Seperti halnya di game manapun, peran seorang Healer sangatlah penting dalam Satisfy. Mereka sangat diperlukan untuk menstabilkan proses perburuan dalam party dan meningkatkan keberhasilan raid. Dalam Satisfy, para Healer merupakan Pendeta ( Priest ) yang melayani Rebecca, Dewi Cahaya. Hanya mereka yang melayani Rebecca-lah yang bisa menggunakan skill Heal.
"Mencari seorang Priest untuk menyelesaikan Raid Dunpapa dalam dua menit!"
"Mencari seorang Priest untuk party yang memiliki level rata-rata 150~"
"Priest! Tolong bergabung dengan party kami! Kamu akan memiliki prioritas pada itemnya!"
Popularitas para Priest tidak terbayangkan. Sayangnya, jumlah Priest sangatlah terbatas. Sangat sulit untuk menjadi Priest di Gereja Rebecca. Dilarang berkencan dan ada serangkaian kesulitan seperti berdoa selama berhari-hari, berdiam diri di Gereja, dan berpuasa.
Ada lelucon yang mengatakan bahwa para Priest dari Gereja Rebecca juga merupakan biksu dalam kehidupan nyatanya. Oleh karena itu, sebagian besar player enggan untuk menjadi Priest dari Gereja Rebecca dan sebagian besar Priest di Gereja Rebecca merupakan NPC.
"Haah... Tidak ada Priest hari ini."
"Kita harus pergi ke kuil lagi untuk menyewa seorang Priest."
Pihak-pihak yang mencari Priest harus mengunjungi Gereja Rebecca. Kemudian mereka harus membayar sejumlah besar donasi untuk mempekerjakan Priest NPC. Tindakan-tindakan seperti ini terus-menerus berulang, yang menyebabkan Gereja Rebecca mendapatkan sejumlah kekayaan yang luar biasa. Para Petinggi Priest di Gereja Rebecca, yang dikenal karena integritas mereka, sungguh luar biasa tanpa disadari.
Dia merupakan paus saat ini yang memimpin Gereja Rebecca saat ini. Drevigo, paus ke-13 dari Gereja Rebecca, sangat jauh berbeda dari paus yang ke pertama. Drevigo ingin sekali memenuhi kebutuhan pribadinya.
Setelah dirinya menjadi paus. Drevigo memahami pasar dan membangun kekayaan dengan mengubah para Priest menjadi komoditas. Ia membuat para petinggi Priest sangat marah dan memperburuk keadaannya, melakukan segala jenis keburukan pada mereka.
Akibatnya, reputasi Gereja Rebecca pun jatuh dari waktu ke waktu dan menjadi simbol kemunduran.
"Tidak ada Jawaban."
Di tempat ini, ada seorang gadis cantik yang memiliki kebiasaan mendesah. Namanya Isabel. Ia merupakan salah satu dari Putri Rebecca, paladin utama dari Gereja Rebecca, dan pemilik dari Tombak Lifael.
Isabel merinding ketika mendengarkan suara-suara yang berasal dari paus di kamarnya.
"Kehadiran yang seharusnya dianggap istimewa sedang menggoyangkan pinggangnya seperti anjing setiap malam."
Priest Cassus berbisik sambil memperhatikan kata-kata Isabel. "Shh. Kata-katamu tidak pantas untuk dikatakan oleh seorang perawan dari cahaya suci."
Isabel mengerutkan keningnya lalu mengatakan. "Kalau begitu apa yang harus aku katakan? Paus kita melakukan hubungan seksual setiap malam... Oof! Oof!"
Pada akhirnya, Cassus menutup mulut Isabel dengan tangannya. Cassus dengan gugup menatap Isabel yang pemarah.
"Aku tak bisa berbicara di depan Yang Mulia, dan sekarang aku bahkan tak bisa mengatakan keluhanku di belakangnya?"
"... Mata dan telinga Yang Mulia ada di mana-mana. Harap berhati-hatilah."
"Apa...!"
Kedua orang itu berbicara ketika paus datang berkunjung.
"Kalian berisik. Apa kalian sedang mengutukku?"
Sang paus membuka pintunya dan tubuhnya tampak telanjang. Kulitnya yang berkeringat bersinar di bawah sinar bulan. Meskipun akan segera berusia 60 saat lusa depan, ia memiliki kulit yang elastis dan tubuh yang sehat.
Isabel dan Cassus membungkuk.
"Senang sekali melihat Anda Yang Mulia."
"Isabel, kamu terlihat cantik seperti biasanya."
Paus Drevigo tersenyum dan menyentuh rambut Isabel seolah dirinya berharga. Isabel merasa malu dan menggigit bibirnya. Isabel ingin melepaskan tangan paus. Namun dirinya tidak memiliki keberanian untuk melakukan hal tersebut, sehingga Isabel pun menahan amarahnya. Ia dengan hati-hati memohon.
"Yang Mulia, Anda sudah pasti sibuk dengan para pelacur tersebut di tempat tidur Anda, kan? Apa tidak masalah meninggalkan mereka demi datang kemari dan berbicara dengan saya?"
"Huhu, tidak peduli seperti apa pun posisimu, bukankah kata-katamu terlalu menghinaku?"
Paus yang tersenyum menarik tangannya menjauh dari rambut Isabel. Orang yang melakukan tindakan tersebut tidak lain adalah sang Paus, sehingga Isabel tidak berani untuk menunjukkan kebenciannya.
"Aku sudah mengetahuinya mengapa Gereja Yatan menginginkan Divine Shield. Ada fenomena di mana Divine Shield dapat dipenuhi dengan kekuatan sihir kegelapan. Kemudian kekuatan suci yang sangat besar dari Divine Shield akan diubah menjadi sihir kegelapan. Gereja Yatan sedang berpikir untuk mengubah Gereja Suci menjadi senjata mereka."
Paus menunjukkan minatnya. "Kegelapan tinggal di mana ada cahaya... Sebenarnya, bukankah kekuatan suci dan kekuatan kegelapan memiliki kompatibilitas yang baik?"
"Kita harus mengambil langkah-langkah untuk mencegah mereka mendapatkan Divine Shield."
"Kita harus memanggil mereka semua kembali."
Metode pembuatan Divine Shield telah menyebar ke beberapa negara dan keluarga yang dekat dengan Gereja Rebecca. Sejak awal, seorang Pendeta Rebecca diperlukan untuk membantu membuat Divine Shield. Mustahil bagi seorang pandai besi untuk membuatnya sendiri, jadi gereja perlu memahami mengapa, kapan, siapa, dan pendeta mana yang digunakan untuk membantu pembuatan Divine Shield. Bukan hal yang sulit untuk merebut kembali Divine Shield.
"Saya akan mengarahkan para paladin untuk mengumpulkan Divine Shield dari setiap negara dan keluarga." Kata Isabel.
"Biarkan orang lain yang melakukan pekerjaan kasarnya. Aku punya suatu hal lain yang harus kamu lakukan."
"...?"
Paus membuat ekspresi yang berarti. "Aku menerima pesan suci tadi malam. Dewi Rebecca mengatakan bahwa salah satu putrinya akan mengkhianatiku cepat atau lambat."
"Apa maksudnya pesan tersebut?"
Apa yang Paus maksud? Isabel memiliki perasaan yang tidak menyenangkan dan tubuhnya kaku, sementara paus memerintahnya dengan senyum dingin.
"Tangkap Rin. Dia pasti pengkhianat yang dibicarakan oleh sang Dewi. Aku berniat untuk menghukumnya."
Isabel tidak setuju. "Putri Rebecca hanya setia pada Dewi Rebecca dan Yang Mulia! Tidak ada pengkhianat di antara kami."
"Rin ada di kuil yang berada di desa kecil dan tidak menanggapi panggilanku tiga kali. Bagaimana bisa dia melakukan tindakan tersebut kecuali dirinya berpikir untuk mengkhianatiku?"
Pada akhirnya, Isabel tak bisa menyembunyikan amarahnya.
"Tentunya Rin punya alasan untuk tidak menanggapi panggilan Anda! Yang Mulia! Apa Anda yakin pesan suci yang diberikan kepada Anda benar? Yang Mulia, saya tidak tahu Anda bisa mendengarkan pesan suci!"
"Betapa lancangnya!"
Paus mencengkram leher Isabel dengan satu tangannya. Lalu dirinya berbicara dengan cara yang mengancam.
"Keinginanku adalah kehendak Dewi Rebecca. Apa kamu tidak mempercayaiku?"
Isabel dibesarkan di lingkungan gereja. Seperti Priest atau paladin yang lainnya, ia telah dilatih untuk memiliki kesetiaan mutlak kepada Dewi Rebecca dan sang Paus. Tindakan tersebut merupakan jenis pencucian otak, sehingga Isabel tidak bisa menentang kehendak sang Paus, bahkan jika dirinya secara kodrat berjiwa bebas.
"... Saya percaya pada Anda." Isabel nyaris tak bisa mengatakannya. Kemudian sang Paus melepaskan tangan yang mencekiknya. Ia memberi Isabel senyum ramah yang tampak menyeramkan.
"Aku akan memberimu waktu dua hari. Bawa Rin ke sini."
Kwang!
Paus memerintahkannya dan meninggalkan ruangan. Cassus, yang telah membungkuk sepanjang waktu, bergegas bangkit. Cassus dengan hati-hati mengulurkan tangan pada Isabel dan berkata.
"...Apa yang akan kamu lakukan?"
Isabel terdiam beberapa saat setelah kunjungan sang Paus. Setelah itu ia menundukan kepalanya dan berkata dengan suara lemah.
"Apa yang bisa aku lakukan? Aku harus melakukan apa yang dia katakan."
Rin juga Putri Rebecca. Paus mungkin mirip dengan sampah dan reputasi gereja pun jatuh, namun tidaklah mungkin Rin akan mengkhianati mereka. Rin mungkin tak bisa menahan gereja yang busuk ini dan pergi mengembara untuk sementara waktu.
Isabel mengetahui hal tersebut lebih baik daripada siapa pun. Namun dirinya dipaksa untuk menjalankan perintah tersebut.
"..."
Cassus bersimpati pada Isabel yang menderita dan dengan cepat mengalihkan pandangannya ke arah jendela. Cassus pun mulai berdoa ke arah bulan.
'Dewi Rebecca... Tolong kirimkan hukuman suci kepada Paus yang buruk tersebut...'
***
Sudah empat hari sejak Grid meninggalkan Winston. Dalam waktu empat hari tersebut, Grid telah mencapai level 130. Itu semua terjadi karena Malacus Cloak. Grid menggunakan Malacus Cloak sejak meninggalkan Winston.
"Ini luar biasa."
Grrrung.
Perbatasan Kerajaan Abadi dan Kekaisaran Sahara. Puluhan monster berkumpul saat Grid melintasi Pegunungan Suaz. Mereka tertarik pada bau darah yang berasal dari Malacus Cloak.
Selama empat hari terakhir, Grid berulang kali berburu dengan cara seperti ini.
"Haap!"
Monster di Pegunungan Suaz memiliki level rata-rata 160-an. Saat ini, Grid sudah cukup kuat sehingga dirinya tidak harus menggunakan skillnya untuk melawan para monster yang berada di level 160. Sebagai bagian dari pelatihannya, Grid hanya menggunakan kemampuan berpedangnya yang murni untuk memotong monster satu per satu.
Kuaaak~!
Yip! Yelp!
Tubuh Grid sangat fenomenal dan melampaui batasan manusia berdasarkan statistiknya yang luar biasa. Tubuh Grid bergerak sesuai keinginannya, yang memungkinkan dirinya untuk menunjukkan ilmu pedang yang tak mungkin bisa dilakukannya bahkan ketika dirinya masih seorang warrior.
Sukakak!
Grid melompat sambil memegang Dainsleif dengan kedua tangannya, berputar sekitar tiga kali demi menggunakan gaya sentrifugalnya untuk menghancurkan tubuh sang Eti. Kemudian Grid sesegera mungkin merespon kapak yang diayunkan oleh para Troll yang berada di luar tubuh Eti yang hancur.
Pada saat yang bersamaan, kapak Ogre berayun di udara dan tiga batu dilemparkan oleh Eti. Sisi kanannya terhalang oleh pepohonan-pepohonan yang besar. Grid memotong leher Troll, namun Troll tersebut tidak langsung mati saat mengayunkan kapaknya lagi.
Chengkang!
Grid menghindari kapak Troll dan melompat ke arah kanan. Setelah menghindari kapak Ogre, Grid menggunakan kapak yang diayunkan Ogre sebagai tumpuan kakinya dan menghancurkan semua ketiga batu yang dilempar oleh Eti dengan Dainsleif. Kemudian Grid memasuki bagian tengah dari para Eti yang cemas.
Papat! Pa pa pa pa!
Pedang kegelapan bergerak dalam orbit yang tak terduga melalui tubuh para Eti. Para Eti sejenak kehilangan pandangan mereka karena jubah Grid mengepak dan dengan cepat menyadari bahwa diri mereka sendiri telah musnah. Grid berlari dan mengejar para monster yang melarikan diri. Setelah menembus jantung Eti, Grid melemparkan Eti yang sekarat ke arah monster Gargoyle yang turun dari langit.
Peok!
Gargoyle menendang Eti dengan gugup. Grid tertawa setelah menggunakan Fly untuk bergerak di atas kepala sang Gargoyle.
"Halo?"
Kyaack!
Sang Gargoyle terkejut dan buru-buru menembakan lasernya. Mereka begitu dekat sehingga Grid tak bisa menghindari serangan laser tersebut, namun Grid terus tetap terbang langsung ke arah sang Gargoyle. Sang gargoyle mengira Grid akan berubah menjadi batu dan berteriak penuh semangat.
Namun Grid baik-baik saja. Gargoyle bingung dan menerima Dainsleif ke arah lehernya.
"Hahat!"
Grid masih tertawa. Semakin dirinya bertarung, semakin banyak Exp dan level yang dia dapatkan, membuatnya merasa seperti dirinya semakin kuat.
"Ayo pergi!"
Masih ada sejumlah besar monster di tanah. Grid menarik keluar Pavranium dari inventorinya. Selama empat hari terakhir, Grid berusaha meningkatkan komunikasinya dengan Pavranium, dan komunikasinya pun meningkat dengan pesat.
Saat ini, Pavranium tidak hanya berputar dan melindungi Grid. Sebaliknya, Pavranium menyerang musuh terlebih dahulu sebagai tanggapan atas kehendak Grid.
Pipit!
Cakram emas bergerak seperti bumerang dan menyapu Tendon Achilles[0] dari raksasa tersebut. Grid menerjang Ogre yang jatuh dan pembantaian satu sisi pun dimulai. Semakin banyak monster yang berbondong-bondong karena Malacus Cloak saat Grid bertarung, dan malam pun tiba dengan cepat.
"Heok... Heok..."
Statistik stamina dan kekuatan grid sangat tinggi sehingga tidak masuk akal. Namun bahkan Grid pun kelelahan jika dirinya bertarung terus seharian penuh. Setelah memburu ratusan monster...
Grid meningkatkan levelnya ke arah tingkat yang memuaskannya, melepas jubahnya dan beristirahat. Jika dirinya mengulurkan tangan, bagaikan Grid bisa menangkap bintang-bintang di langit malam.
'Akan menyenangkannya bisa meningkatkan level sambil memakai Malacus Cloak dan bergerak... Tapi ada makhluk di mana-mana, jadi kecepatan geraknya terlalu lambat.'
Dalam rangka menyelesaikan quest kelasnya, Grid harus pergi ke gereja Judar, Dominion dan Yatan serta Gereja Rebecca. Sepertinya butuh waktu lama untuk menyelesaikan questnya, jadi dia tak bisa menundanya terlalu lama.
Haruskah Grid melepas jubahnya mulai besok? Grid merasa kepikiran sebelum membuat keputusannya.
'Aku tak bisa sering berkeliaran... Setelah quest ini, aku harus menikah dan bekerja di bengkel... Ya, mari kita manfaatkan hal tersebut sekarang.'
Keesokan harinya. Hari yang cerah dan staminanya pun terisi ulang, jadi Grid menggunakan Malacus Cloak-nya lagi. Kemudian dirinya terus berburu sambil melintasi pegunungan. Hasilnya, Grid menghabiskan waktu seminggu penuh melintasi Pegunungan Suaz yang dapat disebrangi orang biasa dalam tiga hari.
Berkat hal tersebut, Grid dapat menikmati dirinya sendiri.
Namun pada titik ini.
Seseorang yang menderita karena Grid...
"Grid... Kapan kamu akan kembali...?"
Grid menghilang dari bengkel Khan. Ada seorang laki-laki botak berjongkok di sudut bengkel. Dia adalah Vantner. Ia bergumam sambil memperhatikan pintu masuk bengkel.
"Grid... Ayo sekarang... Cepat... Kembalilah..."
Inilah akhir dari batas penantiannya! Gilirannya untuk menerima item Grid. Namun bajingan itu tidak membuat item dan menghilang dalam sebuah quest, dan sekarang sudah 10 hari berlalu. Kapan ia akan kembali?
"Kenapa...? Kenapa pada giliranku...?"
Di tengah-tengah penantiannya, Pon dan Ibellin meningkatkan level mereka berkat Grid. Level Pon jauh tertinggal di depan Vantner, dan sekarang Ibellin pun mengejar level Vantner.
"Tolong segeralah kembali ~~~!!"
Anggota guild lainnya membawa item-item mereka ke Khan untuk diperbaiki, dan bertemu dengan Vantner.
"Kenapa dia bertingkah seperti itu?"
"Mungkin dia melihat Pon dan Ibellin menyapu monster dengan senjata yang mereka miliki. Setelah itu, ia tak bisa pergi berburu."
"Tidak, bukankah Vantner dalam situasi yang lebih baik dari kita? Bukankah Grid memperkuat kapaknya melalui skill penilaiannya?"
"Tetap saja... Dia tak bisa berburu di tanah perburuan yang cocok untuk levelnya karena pertahanannya terlalu lemah."
"Benar, jika saja Vantner memberikan perhatian lebih banyak pada pertahanannya... Meskipun menjadi Guardian Knight, ia menempatkan semua poinnya ke dalam kekuatan dan hanya peduli pada senjatanya. Inilah akhir yang membuatnya kacau."
Kemudian suatu hari, Vantner memberikan saran kepada Jishuka. "Lain kali Grid melanjutkan quest, semua anggota guild harus menemaninya. Kita akan bekerja sama untuk menyelesaikan quest-nya. Kemudian Grid takkan membuang-buang waktu pada questnya dan dapat mengabdikan dirinya untuk membuat item kita."
"... Grid juga harus menikmati permainan."
"Dia pandai besi! Dia harus melakukan tugasnya!"
"..."
Hati Vantner terkunci dalam bengkel di mana ia ingin Grid membuatkan item untuknya.