Chereads / A Smile / Chapter 1 - tusa

A Smile

🇮🇩uburubur
  • --
    chs / week
  • --
    NOT RATINGS
  • 5k
    Views
Synopsis

Chapter 1 - tusa

1

Diputar playlist lagu-lagu barat dalam volume yang tidak mengganggu obrolan para pelanggan, di saat yang sama cukup untuk terdengar ke semua sudut ruangan. Tak terkecuali beberapa kursi yang ada di depan dek bar di tepi ruangan. Duduk di salah satu kursi itu, Raka menyesap batang rokoknya lalu menghembuskan asapnya sambil memasang mata ke salah satu meja. Tiga pasangan yang terlihat seperti anak kuliahan duduk melingkar di meja itu. Salah satu laki-laki yang terlihat seperti pusat perhatian menuang root beer botol ke gelas salah satu perempuan, mereka menyuruhnya perempuan itu meminumnya sebagai hukuman karena kalah dalam permainan. Mereka menertawai perempuan itu, wajahnya langsung memerah hanya karena setengah gelas root beer. Putaran permainan berlanjut, saat Raka menunggu siapa yang harus minum selanjutnya, tiba-tiba seseorang menepuk pundaknya.

"Raka!"

Raka menoleh. "Ya?"

Seorang perempuan dengan seragam hitam putih sama sepertinya melepaskan tatapan belati. "Gak boleh rokok pas kerja!" Raka mengenali pemilik tatapan sinis itu sebagai Kei.

Raka segera beranjak dari tempat duduknya dan buru-buru mematikan rokoknya. "Maaf," katanya dengan suara kecil. Lalu seolah mendapat ide setelah melihat mampan yang Kei bawa, dia melanjutkan seraya mengulurkan tangannya. "Itu, biar aku aja."

Kei langsung paham maksud Raka yang mengulurkan tangan ke mampan pesanan yang dibawanya, Kei lalu menyerahkan mampannya. "Anterin ke meja sana. Ini pesanan kedua perempuan itu," suruhnya sambil menunjuk salah satu meja dengan matanya. Mengikuti garis pandangan Kei, Raka mendapati pelanggan perempuan yang duduk sendirian di meja itu.

—

"Permisi, kak."

Raka menunduk, dan menurunkan pesanan yang dia bawa.

"Silakan," lanjut Raka mempersilakan pelanggan perempuan di depannya.

"Tuangin." Perempuan itu mengulurkan gelasnya ke Raka.

"Malah bengong. Buruan.."

"I-Iya." Raka segera mengambil botol di meja, dan menuangnya ke gelasnya.

"Udah, udah," pelanggan itu menyuruh.

Raka berhenti menuang. Lalu perempuan itu mendekatkan gelasnya. "Makasih," katanya sebelum meminum gelasnya yang setengah penuh.

Perempuan itu tiba-tiba beranjak dari tempat duduknya. "Mau ke kamar kecil," pamitnya.

"E-Eh!"

Raka mengulurkan tangan menangkap perempuan itu yang tiba-tiba menjatuhkan diri di hadapannya.

—

..tik tik tik..

Terdengar samar suara ketikan.

Semakin jelas terdengar bersama kesadarannya yang mulai kembali, dia mulai membuka mata.

Langit-langit ruangan.

Plafon putih.

Lukisan abstrak yang terpajang di dinding.

Saat dia mencoba mengenali seisi ruangan, sebuah suara yang bertanya menyita perhatiannya. Suara seorang perempuan bertanya dari sebelah sana. "Udah bangun?"

Beranjak bangun, dia lalu menoleh ke arah suara itu.

Seorang perempuan yang nampak beberapa tahun lebih tua darinya duduk di kursi dengan sebuah laptop di atas meja depannya.

"Aku Miya, manager di sini." Perempuan itu mengenalkan diri. "Tadi kamu pingsan. Raka yang bawa kamu kesini," lanjutnya menjelaskan kepada perempuan yang baru bangun setelah dua jam berbaring di sofanya.

"Raka?" Perempuan itu terheran. "Siapa..?"

"Loh?" Miya terheran balik. "Dia temanmu kan."

"Bukan." Dia menggelengkan kepala. "Dia siapa..?"

"Pelayan di sini. Kirain kamu temannya malah.."

"Terus Rakanya ke mana?" Perempuan itu bertanya menyadari tidak ada orang lain di ruangan yang nampak seperti bagian administrasi itu, selain dia dan perempuan yang mengenalkan diri sebagai Miya tadi.

"Raka? Udah balik, sih."

"Lagian sekarang udah jam dua belas, shift dia udah selesai dari tadi."

"Eh, dua belas..?"

—

"Bentar lagi.."

"22.00, akhirnya!" Seru Raka sambil melihat jam tangannya.

"Lo kebelit pulang ato apa sih?" Heran Doni yang juga satu shift dengannya.

Raka dengan nada sok bilang, "Sorry ya, gua orangnya on-time."

Selesai mengganti pakaian, Raka menutup kembali lokernya dan menguncinya.

Doni berjalan mendekat dari arah sana saat Raka baru saja keluar dari ruang ganti. "Di sini ternyata. Ada yang nyari lo tuh di luar," katanya sambil menunjuk jempolnya ke belakang.

Dengan setengah ragu Raka mendekati perempuan yang ditunjuk Doni sebelum dia menuju ke ruang ganti. Perempuan itu menghadap ke arah lain, dengan punggung membelakangi Raka. Setelah membulatkan niat, Raka memutuskan untuk menanyai perempuan itu.

"Permisi."

Perempuan itu berbalik. "Ya?"

"Eh? Kamu yang kemarin.."

"Kamu Raka?"

"Ya." Raka menggangguk. "Katanya tadi nyari ya.."

"Ya. Boleh ngobrol bentar habis ini?" Tambah perempuan itu bertanya.

Raka menutup pintu di sampingnya, lalu perempuan yang duduk di kemudi di sebelahnya menyalakan mesin.

"Oiya, aku Erlin." Perempuan di sebelahnya mengulurkan tangan.

Raka menjabat tangannya. "Raka."

"Thanks buat kemarin. Miya bilang kamu mindahin aku."

"Oh, ya. Santai aja. Miya maksudmu manager?"

"Ya. Dia juga yang bilang shift-mu kelar jam segini."

"Kamu habis ini mau kemana?" lanjut Erlin bertanya.

"Gak kemana-mana. Pulang."

"Oiya, kesini naik apa?"

"Gak naik apa-apa. Jalan kaki."

"Jalan? Baguslah kalo gitu. Aku anter."

"Rumahmu pasti deketan sini, kan." Lanjut Erlin bertanya mendahului Raka yang baru akan membuka mulutnya. Erlin mulai menginjak pedal gas.

"Ya. Lima menit kalo jalan, tapi gak perlu anterin kok. Gak perlu sungkan, santai aja.."

"Udah gak papa. Lagian udah naik juga kan. Masa mau turun.."

—

Tok! Tok!

"Yo!" Sapa Doni begitu Raka membukakan pintu.

Raka memeriksa isi kulkasnya, seperti yang dia kira masih ada beberapa saset kopi instan di sana.

"Jadi napa lu kesini?" Tanya Raka sambil mengaduk dua cangkir kopi yang diseduhnya.

"Kayaknya gua gak sakit hari ini," tambahnya.

"Emang gua cuman boleh main pas lu sakit doang."

"Mending lu dateng pas gua sakit, soalnya bakal bawa jajan."

"Kampret lu."

"Btw, buat sarapan apa lu?" Lanjut Doni bertanya sambil melirik ke arah dapur.

"Belom, gak ada bahan." Raka menggelengkan kepala. "Gua niatnya mau beli bahan, eh elu malah kesini."

"Kalo gitu kuy beli!"

—

"30 persen.." Raka bertanya-tanya sambil menatap setumpuk sayur di depannya. Label diskon di atasnya membuat perhatian Raka sulit untuk tidak tersita ke sana.

"Beli aja. Lu udah kayak ibuk-ibuk aja," sahut Doni.

"Elu yang hidup ama ortu mana paham soal ngirit."

Setelah mengambil dua ikat sayur itu, Raka lanjut mendorong troli belanjaannya yang sudah berisi beberapa bahan.

Tiba-tiba sebuah suara memanggil dari arah sampingnya. "Raka..?"

Raka lalu menoleh ke arah suara.

Kedua alis Raka terangkat. Satu wajah tak asing di depannya melihat balik dengan ekspresi yang sama. Rambut pendek yang menggantung seatas bahu dengan sedikit warna orange di ujung-ujungnya, Raka mengenal perempuan ini sebagai Asha.

Raka agak terkejut, tapi dia segera mengusai dirinya, dan menyapa dengan setengah ragu. "Yo.."

—