Chereads / Istri Simpanan / Chapter 13 - Bab 13 - Hari Menyedihkan

Chapter 13 - Bab 13 - Hari Menyedihkan

Pyeongchang-dong

Begitu sampai di halaman villa Soo Yin langsung ke luar dan membanting pintu mobil dengan kuat. Melangkahkan kakinya menuju lantai atas dengan sangat cepat. Masuk ke kamar mandi kemudian kembali membanting pintunya. Untuk pintunya terbuat dari bahan kuat sehingga tidak rusak.

Soo Yin terduduk lemas sambil menutupi telinga dengan kedua tangannya. Terngiang kembali perkataan di masa lalunya.

"Dia adalah anak dari wanita simpanan Kim Nam."

"Aku kira dia tidak akan bertahan dan akan menyusul ibunya ke liang lahat."

"Anak pelakor kelak akan menjadi pelakor pula."

"Kita lihat saja nanti apa dia bisa bertahan sampai dewasa."

"Aku yakin jika besar nanti dia akan seperti ibunya yang merebut suami orang."

Meski saat itu masih duduk di bangku sekolah dasar tapi Soo Yin masih mengingat perkataan keluarga ayahnya yang selalu menghina dirinya dan mendiang ibunya. Selalu mengatakan kalau ibunya sudah merebut Kim Nam dari istri pertamanya.

Sampai sekarang dirinya tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi sehingga tidak bisa melakukan pembelaan apapun terhadap ibunya. Soo Yin hanya bisa menangis setiap orang-orang melontarkan cacian yang menyakiti hatinya.

Setiap menanyakan hal tersebut ayahnya tidak pernah mau mengatakan yang sebenarnya. Hanya menyuruhnya untuk tidak memperdulikan perkataan orang lain.

Saat di sekolah menengah pertama Soo Yin juga pernah mendapat hinaan dari saudara-saudara satu nenek sehingga menyebabkan semua murid satu sekolah mengejeknya.

Soo Yin terisak sambil menutupi wajahnya dengan kedua tangan. Benar-benar merasa hancur karena luka yang sudah lama tidak diingat kembali kini justru terjadi lagi.

Itulah mengapa selama ini Soo Yin masih membenci Dae Hyun, karena pria itu sudah menyebabkan dirinya akan benar-benar dianggap sebagai pelakor.

Tok ... tok ... tok..

"Soo Yin!" panggil Dae Hyun sembari mengetuk pintu kamar mandi. Ia dapat mendengar isakan Soo Yin yang tertahan di sela suara gemericik air.

"Soo Yin, keluarlah!" ujar Dae Hyun. Tidak ada jawaban sama sekali dari dalam sehingga membuat Dae Hyun merasa khawatir takut Soo Yin melakukan hal yang buruk.

"Sayang, maafkan aku," ujar Dae Hyun sambil terus menggedor pintu.

Soo Yin mengusap air matanya bangkit dan perlahan membuka pintu kamar mandi. Mengepalkan tinjunya sambil menahan amarah yang sejak tadi ia bendung. Inilah saatnya melampiaskan semuanya.

Dae Hyun merasa lega saat melihat pintu kamar mandi mulai terbuka perlahan. Dilihatnya kondisi Soo Yin saat ini seperti harimau yang hendak menerkam mangsanya. Matanya memerah, menatapnya dengan sorot mata yang sangat tajam. Tidak pernah Dae Hyun melihat Soo Yin semarah ini.

"Kau puas semua orang mengatakan diriku adalah seorang pelakor!" teriak Soo Yin dengan amarah dan tanpa sadar air mata jatuh dari pelupuk matanya.

"Mereka juga mengatakan kalau aku selingkuhan dan wanita simpanan!" teriak Soo Yin sembari memukul dada bidang Dae Hyun.

Dae Hyun hanya diam saja membiarkan Soo Yin meluapkan semua amarah yang dirasakannya.

"Soo Yin, maafkan aku," ujar Dae Hyun lirih sambil memegang pergelangan tangan Soo Yin yang tidak berhenti memukulnya.

Soo Yin semakin terisak sambil berusaha melepaskan tangannya dari cekalan Dae Hyun.

"Kau puas sekarang!" ujar Soo Yin dengan lemah.

"Hentikan, Soo Yin! aku mencintaimu dan kau bukanlah pelakor karena aku yang memaksamu untuk menikah denganku," ujar Dae Hyun.

"Mereka tidak akan percaya dengan perkataanmu!" tukas Soo Yin.

"Percayalah, aku sungguh mencintaimu," ujar Dae Hyun sambil memegang dagu Soo Yin tapi gadis itu menepis pergelangan tangan Dae Hyun.

"Pergilah! aku tidak ingin melihatmu," ujar Soo Yin lirih sambil memukul dada Dae Hyun tapi dengan pelan.

"Menangislah!" Dae Hyun mendekap Soo Yin ke dalam pelukannya membiarkan gadis itu menumpahkan semua air matanya.

Dae Hyun membimbing Soo Yin untuk duduk di tepi ranjang. Karena merasa lelah setelah menangis tanpa sadar Soo Yin tertidur di pelukan Dae Hyun. Setelah menumpahkan emosi yang ia rasakan selama ini, perlahan hatinya mulai lega.

Dae Hyun membaringkan Soo Yin di ranjang kemudian menyelimuti tubuhnya agar hangat. Dae Hyun mengulurkan tangannya menyentuh pipi Soo Yin dengan lembut.

"Maaf, sudah membuatmu menangis. Tapi aku tidak akan pernah bisa melepaskan dirimu," ujar Dae Hyun lirih.

Jika saja dirinya tidak mengikuti Soo Yin ke bioskop mungkin tidak akan pernah terjadi kejadian seperti ini. Dae Hyun juga tidak mengerti kenapa Soo Yin bisa semarah itu. Ini bukanlah saat yang tepat untuk mencari tahu.

°

°

°

Soo Yin terbangun ketika mentari pagi perlahan sudah mulai naik. Saat membuka mata, Soo Yin merasa sedikit pusing dan matanya juga terasa berat. Sambil memegang kepalanya Soo Yin mengingat-ingat apa yang terjadi semalam.

Begitu mengingat semuanya Soo Yin bergegas turun, segera menuju meja rias. Terlihat matanya yang sembab dan bengkak akibat semalam menangis. Untunglah hari ini tidak masuk kerja sehingga tidak perlu bertemu dengan orang-orang.

Soo Yin melirik sofa, ternyata di sana terdapat bantal dan selimut yang masih berantakan. Soo Yin segera mengambil bantal dan melipat selimut kemudian menaruhnya di atas ranjang.

Apa dia semalam tidak pulang ke rumah istrinya? ~ batin Soo Yin.

Soo Yin ke luar dari kamarnya setelah membersihkan diri, melihat ayahnya yang tengah duduk di Sofa sambil menikmati secangkir kopi.

"Selamat pagi, Ayah," sapa Soo Yin sambil menghampiri Kim Nam.

"Pagi, kau baru bangun? seharusnya kau bangun lebih pagi saat libur agar bisa memasak untuk suamimu," ujar Kim Nam.

"Apa kau menangis?" tanya Kim Nam sembari mengamati kelopak mata Soo Yin yang sedikit bengkak.

"Ah, aku semalam menonton film romantis tapi berakhir sedih sehingga membuatku terharu," ujar Soo Yin sambil mengucek kedua matanya.

"Kau masih saja suka pergi menonton. Kau sudah punya suami berhentilah bermain-main!" saran Kim Nam.

"Maaf," ujar Soo Yin lirih sambil menundukkan kepalanya.

"Tidak perlu meminta maaf pada Ayah. Mintalah maaf pada Dae Hyun," tukas Kim Nam.

"Tidak apa-apa, Ayah. Lagi pula semalam kami pergi nonton bersama," ujar Dae Hyun yang berjalan ke arah mereka.

"Baguslah kalau kalian pergi bersama. Aku hanya khawatir Soo Yin menganggap dirinya masih seperti dulu," ujar Kim Nam.

Saat masih sekolah Soo Yin sering kali pergi menonton hingga larut malam padahal Kim Nam sudah melarangnya. Sampai rela ke luar lewat jendela karena Kim Nam tidak mengizinkannya pergi.

"Tenanglah, aku sudah tidak seperti dulu lagi," ujar Soo Yin dengan wajah cemberut.

"Karena kalian berdua ada di sini, ada yang ingin ayah bicarakan pada kalian?" ujar Kim Nam sembari memandang anak dan menantunya secara bergantian.

"Ada apa?" tanya Soo Yin. Merasa penasaran kemudian duduk di samping Kim Nam.

"Ayah sudah memutuskan akan pergi ke Pulau Jeju, ayah ingin tinggal di sana bersama dengan pamanmu, Soo Yin." Kim Nam menghela napas panjang sambil menatap Soo Yin.

"Ayah jangan bercanda, ha ha ha," ujar Soo Yin sambil tertawa.

"Aku tidak bercanda, Soo Yin," jawab Kim Nam lirih.

"Maksudnya Ayah ... Ayah akan benar-benar pergi?" Soo Yin merasa tubuhnya sangat lemas.

"Ayah hanya ingin berkebun bersama dengan Pamanmu," ujar Kim Nam.

Soo Yin langsung memeluk Kim Nam sambil meneteskan air mata.

"Ayah, jangan pergi! apa Ayah sudah tidak menyayangiku?" ujar Soo Yin di sela tangisnya yang pecah.

"Kau sudah dewasa, lagi pula kau sudah mempunyai suami. Ayah hanya ingin menikmati masa tua di desa untuk menghirup udara segar," ujar Kim Nam sambil menepuk punggung putrinya.

"Bagaimana jika aku merindukanmu, Ayah? tetaplah tinggal di sini!" ujar Soo Yin.

"Ayah merasa bosan di sini karena tidak melakukan apapun. Dokter juga mengatakan kalau ayah harus beraktifitas agar lebih sehat," ujar Kim Nam. Sebenarnya Kim Nam juga merasa sedih harus meninggalkan Soo Yin di sini, tapi dirinya merasa tidak enak hati karena hanya berdiam diri di rumah tanpa melakukan apapun. Lagi pula Kim Nam ingin Soo Yin bisa bersikap lebih dewasa.

"Tapi ... tapi haruskah Ayah pergi ke Pulau Jeju?" Soo Yin tidak bisa menahan kesedihannya. Pundak Kim Nam kini telah basah terkena air matanya.

"Hanya sebentar saja, ayah tidak akan lama. Lagi pula kau bisa mengunjungi Ayah kapanpun kau mau." Kim Nam melepaskan pelukan putrinya pelan-pelan, memegang kedua pundak Soo Yin untuk menenangkannya.

"Jika Ayah ingin berkebun, aku bisa membuatkan rumah kaca untuk Ayah di dekat sini," timpal Dae Hyun.

"Tidak perlu," ujar Kim Nam sembari tersenyum. Menatap menantunya dengan ramah.

"Dae Hyun, tolong jaga putriku baik-baik. Aku tidak ingin melihatnya sedih saat aku kembali," sambung Kim Nam.

Dae Hyun menghela napas panjang. "Baik, Ayah. Aku akan menjaga Soo Yin dengan sepenuh hati," ucap Dae Hyun pada akhirnya.

Soo Yin berdecak sambil melirik ketika mendengar perkataan Dae Hyun. Tidak akan pernah mempercayai pria itu begitu saja. Perutnya saat terasa mual dengan ucapannya.

Sepenuh hati? yang benar saja ~ batin Soo Yin.

"Soo Yin, kau juga jadilah istri yang baik untuk suamimu. Jangan pernah kabur lagi!" ujar Kim Nam penuh penekanan.

"Bagaimana Ayah tahu kalau aku kabur?" Soo Yin memandang Dae Hyun dengan tatapan tajam. Marah karena pria itu sudah mengadu pada ayahnya.

"Tidak usah marah terhadap suamimu, bersikap baiklah padanya. Layani Dae Hyun dengan sepenuh hati. Ingat semua pesan ayah padamu, jadilah istri yang baik!" ujar Kim Nam sambil menatap putrinya.

"Baik, Ayah," ujar Soo Yin lirih sambil menundukkan kepalanya. Tersadar kalau selama ini tidak pernah sekalipun bersikap baik pada Dae Hyun.

Pada sore hari Soo Yin dan Dae Hyun mengantar Kim Nam hanya sampai pelabuhan. Soo Yin merasa kalau hari ini benar-benar sangat menyedihkan karena harus berpisah dengan ayahnya.

Dae Hyun mencoba menenangkan Soo Yin dengan mengusap pundaknya ketika gadis itu terus saja menangis tanpa henti. Melambaikan tangannya ke arah Kim Nam yang sudah memasuki kapal.

"Tidak usah bersedih, nanti kita bisa mengunjunginya," ujar Dae Hyun yang berdiri di samping Soo Yin. Mereka tengah berdiri di pinggir dermaga.

"Ayah, kenapa kau meninggalkanku?" ujar Soo Yin dengan lirih. Tidak memperdulikan Dae Hyun yang terus berusaha untuk menghiburnya.

"Ayo kita pulang! ini sudah larut malam," ujar Dae Hyun sembari melihat jam tangannya.

"Pulanglah, aku akan tetap di sini terlebih dahulu!" tukas Soo Yin sambil melepaskan tangan Dae Hyun yang berada di pundaknya.

Dae Hyun hanya menghela napas panjang, penuh rasa sabar menghadapi sikap Soo Yin yang masih belum bisa berdamai terhadapnya.