Chereads / The Devil's Breath / Chapter 1 - Bab 1: Surat Wasiat

The Devil's Breath

🇮🇩Kuroow_Stories
  • --
    chs / week
  • --
    NOT RATINGS
  • 4.4k
    Views
Synopsis

Chapter 1 - Bab 1: Surat Wasiat

Beberapa minggu setelah kematian satu-satunya keluarga yang Irish miliki, seorang pria matang berusia sekitar akhir 30 datang menemuinya di paviliun miliknya di London. Moris, itulah namanya. Pengacara pribadi bibinya. Ia datang untuk memberikan amanat terakhir yang ditinggalkan beliau.

"Ini surat yang ditinggalkan bibimu padaku sebelum kematiannya."

Surat wasiat. Bagi Irish surat tersebut tidak ada bedanya dengan surat kematian.

Dengan taman gemetar Irish perlahan membuka amplop merah darah dengan segel lambang keluarganya tersebut dengan pisau khusus.

Irish pikir surat tersebut akan berisi banyak kalimat yang ingin disampaikan bibinya, namun yang tertulis hanya kalimat pendek yang mengharuskan dirinya untuk kembali ke mansion keluarganya, dan melanjutkan tanggungjawab yang dipikul keluarganya.

"Aku tidak mengerti, Moris."

Surat yang telah terbuka tersebut Irish simpan di atas meja dihadapannya.

"Saya hanya diberi perintah untuk memberikan surat tersebut, Nona." Balas pria tersebut dengan wajah datarnya.

Irish kebingungan. Ia mencoba melihat kebohongan yang mungkin disembunyikan si pengacara, namun percuma karena pria di hadapannya seperti tidak memiliki emosi sama sekali.

Detik berlalu berganti dengan menit. Perasaan bimbang semakin melanda Irish. Ia tidak ingin kembali ke mansion terkutuk tersebut. Begitu pula menerima title keluarga dan semua tanggungjawab yang mengikutinya sebagai Queen's Watchdog.

"Kalau begitu saya pamit, Nona."

"Baiklah. Terima kasih banyak, Moris."

Irish mengantar Moris sampai ke depan pintu paviliun yang di tempatinya. Taira, pelayan pribadinya yang sedari tadi berdiri disampingnya ikut menemani.

"Sekali lagi terima kasih karena sudah datang, Moris."

Moris hanya mengangguk, dan mulai berjalan ke arah kereta kuda miliknya. Baru tiga langkah ia berjalan, Moris tiba-tiba berhenti.

"Semua kebenaran yang anda cari ada di mansion keluarga...Nona."

Tanpa berbalik Moris mengatakan hal tersebut. Terlihat tidak sopan memang, namun Irish tidak memikirkannya. Kegelisahan dan ketakutan yang tidak ia mengerti justru dirasakannya.

Kereta kuda milik Moris berjalan meninggalkan paviliun dengan semua pertanyaan yang ada di benak Irish tanpa jawaban yang pasti.

Walaupun Irish sudah dapat sedikit menebak maksud perkataan Moris. Rahasia gelap keluarganya yang tersimpan rapat di mansion tersebut, setidaknya itulah yang ia pikirkan.

"Taira, sepertinya kita harus kembali ke mansion keluarga Radford." Ucap Irish pada Taira.

Irish sebenarnya masih belum yakin. Kalau memungkinkan ia lebih memilih tinggal di paviliun ditemani satu pelayannya, Taira, daripada harus tinggal di mansion Radford yang setiap sudutnya meneriakkan aura gelap yang membuat bulu kuduk berdiri. Ditambah dengan semua pelayan yang terlihat misterius dan tidak normal. Tanpa ekspresi dan tanpa emosi. Hidup tapi seperti tidak hidup.

"Anda yakin, Nona?" Tanya Taira sedikit kaget. Ia pikir Nona-nya tidak akan memilih untuk kembali ke mansion tersebut.

"Aku juga tidak yakin, namun aku ingin mengetahui kebenarannya."

Taira hanya dapat mengangguk menerima keputusan Nona-nya. Bagaimanapun ia tidak memiliki hak untuk melarang.

"Jadi, maukah kau menemaniku tinggal disana sekali lagi, Taira?

"Tentu saja, Nona." Balas Taira dengan mata berkaca-kaca.

Tentu saja Taira akan dengan senang hati melakukan semua hal yang diinginkan Nona-nya, bahkan ketika harus mengorbankan nyawanya sekalipun karena ia dapat bertahan hidup juga berkat Irish yang membelinya di pelelangan budak. Entah akan seperti apa kehidupannya kalau Irish tidak membelinya saat itu.

"Terima kasih, Taira."

Irish menggenggam lembut kedua tangan pelayannya. Satu-satunya pelayan yang dapat ia percaya diantara semua pelayan yang bekerja dibawah perintah keluarga Radford. Pelayan yang ia beli di pelelangan budak.

"Kalau begitu saya akan segera membereskan barang-barang anda, Nona. Kapan anda berencana akan kembali kesana?"

"Kurasa seminggu lagi. Aku perlu mempersiapkan diri terlebih dahulu."

"Baiklah." Dengan penuh pengertian Taira membalas genggaman Nona-nya. Entah bagaimana ia juga ikut merasakan semua yang dirasakanya Nona-nya. Kegelisahan, ketakutan, kebimbangan dan perasaan negatif lainnya.

"Hanya kau yang bisa aku percaya saat ini, Taira."

Taira mengangguk, ia mengerti maksud perkataan Nona-nya. Saat ini dapat dibilang mereka hanya punya satu sama lain. Saling bergantung untuk menghadapi rahasia gelap keluarga Radford.

°°°