berapa lama waktu berlalu."
Dan Bi tenggelam ke dalam air. Saat ia muncul di permukaan, ia sudah ada di genangan yang sama. Sebuah bola menggelinding ke arahnya. Ternyata hampir 2 bulan ia berada di Joseon hanya sepersekian detik di masa sekarang.
Dan Bi mengambil bola itu dan terkejut melihat sosok yang mirip adik Ah Jin, sekarang membeku melihat Dan Bi tadi hilang dan muncul lagi. Ia mengembalikan bola itu dengan senyum lebar dan lari menuju sekolahnya.
Ia masuk kelas setelah semua anak sudah duduk manis di kursinya. Terengah-engah, Dan Bi melihat pengawas ujiannya yang persis dengan Sarjana Choi. Apakah ia diperbolehkan masuk? Pengawas itu mulanya ragu, tapi akhirnya memperbolehkannya. Dan Bi lega dan bertepatan dengan ia duduk di kursi, terdengar pengumuman kalau ujian akan dimulai.
Dan Bi membaca salah satu soal sejarah. Orang ini tak hanya memiliki keahlian saja tapi dia juga sangat cerdas, bahkan Raja Sejong menghargainya sebagai orang yang ia tanyai saat menemukan masalah. Sebutkan namanya.
Dan kita kembali ke jaman Joseon saat Raja berdiskusi dengan para menteri yang setuju untuk memberikan Dan Bi jabatan. Menteri Hwang Hee berkata kalau Raja harus memberikan nama pada gosam itu jika ingin memberikan jabatan.
Raja sudah menyiapkan namanya dan seperti janjinya pada Dan Bi, ia menulis nama Dan Bi dalam huruf Jungeum. Nama yang secara pribadi kuanugerahkan kepadamu.
Dan Bi tersenyum dan menyilang pilihan ke-4. Jang Young Shil.
Sepulang sekolah, ia membuka gulungan yang dulu Raja berikan padanya. Dengan huruf hangul kuno, tertulis sebuah nama. Jang Young Shil.
Dan Bi tersenyum sedih saat memandang langit mendung. Rindu itu mulai menyergapnya. Dan rasa kehilangan itu menjadi berkali-kali lipat karena Dan Bi sadar kalau mereka tak akan bertemu lagi.
Walau ia merasa kehilangan, tapi ia menemukan kehangatan yang selama ini ia rindukan. Kehangatan pelukan Ibu. Dan Bi pulang ke rumah dan melihat ibu sedang mengangkat jemuran di halaman. Ia meneteskan air mata saat Ibu memeluk dan memberikan kata-kata yang menghiburnya, menyemangatinya.
Dan kamera mengarah ke foto lama keluarga Jang. Almarhum Ayah Dan Bi ternyata adalah Menteri Hwang Hee.
Dan Bi bekerja paruh waktu di minimarket. Sambil menyusun ramen-ramen cup yang ternyata ada peringkatnya, Dan Bi menyemangati ramen-ramen yang ada di rak bawah agar bisa naik ke rak atas. "Kalian semua sangat berharga, kalian semua enak dengan rasa kalian sendiri."
Ha.. kayaknya ucapan Raja itu begitu mengena di hati Dan Bi sehingga disampaikan pula pada ramen-ramen itu.
Sou lagi-lagi makan ramen dan bertanya apa Dan Bi sudah mendaftar di lembaga bimbel yang dulu ia masuki? Dan Bi menjawab, "Jangan cerewet, anak baru. Aku akan melakukannya nanti."
"Lihatlah ini, Jaesoosaeng," Sou menunjukkan sesuatu di handphone.
Jaesoosaeng adalah anak yang kursus bimbel walau sudah lulus SMA. Ah.. ternyata Dan Bi tak lolos UN (atau mungkin SMPTN, ya) dan akan mengambil bimbingan belajar di tempat bimbel Sou dulu. Sou sendiri sudah masuk ke universitas pilihannya.
Dan Bi membaca judul sebuah webtoon. "Pondang Pondang LOVE (Splash Splash LOVE)?" Dan Bi terus menscroll down, membaca webtoon itu yang Rajanya mirip dengan Raja Sejong yang dikenalnya.
Sou mengangguk. Ia membuat cerita webtoon berdasarkan mimpi Dan Bi dan ternyata disukai banyak pembaca. "Eh, tapi kudengar Raja Sejong itu punya banyak wanita." Dan Bi terbelalak kaget. Sou semakin semangat menggosip, "Ia terkenal selalu memberikan jeruk pada setiap wanita yang disukainya. Anaknya saja sampai dua puluh!"
Dan Bi berdecak mendengarnya. Ia memandangi sosok Raja yang digambar Sou dan berkata sendiri, "Hubungan mereka pasti jadi baik."
"Siapa dia? Cakep banget!" seru Sou menatap layar televisi. Dan Bi menoleh dan terkesima melihat Ah Jin di televisi. Ah Jin yang itu sekarang berambut pendek dan menjadi penyanyi.
Dan Bi tersenyum saat Ah Jin di tv menatap kamera seolah berkata padanya dengan nyanyian, Di bawah terik matahari, kau turun seperti hujan yang dinantikan (Dan Bi). Ia memandang keluar jendela, hujan mulai turun.
Hari itu kembali hujan. Dan Bi yang tak membawa payung, turun dari bis dan berlari untuk menghindari rintik hujan. Di penyeberangan jalan, ia melihat sebuah genangan. Setengah berharap, ia menjejakkan kakinya. Tapi kakiknya tetap menapak di jalan, bukan di air yang dalam.
Hujan turun semakin lebat dan tubuh Dan Bi sudah mulai basah kuyup. Ia melindungi kepala dengan tangannya dan menghela nafas.
Dan Bi sedang menatap bayangannya di genangan air itu saat sebuah payung kuning memayunginya. Payung kuning yang mirip dengan miliknya yang ketinggalan di bis dulu. Dan Bi menoleh melihat si pemilik payung itu dan terkejut.
Raja sekarang ada di hadapannya dan tersenyum padanya. "Kita pernah bertemu sebelumnya. Dulu sekali."
Dan Bi tertegun mendengarnya. Dulu sekali? Tapi kita melihat kilas balik di hari UN untuk memahami maksudnya. Pria itu ternyata satu bis dengan Dan Bi dan melihat bagaimana rambut Dan Bi jatuh menutupi wajahnya yang serius belajar. Saat Dan Bi sedang mencepol rambutnya, bis mengerem mendadak dan buku-bukunya terjatuh.
Pria itu membantu Dan Bi mengambilkan buku-buku itu. Tapi Dan Bi terlalu sibuk dengan pikirannya, tak menyadari kehadiran pria itu dan meninggalkan payungnya. Pria itu menyadari payung Dan Bi ketinggalan, tapi bis sudah keburu jalan.
Dan sekarang pria itu ada di hadapan Dan Bi, memegang payung kuning miliknya. Dan Bi tersenyum walau matanya berkaca-kaca.
Tiba-tiba pria itu meraih Dan Bi dan mengayunkan tubuhnya untuk melindungi Dan Bi dari cipratan air dari mobil yang lewat. Sejenak mereka bertatapan dan terdengar suara jantung berdebar-debar.
Dan pria itu tersenyum. Senyum familiar yang sering dilakukan Raja jika melihat Dan Bi, ratusan tahun yang lalu.
Epilog
Raja sekarang sudah mahir main bola. Lawannya siapa lagi kalau bukan Seok, adik Ah Jin. Hahaha.. main sama anak kecil. Akhirnya Ah Jin membantu Seok melawan Raja dan gantian Seok menjadi kipernya.
Ratu menonton dari bangku penonton. Beneran nonton? Nggak juga sih, karena ini saat yang tepat untuk makan ramen kesukaannya. Tapi ia ikut tertawa gembira saat Raja berhasil menjebol gawang.
Tapi Raja terus mengingat Dan Bi. Ia memegang spidol milik Dan Bi. Begitu pula Dan Bi yang sekarang memegang tusuk konde pemberiannya. Senyum tersungging di wajah mereka, tak ada kesedihan di mata mereka.