Chapter 17 - Menantang Goblin

Untuk pertama kalinya Bell mengunjungi planet bernama Bumi. Tapi entah kenapa ia merasa tempat ini tidak jauh berbeda dengan Planet yang ia tinggali. Hanya hutan biasa dengan bermacam jenis monster.

Sebelum berangkat ia sempat bertanya kepada Master kemana mereka akan pergi.

Jawaban yang di dapat Bell tidak terlalu jelas, master hanya berkata kami akan pergi ke pulau tanpa nama yang baru-baru ini tiba-tiba muncul di tengah samudra pasifik. Di sana kita bisa mencari monster untuk diletakkan pada Dungeon

Perkataan 'pulau yang tiba-tiba muncul' sedikit membuat bingung Bell, ia kesulitan memahami arti dari perkataan ini. Meski begitu Bell tidak menyakan lebih lanjut, dengan patuh mengikuti kemanapun masternya pergi.

Sambil berjalan sedikit dibelakang master, Bell terus mempertahankan kewaspadaan tinggi. Jika tiba-tiba ada monster yang kuat mendekat dia bisa memperingatkan masternya. Sebagai salah satu ras binatang, secara alami ia memiliki insting kuat terhadapa bahaya.

Bell merasa mungkin karena alasan inilah mengapa master membawanya ikut ke tempat ini.

"Lihat di depan sana Bell, kita hampir sama."

Bell memandang ke depan, di mana ia melihat gubuk-gubuk terbuat dari kayu dan dedaunan kering berdiri dimana-mana, orang-orang dengan kulit berwarna hijau terlihat mondar-mandir ke sana kemari melakukan aktifitas harian mereka.

Telinga mereka sedikit runcing, bulu-bulu halus tumbuh di punggung atas mereka, memiliki gigi-gigi tajam, dan kulit hijau.

Tidak salah lagi mereka adalah ras goblin, tidak tahu pasti dari jenis goblin yang mana. Dibanding Goblin normal suku goblin ini memiliki tubuh yang lebih besar.

Saat Bell mendengar dia dan masternya akan 'mencari monster', dan master membiarkan pelayan yang lain untuk beristiarahat selama seharian penuh, serta memberikan kakek Alfred uang sebanyak 500 energi dan wewenang menggunakan toko Dungeon, Bell mengira proses 'mencari monster' ini akan memakan waktu lama, mungkin hingga seharian penuh. Tapi nyatanya tidak, bahkan tidak sampai 30 menit berjalan mereka sudah menemukan sebuah suku goblin.

Bell kemudian melihat Master mengeluarkan sebuah totem seukuran 2 jari, mengucapkan mantra dalam bahasa iblis kuno dan melemparnya ke atas.

Di tengah udara ukuran Totem membesar mecapai lebar hingga 50cm dan = tinggi lebih dari dua meter, dengan ukuran sebesar ini satu demi satu dari Goblin mulai menyadari keberadaaan Totem.

Dan ketika Totem mendarat perlahan ditanah, hampir setiap goblin berlari mendekat, penasaran terhadap benda aneh entah dari mana itu yang tiba tiba muncul didekat tempat tinggal mereka.

"Semua dengarkan, dengan saksi dan kehendak Gaia, Master Dungeon Alan menantang kalian Suku Goblin Titan dalam tantangan 1 lawan 1, bagi yang memenangkan 2 pertandingan terlebih dahulu adalah pemenangnya dan pihak yang kalah di haruskan untuk menuruti permintaan pihak yang menang. Silahkan pilih orang-orang mu yang akan mentukan masa depan dari masing-masing pihak" 

Suara yang keras terdengar dari arah Totem.

Bell yakin sekali ia tidak pernah mendengar bahasa ini sebelumnya, tapi anehnya ia bisa mengerti setiap kata yang terdengar dari Totem.

Melihat reaksi para goblin, sepertinya mereka juga mengerti apa yang dikatakan totem.

"Ayo Bell, kita pergi dan tantang mereka."

"Ya, master" 

Sekali lagi Bell memutuskan untuk tidak memikirkannya lebih lanjut, dan hanya mengikuti perkataan masternya.

Dibawah tatapan begitu banyak Goblin mereka berjalan menuju pusat.

Para goblin telah memberikan ruangan terbuka untuk bertarung, seorang Goblin dengan tinggi 170cm berjalan ke tengah dengan tatapan dengan senyum bangga di wajahnya. Ia meneyeret sebuah pemukul kayu setebal paha orang dewasa

Ini adalah goblin tertinggi yang pernah Bell lihat, umumnya Goblin memiliki ketinggian rata-rata 100 hingga 130 cm, dan suku goblin titan ini memiliki tinggi rata-rata 150 cm.

Masing-masing goblin di sekeliling mengeluarkan sorakan untuk Goblin 170 cm ini.memeberikan tekanan yang cukup besar.

Tapi seolah semua tekanan ini hanya sebuah ilusi, dengan tenangnya master berjalan ke tengah untuk melakukan pertarungan. Hnaya membawa bilah kayu kecil yang sebelumnya ia pungut di jalan.

*********

Meski bell tidak mengerti bahasa Goblin, melihat gerakan tubuh dan nada suara mereka, mudah dipahami ketika master maju ke 'arena' mereka sedang mengejeknya, melihat sifat barbar mereka, pastinya tidak akan ada satu katapun yang baik keluar dari mulut mereka.

Membayangkan ini saja membuat Bell marah.

Di sisi lain Alan masih terlihat tenang. Menghadapi monster dengan tinggi badan yang hampir sama dengannya, namun dengan tubuh yang lebih besar, ia hanya menujukkan poker face.

Berbeda dengan Alan yang tenang, Goblin begitu dengan semangat.

"Graaa-!!!" teriakan pertarungan keluar dari mulutnya yang diikuti goblin yang lainnya.

Teriakan seperti ini, biasanya akan memberikan tekanan yang tidak terlihat pada lawannya. Tapi di tengah arena, Alan berdiri dengan tenangnya.

Ketika goblin berlari mendekat, Alan tidak membuat gerakan kuda-kuda atau persiapan lainnya, terus menatap goblin yang berlari kearahnya.

Goblin yang semakin mendekat, membuat sedikit tarikan bersiap mengayunkankan pemukul ke arah alan.

Alan hanya mencibir melihat gerakan ini, menggeser tubuhnya ke samping, gerakkannya sama sekali tidak cepat, tapi terlihat begitu pas, ketika pemukul hampir mengenai tubuhnya ia sudah berpindah tempat, sehingga pukulan tersebut meleset dan hanya menghantam tanah.

Dengan gerakan yang terlihat malas, Alan menancap kayu ditangannya ke perut goblin, memaksakan merobek kulit goblin sambil berjalan ke belakang.

Darah mengalir dari perut goblin, sebenarnya luka ini sama sekali tidak dalam, sebagai ras yang tinggal dialam liar Goblin terbiasa melakukan pertarungan jadi luka sekecil ini, tidak terlalu berdampak pada tubuh goblin, hanya membuatnya marah.

Alan yang berdiri dibelakang tidak banyak menunjukan reaksi atas kemarahan goblin, dengan santai ia kemudian menendang bagian belakang lutut Goblin.

Tendangan yang terlihat lemah ini berhasil membuat goblin tersungkur ketanah, sebelum goblin sempat berdiri Alan menggorok leher goblin dengan kayu ditangannya.

Luka lain yang membuat goblin mengeluarkan darah, Luka ini lebih dalam dari luka sebelumnya. Goblin tidak tahan untuk tidak berteriak kesakitan.

Bahkan setelah melakukan hal ini pun, Poker face terus menempel diwajah Alan, seoalah hal-hal seperti ini sudah biasa untuknya.

Bell yang menonton dari samping sekali lagi dibuat kagum. Pertarungan dengan kakek, dan pertarungan goblin ini membuktikan perbedaan pengalman bertarung yang jelas.

Ia jadi teringat kata-kata ayahnya dulu, "Pertarungan antara yang lemah dibedakan pada kekuatan, sedangkan yang kuat di bedakan berdasarkan keahlian dan pengalaman bertarung"

Hari ini, akhirnya bisa ia sepenuhnya mengerti kata-kata ayahnya.

Tatapannya sekali lagi, terfokus pada pertarungan di "arena".

Alan masih memegang kepala Goblin, namun berbeda dengan sebelumnya, ia sekarang berdiri didepan Goblin.

Alan menjatuhkan kayu di tangannya dan kemudian memegang kepala Goblin dengan dua tangan.

Menggunakan lututnya, Alan menendang kepala Goblin

Satu kali, dua kali, tiga kali... setiap goblin di sekeliling terdiam melihat tindakan brutal ini. Pejuang terkuat dari suku mereka sama sekali tidak dibiarkan untuk membalas 1 serangan pun. Seperti anak-anak yang dipermainkan oleh orang dewas.

Setelah puluhan kali melakukan tendangan yang sama, Alan mulai kelelahan. Ia kemudian mengambil kembali kayu yang ia jatuhkan, sedikit mendongakkan kepala goblin yang telah babak belur ditangannya, dan mengarahkan potongan kayu pada pupil mata berwarna kuning, yang kini menengang ketakutan ketika melihat potongan kayu dekat sekal idengan matanya.