"Happy birthday to you...happy birthday to you....happy birthday to Baby G.....happy birthday to you...." para staff dan manager serempak menyanyikan lagu ulang tahun untuk Baby G, seorang idol sukses yang berada di bawah naungan BH Ent.
"Selamat ulang tahun, Baby G. Tidak terasa kau sudah berumur dua puluh tiga tahun sekarang." ucap sang manager, Kim Seokjin, lalu memeluk idol asuhan nya itu. Tidak terasa sudah lima tahun ia menjadi manager dari idol yang sedang naik daun itu. Menjadi saksi diantara jerih payah seorang Baby G sejak debut pertama hingga sesukses ini.
"Ah ne, terima kasih, Jin hyung." jawab Baby G lalu membalas pelukan manager nya itu.
Baby G pun juga mengucapkan rasa terima kasih nya pada staff yang lain. Karena tanpa mereka, mungkin seorang Baby G tidak akan bisa berdiri setegak ini sekarang.
Setelah acara tiup lilin dan memakan kue ulang tahun nya, Baby G menerima banyak hadiah dari manager dan para staff. Dia sungguh beruntung memiliki rekan kerja seperti ini yang bisa dianggap sebagai keluarga nya. Menemani nya dari angka nol hingga tak terhingga seperti sekarang. Ia pun sempat menitikkan air mata nya akibat rasa haru yang membuncah di dalam dirinya. Sungguh, ia beruntung sekali.
Baby G POV
Baby G?
Itu adalah nama idolku di atas panggung. Namaku yang sebenarnya adalah Jimin, lengkapnya adalah Park Jimin. Aku lahir di Busan, dan baru saja aku merayakan ulang tahunku yang ke dua puluh tiga. Sudah tua kah? Maybe.
Penasaran dengan ku? Baiklah, ayo kita berkenalan.
Seperti yang aku katakan tadi, aku lahir di Busan, dua puluh tiga tahun yang lalu. Aku adalah seorang anak yang lahir dari keluarga sederhana. Aku mempunyai seorang adik laki-laki, Park Jihyun namanya. Dia tiga tahun lebih muda dariku. Saat ini dia sedang melanjutkan study nya di salah satu universitas di Seoul. Aku baru saja menyelesaikan study ku tahun ini, sebulan sebelum aku melakukan comeback, tepatnya dua bulan yang lalu.
Yah, meskipun aku seorang idol, tapi pendidikan bagiku tetaplah nomor satu. Selagi ada kesempatan, kenapa tidak? Meskipun terkadang jadwal kuliahku bertabrakan dengan jadwal panggungku. Tak apa, bukankah kesuksesan itu diraih secara perlahan? Sama seperti saat aku meraih mimpiku sebagai seorang idol. Apabila jadwalku memang tidak sesuai, maka aku akan memilih untuk kuliah secara online saja. Bukankah ilmu bisa didapatkan dengan berbagai cara, benar bukan?
Menggapai mimpiku menjadi seorang idol bukanlah hal yang mudah. Bahkan setelah debut pun aku masih harus merasakan kesulitan hingga aku berjuang begitu keras.
Orangtua ku sempat menentang keras keinginanku untuk menjadi seorang idol. Bahkan saat aku diterima oleh agensiku, orang tuaku malah semakin menentang. Mereka ingin aku sekolah seperti anak yang lain dan bekerja seperti orang lain. Bukan untuk menjadi seorang idol. Menghabiskan waktu bertahun-tahun menjadi seorang trainee yang belum tentu bisa debut. Hanya adikku, Jihyun, yang selalu dan selalu ada untuk mendukungku hingga detik ini.
Saat itu usiaku empat belas tahun, aku terpilih untuk menjadi seorang trainee di agensiku melalui surat pemberitahuan yang dikirim ke rumahku, dan disaat itu pula orang tuaku langsung mengancamku bahkan akan mengusirku apabila aku sampai menerima keputusan dari pihak agensi tersebut. Aku sangat bimbang saat itu. Aku ingin, sangat ingin sekali menerima keputusan agensi itu, tapi aku juga ingin kedua orang tuaku mengerti dan mendukungku untuk menjadi seorang idol. Toh, aku akan tetap bersekolah dan kalau aku bisa debut, aku akan tetap memiliki penghasilan. Aku tidak putus asa begitu saja, aku terus berusaha untuk meyakinkan kedua orang tuaku untuk mimpiku ini. Membujuk mereka bahkan aku sampai berjanji pada mereka bahwa di masa depan aku akan sukses dengan pilihan ku sendiri. Alhasil, mereka setuju dengan syarat aku harus bisa membuktikan semua jerih payahku suatu saat nanti.
Dan sekarang semuanya sudah terwujud. Impianku selama ini telah terwujud. Dan tentunya aku bisa membuktikan semua janji ku pada pada kedua orangtua ku. Lima tahun setelah aku debut, bergelung dengan berbagai panggung, baik itu panggung acara musik, stasiun televisi ataupun panggung milikku sendiri, aku berhasil menguasainya. Tentunya semua itu atas bantuan dan dukungan dari orang terdekatku, mulai dari agensi, staff, manager, teman sekolahku, dan terakhir keluarga ku sendiri. Semua mendukungku, memberiku semangat, selalu menjadi tempatku mencurahkan segala rasa di benakku, terutama manager dan juga adikku, mereka orang pertama yang akan berada disisiku untuk mendukung dan mendengar kerisauan hatiku.
Semua orang mengenaliku, bukan hanya di negaraku saja, tetapi juga di belahan dunia lain nya. Mereka mengenal ku, sebagai Baby G, seorang idol yang terkenal akan suaranya yang indah dan juga tarian yang begitu sempurna di atas panggungnya.
Namun di balik segala pesona yang aku miliki, ada satu rahasia yang aku sembunyikan dari semua orang. Dan rahasia itu hanya diketahui oleh dua orang saja. Keluarga ku dan...
.....Dia.
🐺🐺🐺
Normal POV
Jimin menghempaskan tubuhnya di kasur. Setelah acara ulang tahun nya selesai, ia langsung pulang ke apartemen miliknya. Badan nya terasa sangat lelah karena jadwalnya yang sangat padat hari ini. Bahkan ia tidak sempat menikmati makan siang nya karena harus take untuk acara yang dibawanya.
Ceklek
"Kau sudah pulang, hyung?" tanya Jihyun yang kepalanya menyembul di antara celah pintu kamar Jimin.
"Hm." gumam Jimin yang sudah menutup matanya.
"Kau sudah makan, hyung? Kalau belum, aku akan memanaskan makanan yang tadi aku beli untukmu." tanya Jihyun lagi sambil melangkah mendekat ke arah Jimin.
"Tidak usah, Jihyunie. Aku tidak lapar. Aku hanya ingin tidur sekarang. Besok tolong bangunkan aku jam lima, aku ada jadwal besok pagi." balas Jimin sambil membenarkan letak bantal dan selimut nya.
"Ne, hyung. Sebelum tidur, kau mandi saja dulu. Apa kau tidak gerah dengan pakaian yang kau pakai itu, hyung?"
"Tidak. Sebenarnya aku sudah mandi di agensi tadi dan ini baju cadangan ku. Sudahlah, aku mau tidur." Jimin segera menarik selimutnya. Dia sudah mengantuk.
Jihyun hanya mengangguk. "Hyung."
"Apalagi?"
"Selamat ulang tahun. Maaf aku tidak bisa memberimu apa-apa karena aku belum punya penghasilan seperti mu." ucap Jihyun dengan nada melemah di akhir kalimatnya.
Jihyun bisa saja membeli hadiah untuk hyung nya itu dengan uang saku yang diberikan oleh Jimin setiap bulan nya. Tapi dia tidak mau menyentuh uang itu karena dia merasa itu bukan uang hasil keringat nya sendiri. Cukup dengan biaya kuliah dan tempat tinggal yang diberikan oleh Jimin, selebihnya dia tidak memerlukan nya lagi. Padahal uang saku yang diberikan oleh Jimin bukanlah dibilang sedikit, mengingat hyung satu-satunya yang ia miliki itu telah menjadi seorang idol papan atas.
Jimin membuka sedikit kelopak matanya dan melirik ke arah adik kesayangan nya itu. Sesungguhnya hati nya merasa tersentuh dengan kalimat yang terucap dari bibir sang adik. Dia tau seperti apa sifat Jihyun yang selalu membatasi dirinya sendiri karena tidak ingin merepotkan dirinya.
"Terima kasih. Dan kau tidak perlu memberikan hadiah untuk ku. Cukup kau berada disini dan terus bersamaku, itu sudah lebih dari cukup, Jihyunie."
Jimin kembali menutup mata nya, ia harus segera menjemput mimpinya sebelum pagi menjelang. Jihyun tersenyum mendengar ucapan hyung nya itu. Dia mengerti maksud dari ucapan Jimin. Lagipula untuk apa dia ada disini kalau bukan untuk menemaninya. Mereka lahir dan besar di rahim dan rumah yang sama. Maka tidak ada yang salah apabila mereka akan selalu bersama. Mengingat ikatan darah mereka terlalu kental dan sulit untuk dicairkan meskipun dengan air yang murni sekalipun.
'Ne, hyungie. Aku akan selalu bersama mu.'
🐺🐺🐺
Tepat pukul tujuh pagi, Seokjin datang ke apartemen Jimin untuk menjemput nya. Pemuda berparas cantik nan lembut itu tengah duduk di sofa ruang tamu sambil menunggu Jimin yang masih mandi.
"Selamat pagi, hyung." sapa Jihyun sambil menenteng tas ransel dan sepatu sneakers nya. "Kau baru datang, hyung?"
Seokjin mengangguk. "Kau mau berangkat kuliah?"
"Ne, hyung. Hari ini aku ada jadwal pagi di kampus." balas Jihyun sambil tersenyum. Tangan nya begitu cekatan mengikat tali sepatunya. "Kalau begitu aku berangkat dulu, hyung. Sampai jumpa lagi." pamit Jihyun lalu sedikit membungkukkan tubuhnya di hadapan Seokjin.
Seokjin mengangguk lalu tersenyum. "Ne. Apa tidak sekalian saja, Jihyun?"
"Tidak usah, hyung. Kebetulan aku akan pergi bersama temanku di apartemen sebelah. Bye, hyung."
"Ne. Hati-hati di jalan, Jihyunie."
Jihyung mengangguk lalu beranjak pergi. Tidak berapa lama, Jimin keluar dari kamarnya dengan pakaian yang sudah rapi.
"Adik ku sudah pergi, hyung?" tanya Jimin sambil menenteng sebuah papper bag.
"Sudah, lima menit yang lalu. Kita berangkat sekarang?"
"Hm." Jimin mengangguk. "Apa saja jadwal ku hari ini, hyung?"
"Kita bicarakan saja di kantor nanti. Pagi ini kita ada rapat, jadi jangan sampai terlambat. Kau tahu bagaimana Bang PDnim kalau sudah marah, bukan?"
Jimin mengangguk lagi. Dia memakai sepatunya lalu beranjak pergi bersama managernya itu.
Sesampai di agensi, Jimin dan Seokjin langsung menuju ruang meeting. Beberapa staff sudah berkumpul karena rapat akan segera di mulai beberapa menit lagi.
"Memangnya rapat kali ini akan membahas tentang apa, hyung?" tanya Jimin sesaat setelah ia mendudukan dirinya di salah satu kursi.
"Aku kurang tahu, Jim. Mungkin membahas tentang album comeback atau konsermu." jawab Seokjin sambil mengendikkan pundaknya.
Jimin hanya mengangguk sekilas. Tidak lama, Bang PDnim memasuki ruangan dan rapatpun segera di mulai.
"Dalam rapat hari ini bukan untuk membahas tentang aktivitas atau album baru bagi artis kita. Ada hal yang lebih penting daripada itu." ujar Bang PDnim memulai rapatnya.
Semua orang di ruangan itu saling pandang, tak terkecuali PDnim yang hanya melirik sekilas ke arah Jimin.
"Tentang apa, sajangnim?" tanya Seokjin membuka pertanyaan.
"Saya ingin agensi ini menjalin hubungan kerjasama dengan sebuah perusahaan yang sangat terkenal di Korea." jawab Bang PDnim sambil melihat ke seluruh para karyawan nya.
Semua staff termasuk Seokjin mengerutkan kening dengan tanda tanya besar di pikiran mereka. Tidak termasuk Jimin, yang hanya diam sambil menyimak tanpa merespon apapun.
"Bukankah agensi kita sudah menjalin hubungan kerjasama dengan berbagai perusahaan ternama, sajangnim? Lalu perusahaan mana lagi yang akan bekerjasama dengan kita?" tanya Seokjin lagi.
Sang CEO BH Ent. itu tersenyum sekilas. "Min Multicompany."
Seisi ruangan itu terkejut bukan main. Namun sekali lagi, tidak termasuk Jimin. Dia malah melongo melihat reaksi para staff termasuk managernya itu.
"Maaf, sajangnim. Bukankah itu perusahaan multi internasional? Bagaimana mungkin kita bisa bekerjasama dengan dengan perusahaan mega raksasa seperti itu? Itu tidak mudah, sajangnim" ucap salah seorang staff yang masih terkejut dengan pernyataan pemimpin mereka itu.
"Itulah mengapa saya mengadakan rapat di pagi ini. Kita akan membahas caranya." jelas Bang PDnim. "Seperti biasa kita akan membuat proposal nya untuk diajukan pada perusahaan tersebut. Dan kau, Seokjin, aku tugaskan padamu untuk mengantarkan nya pada sekertaris perusahaan itu. Aku sudah membuat janji beberapa hari yang lalu dan pihak mereka menyetujui untuk bertemu. Kau yang akan pergi kesana."
"Kenapa harus saya, sajangnim? Kenapa tidak sekretaris anda saja?" tanya Seokjin yang sedikit terkejut atas perintah atasan nya itu.
"Kau menolak perintahku?" tanya Bang PDnim lalu melirik tajam ke arah Seokjin.
"B-bukan begitu, sajangnim. Kalau saya yang pergi, bagaimana dengan jadwal Jimin? Siapa yang akan mengurus semua keperluan nya?"
"Kalau soal itu kau tenang saja. Aku sudah memerintahkan Rose untuk menggantikan mu. Lagipula hanya sehari saja."
Seokjin melirik ke arah Jimin. Dia merasa tidak enak hati apabila meninggalkan Jimin sendirian meskipun ada yang menggantikkan nya.
"Tak apa, hyung. Kau tenang saja. Aku juga bisa mengurus semuanya sendiri." ucap Jimin sambil tersenyum paham.
Seokjin mengangguk. Pada akhirnya mau tidak mau dia harus menyetujui perintah atasan nya itu. "Baiklah, sajangnim. Saya akan laksanakan perintah anda."
"Good. Selanjutnya, apabila pimpinan perusahaan menyetujui proposal kerjasama itu, maka kita akan memberikan sebuah hadiah untuk nya." lanjut Bang PDnim lagi.
Semua terdiam mendengar ucapan atasan mereka. Bang PDnim melirik ke arah Jimin lagi. Dan Seokjin mengerti arti lirikan itu.
"Maaf, sajangnim. Jangan katakan kalau...." ucapan Seokjin terputus saat Bang PDnim langsung memotong kalimatnya.
"Yah tentu saja. Jimin sebagai hadiahnya."
Kali ini Jimin yang ikut terkejut. "Apa maksudnya, sajangnim?"
"Ck, jangan pura-pura tidak mengerti, Jimin-ssi. Kau seorang idol, kau pasti mengerti maksudku." jelas Bang PDnim lalu menyandarkan punggungnya.
"Sajangnim, kenapa harus Jimin? Kita bisa pakai orang lain saja." Sungguh, Seokjin tidak terima dengan pernyataan bosnya itu.
"Siapa? Kau? Lalu aku akan dicincang oleh tunanganmu, begitu? Tidak terima kasih. Keputusanku sudah bulat. Jimin yang akan menjadi hadiahnya."
"Tapi..."
"Tunggu dulu! Sebenarnya apa maksud anda, sajangnim? Saya benar-benar tidak mengerti. Tolong jelaskan pada saya." sela Jimin dengan raut wajah yang begitu serius.
Seisi ruangan itu terdiam termasuk Seokjin, tak terkecuali sang atasan yang menyeringai padanya.
"Menjadi jalang sehari untuk nya."
"WHAT??!!"
🐺🐺🐺
TBC