Walau lelah, Sarvati berubah menjadi bentuk nagga lalu berusaha terbang untuk mengejar Vayyu. Dia masih tidak menutup kemungkinan kalau Vayyu menggunakan gemuruh di selatan sebagai alasan untuk kabur. Bisa saja memang ada badai gurun atau petir dari sana.
Namun, Sarvati melihat di kejauhan ada sesosok makhluk yang berlari kencang dengan kedua tangan dan kakinya. Bumi dan langit seolah berguncang menemani langkahnya.
Sarvati tidak melihat jelas pada awalnya, tetapi semakin lama semakin jelas bentuk sosok itu adalah makhluk berbentuk nagga besar tidak bersayap. Sisiknya berwarna merah marun dengan sisik berwarna warna coklat keemasan menghiasi bagian tengah dada dan lehernya.
Nagga asing itu mendadak melompat tinggi sembari mengepalkan tinju. Kini Sarvati melihat nagga itu memiliki tanduk yang begitu besar dan melingkar turun ke arah bahunya dengan ujung lancipnya mencuat ke depan, membuatnya seolah-olah memiliki surai. Badannya lebih besar daripada Vayyu dan sangat kekar, jauh lebih kekar dibandingkan Vayyu dan Jendral Kaisser. Sisik pada tangannya yang berwarna merah kehitaman dan tampak jauh lebih tebal dibanding sisik pada bagian tubuh lainya, menyebabkan nagga itu tampak seperti memakai sarung tangan
Melihat keadaan sekitar dan niatan bertarung yang memancar begitu kuat si merah marun, Sarvati yakin sepenuhnya nagga itu tidak datang untuk berbincang tetapi untuk berkelahi. Dia bersiap menyambut nagga itu di udara.
Interogasi bisa dia lakukan nanti.
Namun, ternyada dia tidak melompat untuk meninju Sarvati, melainkan demi meluncur cepat ke bawah sana. Ke arah Vayyu.
Kilat menyambar tepat di lokasi pertemuan kedua makhluk itu bersamaan dengan gelombang tenaga yang menghempaskan segala sesuatu yang ada di dekat mereka.
Sarvati berusaha dengan susah payah mengendalikan keseimbangannya saat gelombang tenaga itu meledak. Akan tetapi, dia akhirnya terpental agak jauh sebelum sepenuhnya berhasil mengendalikan tubuhnya. Sarvati tidak bisa melihat pertarungan di bawah sana dengan cukup jelas, gelombang-gelombang tenaga terlepas ke segala penjuru dari tinju-tinju yang mereka lepaskan.
Sarvati sedikit bersyukur tanah ini sudah terlebih dahulu kering akibat ulah sisa-sisa kekuatan Rahnuc. Jika tidak, dia enggan membayangkan kerusakan macam apa yang bisa mereka lancarkan.
Biarlah, kerusakan itu urusan nanti. Tujuan utamanya sekarang adalah membantu Vayyu menghentikan nagga merah marun itu. Insting Sarvati sebenarnya merasakan seberapa berbahayanya kekuatan makhluk itu, tetapi dia tetap menukik tajam dalam kobaran api Zhurron.
Sebelum Sarvati sempat menghunuskan pedangnya pada nagga berwarna merah marun, Vayyu melepaskan sebuah tinju yang diiringi hembusan angin kuat, membuat pergerakan Sarvati terhenti seketika itu juga.
Itu bukan serangan yang sepenuhnya diarahkan Vayyu pada lawannya. Sarvati sadar sepenuhnya itu adalah isyarat yang diarahkan padanya. Namun untuk apa? Apa Vayyu merasa lawan mereka terlalu tangguh untuk dihadapi Sarvati?
Atau…
Sarvati menghela napas. Dia baru sadar ini adalah sebuah duel. Sarvati tidak sepenuhnya setuju dengan hal itu, tetapi biarlah untuk saat ini dia mendarat dan memperhatikan saja dari jauh.
Hati Sarvati tergelitik sedikit melihat duel di antara kedua nagga itu. Dia jadi teringat kenyataan walaupun manusia dan nagga saling tidak suka satu sama lain dan sangat bertolak belakang, sisi manapun entah mengapa sering sekali menjunjung tinggi yang namanya kehormatan. Walaupun kehormatan itu bisa berarti mereka harus saling bunuh dalam duel ataupun terbunuh karena tertipu. Yang penting mereka jadi terhormat.
Mungkin karena dia separuh nagga dan manusia, Sarvati jadi tidak bisa mengerti prinsip tidak masuk di akal itu.
Yang dilakukan Vayyu saat ini pun sepertinya tidak jauh-jauh dari konsep itu. Sarvati tidak yakin apakah nagga biru itu memiliki kepercayaan diri yang terlalu tinggi atau gila, atau dua-duanya. Menurutnya, sangat sulit bagi Vayyu untuk bisa menandingi nagga merah marun itu. Walau Sarvati mengakui kekuatan Vayyu, tetapi si merah marun jelas tampak lebih kuat. Kecuali jika Vayyu menggunakan ajian-ajian anehnya, mungkin Sarvati tidak harus turun tangan.
Lalu mengapa Vayyu tidak memakai busurnya? Apa karena lawannya tidak memakai senjata juga? Logika macam apa itu?
Badai gelombang pun sempat berakhir sesaat, bersamaan dengan keseimbangan antara kedua petarung yang mulai goyah. Di saat itu, Vayyu berhasil mengelak dari sebuah tinju yang dilayangkan lawannya dan berhasil menghantam dagu lawannya dengan telak menggunakan tinju kanannya serta menyebabkan nagga itu terpental beberapa langkah ke belakang. Vayyu tidak membuang kesempatan dan segera melompat ke depan sambil mengumpulkan pusaran udara pada kepalan tangan kirinya.
Suara keras dan guncangan hebat pun terjadi saat tinju kiri Vayyu bertemu dengan tinju kanan lawannya yang dilapisi kilatan-kilatan bagaikan petir kecil.
"Cih," Sarvati terpaksa menancapkan pedangnya ke tanah demi mengatasi hempasan tenaga dari kedua nagga. Setelah hempasan keras mereda, Sarvati melihat kedua nagga itu masih terkunci pada posisi mereka sebelumnya. Ledakan gelombang sekuat itu, dan mereka berdua seolah tidak terpengaruh sedikitpun.
Walaupun mereka tidak bergerak, tetapi tangan kiri Vayyu tampak seperti mulai dialiri aliran angin yang membentuk pusaran kecil di sekitar lengannya. Tidak kalah, kilat-kilat kecil pun mulai banyak menari-nari di tinju kanan lawannya bersamaan dengan tarian-tarian petir yang menyambar ganas di angkasa.
"Tinju Petir," geram si merah marun. Suaranya terdengar besar dan berat. "Pembelah Bumi!!" serunya sambil memajukan tubuhnya bersamaan dengan menarik lengan kanannya, menyebabkan posisi tinjunya dengan Vayyu masih terkunci di posisi sama. Tetapi tidak untuk saat yang lama. Karena dalam sekejap dia mendorong tinju kanannya dengan sangat kuat melawan tinju kiri Vayyu dan mementalkan si bedebah biru. Aliran kilat yang menyambar dari lengannya mengikuti Vayyu dan juga membelah tanah sepanjang jarak terpentalnya Vayyu.
Sarvati segera menarik pedangnya dalam posisi bersiap dan membiarkan keduanya terbakar dalam api masing-masing. Walaupun Vayyu tampak berhasil mengendalikan diri dan masih berdiri setelah terlempar, keadaan tidak tampak lebih baik. Justru tampak lebih memburuk.
Mau tidak mau, Sarvati mungkin seharusnya memang turun tangan.
"Tinju Petir!" seru si merah marun sambil melompat cepat menutup jarak dengan Vayyu, Sarvati segera merespon dengan meluncur cepat ke arah mereka berdua sementara Vayyu menyilangkan kedua tangannya di depan kepalanya bersiap untuk menerima hantaman.
"Pengguncang Surga!"
Petir menyambar ganas tepat di posisi bertemunya tinju nagga itu dengan Vayyu menghasilkan suara dentuman keras, hempasan gelombang yang sangat kuat, dan cahaya yang begitu menyilaukan memaksa Sarvati menutup matanya sambil menancapkan pedanngya ke tanah untuk bertahan. Dia terus berusaha mempertahankan posisinya di tengah badai gelombang.
Ketika sinar mulai memudar dan Sarvati bisa membuka matanya, dia tidak menunggu lebih lama lagi. Walau matanya masih terkabur akibat silaunya cahaya, Sarvati meluncur begitu saja ke arah si merah marun yang masih berdiri tegak di depan tubuh Vayyu yang telah jatuh terjerembab ke tanah.
Terbesit di benak Sarvati mempertanyakan letak kehormatan kadal kriminal itu sekarang.
"Kobarkan Api Penghakiman! Zhurron!" Sarvati meraung dan melepaskan cambuk api dari Zhurron tepat ke si merah marun. Walau tampak sangat terkejut, dengan gesit nagga itu menangkis cambuk api Zhurron. Seperti yang telah diharapkan Sarvati.
Cambuk api Zhurron dengan cepat membelit lengan kiri nagga itu. Menghadapi musuh lebih kecil atau tidak terlalu besar, cambuk itu bisa dipakai untuk menahan dan menarik lawannya. Tapi karena ukuran lawannya jauh lebih besar kali ini, Sarvati menggunakannya untuk mempercepat pergerakannya dan menambah momentum.
Sarvati tidak mau dan tidak akan kalah dari nagga yang lebih besar.
"Lepaskan Api Suci-mu! Aggni!"
Sarvati menghunuskan Aggni yang terbakar api putih tepat ke jantung lawannya. Namun, nagga besar itu menepis tusukan Sarvati dan memaksanya meluncur ke samping. Sarvati segera berputar melepas rantai api Zurron dan menebaskan kedua pedangnya sambil berputar. Bunyi besi berdentangan terdengar saat si merah marun menangkis tebasan berputar Sarvati dengan sisik pada tangannya.
Setelah berhasil mendarat dengan sempurna, Sarvati membalikkan pegangannya pada Zhurron dan menancapkan pedang itu ke tanah, menghasilkan pilar api yang langsung membakar posisi lawannya.
Dia mengacungkan Aggni tepat ke arah si merah marun dan menahan lengan kanannya dengan lengan kirinya tepat di sikunya. Kekuatannya dipusatkan pada ujung mata pedangnya dan sebuah bola api putih pun mulai terbentuk dengan cepat di depan mata pedang Aggni.
Ketika bola api itu menjadi dua kali lipat besar kepalanya, Sarvati melontarkan bola api itu tepat ke posisi sang nagga yang tengah dibakar Zhurron. Ledakan besar yang menyilaukan pun kembali terjadi. Sarvati menutup matanya sendiri sambil berpegangan erat pada Zhurron demi mempertahankan posisinya.
Kalau tidak hangus terbakar, setidaknya makhluk itu pasti sudah terpanggang.
Di saat ledakan mulai sirna, Sarvati melihat si merah marun berlutut terengah-engah dan beberapa bagian pada sisiknya tampak hangus terbakar. Sarvati segera melonjak ke depan dengan Zhurron dan Aggni berkobar hebat, siap untuk ditebaskan. Sudah saatnya mengakhiri perjuangan makhluk ini.
Mendadak muncul Vayyu di antara Sarvati dan targetnya. Dia berkata dengan jenaka, "Hei, hei sudah, sudah, jangan terbawa suasana."
Setelah itu dia merentangkan tangan, membuat dinding angin yang menghempaskan Sarvati.