Ini adalah hari pertama Adam di SMA Buana dan ia telah membuat seisi sekolah ribut seakan kedatangan seorang artis terkenal. Wajar saja, selain pengawal dan mobil mewah, wajah rupawan khas idol korea dan tubuh ideal bak model ini pastinya akan membuat seluruh mata tertuju padanya terutama kaum wanita.
"Liat deh, tinggi banget... pasti tingginya 180 senti... eh mungkin lebih."
"Waah... itu artis?"
"Duh kalau begini saingannya makin susah dong..."
Tidak ada percakapan yang tidak membicarakan Adam pagi itu. Seketika Adam langsung menjadi murid populer nomor 1 di sekolah seperti lilin yang dinyalakan ketika listrik padam.
"Anu... Kelas 1-B dimana ya?" Adam bertanya kepada salah satu siswi yang sedang berdiri di lorong.
"Ah-" Lantas siswi yang ditanya oleh Adam langsung salah tingkah "K-Kelas 1-B?" sambil merapikan rambutnya wajahnya mulai memerah "K-kita sekelas kok... a-ayo ikut aku."
Sepanjang perjalanan menuju kelas, mereka berbincang-bincang sambil ditemani tatapan-tatapan iri anak cewek yang lain di lorong.
"Oiya, ngomong-ngomong nama kamu siapa?" Adam bertanya sambil tersenyum dengan senyuman yang membuat kedua matanya menyipit.
"N-nama? ah iya nama ya. Fitri... Fitri Kirana." jawabnya gugup.
"Fitri ya? Namaku..."
(Bel berbunyi)
Percakapan mereka terhenti oleh bunyi bel. Kemudian seluruh murid yang tadinya memenuhi lorong pun berbondong-bondong memasuki ke kelas mereka masing-masing. Sesampainya di kelas Tak hanya para cewek, yang cowok pun langsung mengajak Adam mengobrol dan berkenalan.
"Semuanya duduk!" pak guru datang dengan membawa tab-nya.
"Sepertinya kalian sudah kenal, tapi sekali lagi bapak akan kenalkan murid pindahan baru kita. Kamu, sini maju perkenalkan dirimu." pak guru meminta Adam untuk"sekali lagi" memperkenalkan dirinya.
(3 jam sebelumnya di kediaman Adam)
Di sebuah rumah besar nan megah dengan 3 lantai bak istana, Adam bersama paman dan bibinya sedang menikmati sarapan mereka di meja makan yang panjang.
"Adam, lakukan seperti yang sudah kita bahas." pamannya yang seorang pria paruh baya berbicara pada Adam sambil menyuap makanannya kedalam mulut.
"Tentu saja, kau pikir aku sudah berapa kali melakukannya?"
"Hati-hati Adam, terkadang sesuatu tidak selalu berjalan sesuai rencana." bibinya menasihati Adam agar jangan terlalu meremehkan sesuatu.
"Oiya Adam, kau sudah membaca semua berkas yang kukirim ke sekolah barumu kan?" pamannya memastikan.
"Ya tentu. Nama, asal, pendidikan sebelumnya dan semacamnya itu kan?"
Setelah beres menyantap sarapan, mereka segera menuju ke pekerjaan mereka masing-masing. Pamannya merupakan CEO perusahaan A.A Group yang memiliki banyak anak perusahaan dalam berbagai bidang bisnis. Bibinya merupakan seorang Letnan Jendral TNI yang menjabat sebagai Koordinator Staf Ahli Angkatan Darat sekaligus perempuan pertama yang menjadi jendral di TNI Angkatan Darat.
"Hmm... kalau aku datang kesekolah seperti ini bukannya malah akan mencolok." keluh Adam karena pamannya mengirimkan pengawal untuk menemaninya ke sekolah.
"Mau bagaimana lagi? ia tidak mau kehilangan seseorang lagi bukan?" jelas sang supir sambil mengendarai mobil menuju SMA Buana.
Suasana di mobil pun jadi hening sepanjang perjalanan. Adam hanya menatap keluar jendela mobil sambil memandangi gedung gedung tinggi yang menjulang merobek awan sambil mengingat-ingat cerita yang pernah diceritakan oleh pamannya tentang kedua orang tuanya.
Ceritanya bermula dari 30 tahun yang lalu. Pamannya adalah orang biasa yang tidak memiliki banyak harta, tetapi tidak memiliki masalah juga dengan kebutuhan sehari-hari. Pamannya adalah seorang yang cerdas, dan ia pernah mendapatkan medali perak pada ajang Olimpiade Fisika International atau disingkat IPhO. Akhirnya dengan kecerdasannya ia mendapatkan beasiswa penuh untuk melanjutkan studinya di jepang.
Dengan bahagia ia berangkat ke Tokyo untuk menjadi salah satu mahasiswa dari Universitas nomor 1 di jepang, Universitas Tokyo. Tetapi ia harus menjalani 1,5 tahun pembelajaran bahasa jepang sebelum resmi menjadi mahasiswa disana. Setelah pembelajaran bahasa jepang selesai akhirnya ia resmi menjadi mahasiswa Universitas Tokyo jurusan artificial intelligence. Tetapi, ternyata kehidupan di universitas tidak seperti saat belajar bahasa jepang yang isinya adalah mahasiswa asing. Di universitas ia hidup langsung bersama orang jepang disana.
Setelah acara pelantikan, banyak dari para mahasiswa baru saling menyapa dan berkenalan. Tetapi dengan status pamannya yang ryuugakusei atau siswa asing, tidak ada yang mau mengobrol apalagi berkenalan dengannya kecuali satu orang, yaitu ayahnya Adam.
"Anu... kamu ryuugakusei ?" tanya ayah Adam yang tiba-tiba memukul pundak pamannya.
"Ah, I-iya." pamannya yang bingung karena tiba-tiba ada orang jepang yang menyapanya. Apalagi yang menyapanya ini dilihat dari penampilannya sepertinya merupakan murid yang populer di sekolahnya dulu.
"Waah... aku ingin sekali memiliki teman orang asing hehe, perkenalkan namaku Hirata Aoki. Jurusan artificial intelligence. Namamu?"
"A-alan Iskandar. Aku juga jurusan artificial intelligence." jawab pamannya gugup.
"Waah kebetulan sekali. Tadi, Aran-san yah? yoroshiku ne. Mohon kerjasamanya ya." ucap Hirata yang tidak bisa menyebutkan huruf 'L' dengan benar.
Setelah itu mereka pun selalu bersama seperti semut dan gula dan menjadi sahabat. Hirata yang populer dan mudah bergaul itu pun memberikan efek positif pada Alan. Dia pun akhirnya memiliki banyak teman orang jepang karena Hirata. Mereka banyak berbincang dan bahkan sering kali membicarakan adik Alan yang masih SMA di Indonesia. Hirata pun menanyakan semua informasi tentang adiknya itu darinya, mulai dari nomor handphone, ulang tahun sampai ukuran sepatu dan pakaian.
Meski terlihat seperti sekedar bad boy dan hanya bermain-main, Hirata adalah orang super jenius yang serba bisa. Mulai dari akademi hingga olahraga, semua Hirata kuasai dengan mudah seperti bernafas. Bahkan ternyata Hirata adalah peraih medali emas dalam olimpiade fisika international ketika SMA, walaupun itu terjadi satu tahun setelah Alan meraih medali perak. Sehingga mereka belum pernah bertemu sebelumnya.
4 tahun berjalan, akhirnya mereka lulus dari universitas. Walaupun sebenarnya jika ingin, Hirata bisa menyelesaikan studinya dalam 3 tahun. Namun karena ia malas dan ingin lulus bersama Alan ia memutuskan untuk menjalani kuliah dengan normal-normal saja. Meski normal-normal saja, tetap saja sesuai dugaan Hirata meraih predikat summa cum laude atau lulus dengan nilai yang sempurna.
"Ahaha... aku menang darimu Alan. Berarti aku boleh menikahi adikmu." goda Hirata.
"Hah? sejak kapan ada perjanjian seperti itu?" Alan merasa tidak terima karena biarpun kalah, Alan pun lulus dengan predikat cum laude hanya saja tidak sempurna seperti Hirata.
"Hey, Alan. Mau main kerumahku? kau belum pernah kan?" Ajak Hirata.
"Bukannya rumahmu itu di Hokkaido? itukan jauh." Alan yang tidak memiliki banyak uang saku ragu untuk pergi ke Hokkaido yang jaraknya dari Tokyo seperti jarak Jakarta ke Bali.
"Udah-udah tenang saja biaya semua aku yang naggung, kamu juga bisa menginap, dan dapat makanan gratis di rumahku." Hirata mengajukan tawaran yang tidak bisa ditolak.
Karena tidak ada alasan untuk menolak, Alan pun mengiyakan ajakan kawannya tersebut. Jelas saja, Hokkaido merupakan salah satu daerah di Jepang dengan pemandangan alam terindah. Liburan gratis seperti ini tidak akan datang 2 kali.
Setelah memesan tiket, mereka langsung terbang dengan pesawat dari bandara Haneda di Tokyo menuju bandara shin-chitose di Hokkaido.
"Hirata, arigato na... makasih ya." tiba-tiba Alan mengucapkan terima kasih di dalam pesawat.
"Hah? nani ? ngomong apa kamu?" Hirata melepaskan headphone yang ia kenakan lalu bertanya balik.
"Ah gak kok. hihi." Alan tidak mau menjelaskan sambil tertawa kecil.
"Ih gak jelas." Hirata kembali memasang headphone-nya yang tadi ia lepas.
Tidak seperti Tokyo yang bunga sakura sudah mulai bermekaran di bulan April, Di Hokkaido suhu disini masih sangat dingin dan masih terlihat sedikit tumpukan salju dimana-mana. Segera setelah keluar dari bandara mereka menaiki taksi menuju rumah Hirata.
Sesampainya mereka di rumah Hirata, Alan sangat terkejut dengan penampilan tempat yang Hirata sebut sebagai rumahnya ini. Area rumahnya seluruhnya ditutupi oleh tembok beton dengan sistem keamanan yang sangat cangghih.
"Hirata Aoki-desu." Hirata mengucapkan namanya di depan gerbang pintu masuk rumahnya itu.
"Hirata-sama, okaeri nasai. selamat datang kembali." suara perempuan seperti komputer terdengar dari depan gerbang dan seketika gerbang itu secara otomatis terbuka.
Di dalam gerbang itu terdapat sebuah halaman luas dengan rumput hijau yang terlihat seperti rumput sintesis dan tanaman-tanaman hias indah dengan puluhan jenis berbeda serta kolam air berisi ikan koi yang mengelilingi bangunan rumah seperti sungai. Rumahnya hanya satu lantai, namun sangat luas sampai-sampai jika ingin membersihkan seluruhnya seorang diri setidaknya membutuhkan waktu satu hari penuh.
Sesampainya di depan bangunan rumahnya disana berdiri seorang perempuan yang menggunakan kimono tradisional yang kemudian menunduk memberikan hormat kepada mereka berdua.
"Hirata-sama dan Alan-sama silahkan menuju ruang tamu, nyonya sudah menunggu." kata perempuan tadi yang ternyata seorang pelayan.
'syuur' pelayan tadi menuangkan teh untuk mereka berdua dan nyonya tadi yang merupakan ibunya Hirata. Suasana tenang sekali disana sampai-sampai suara tarikan nafas pun bisa terdengar, dan parahnya tidak ada seorang pun yang memulai pembicaraan.
"Hirata." sang nyonya memanggil nama Hirata tanpa melihat kearahnya sambil mengangkat cangkir tehnya bersiap untuk meminumnya.
"I-iya ibunda." jawab Hirata sambil melirik ke arah Alan.
Sang nyonya pun menyeruput tehnya lalu kemudian kembali diam sambil mengeluarkan aura dingin menakutkan yang membuat Hirata dan Alan merinding.
"Hah... benar-benar kamu ya.... kalau pulang bilang dong dari jauh-jauh hari. Dan lagi kamu tidak bilang kalau pekan lalu kamu wisuda." sang nyonya yang tadi bersifat tenang menakutkan seperti boss yang akan marah pada bawahannya sekarang lebih terlihat seperti ibu-ibu pada umumnya.
"A-aku... mau bikin kejutan. hehehe." Hirata membual yang padahal ia hanya malas mengabari karena pada dasarnya ia tidak begitu peduli dengan wisudanya. Ia pun sama sekali tidak memberi tahu kepulangannya ini sampai ketika mereka berdua berada di dalam taksi menuju ke rumah.
"Haah... kamu itu ya kalau tidak di tanya gak bakalan ngasih yang namanya kabar ya. Yaudah sana mandi lalu istirahat." kemudian ibunya Hirata pergi meninggalkan mereka.
Alan dan Hirata saling menatap kemudian tertawa lega seperti bawahan yang tidak jadi mendapat hukuman dari atasannya. Akhirnya mereka pun menuju ke kamar yang telah disiapkan untuk mereka berdua lalu kemudian menuju ruang mandi untuk bersih-bersih. Alan kemudian kembali terkejut karena di dalam rumah Hirata ini ternyata ada kolam pemandian air panas pribadi. Mereka pun bersantai disana berendam di air panas di cuaca yang dingin menyengat ini sambil menunggu makan malam siap.
"Oiya Hirata, nanti setelah makan aku mau telpon adikmu Mawar ya." tiba-tiba Hirata mengatakan sesuatu yang random.
"Yah terserah kau lah." Alan hanya pasrah, melarang pun tidak akan didengar.
Setelah mandi dan beres-beres, mereka makan malam bertiga di ruang makan di tengah rumah dengan meja lesehan khas jepang. Meskipun keluarga ini memiliki kekayaan diluar nalar, makanan mereka sangat sederhana hampir tidak ada bedanya dengan keluarga lain di jepang.
"Ah gochisou sama... aku sudah selesai makannya. Aku duluan ya mau telpon adikmu hehe." kemudian Hirata langsung meninggalkan ruang makan menyisakan Alan dan ibunya.
"Namamu Alan kan? terima kasih ya sudah mau menemani anak gila itu." ibunya Hirata tiba-tiba berterima kasih pada Alan.
"E-eh?" Alan merasa bahwa kenyataannya adalah Hirata lah yang menemaninya selama ini.
"Saya sudah selesai. Kamu santai saja makannya, kalau sudah selesai tinggalkan saja disini piringnya biar para pelayan yang membereskannya." kemudian ibu Hirata pun juga meninggalkan ruang makan.
Alan pun melanjutkan menyantap makan malamnya sendirian. Kemudian karena merasa tidak enak, Alan pun ikut membantu para pelayan membereskan sisa-sisa makanan dan ruang makannya. Setelah selesai, ia kembali ke kamar untuk istirahat. Namun tiba-tiba...
"Alaaaan..." suara teriakan Hirata memanggilnya dari luar kamar. Sontak Alan pun segera pergi menuju asal suara panggilan itu. Tetapi yang ditemuinya itu tidak sesuai perkiraannya.
"Alan, Mawar dan aku sekarang jadian." sambil mengeluarkan air mata bahagia Hirata memeluk Alan.
"Iiih... yaudah iya selamat." sambil berusaha menyingkirkan tubuh Hirata darinya.
Sebenarnya Hirata dan Mawar sudah lama pedekate. Awalnya ketika Alan sedang video call dengan Mawar ketika adiknya itu akan segera pergi ke amerika untuk melanjutkan studinya, Hirata tiba-tiba ikut nimbrung dalam video call itu. Sejak itu mereka selalu melakukan komunikasi meskipun dengan bahasa inggris.
Sekilas itu seperti awal dari kisah bahagia Alan, Hirata, dan Mawar yang kelak akan menjadi ibu dari Adam. Namun, ternyata semua pertemuan itu hanyalah menjadi awal dari mimpi buruk yang selalu menghantui Alan sepanjang hidupnya.
"Kamu, sini maju perkenalkan dirimu."
Adam pun maju kedepan kelas dan segera memperkenalkan dirinya.
"Halo semuanya... perkenalkan, namaku..." Adam berhenti sejenak lalu menarik nafas dalam-dalam kemudian tersenyum.
"Namaku Fathan Hilmi."
[Chapter 1 : Awal] - Selesai
#FYI :
- Artificial Intelligence atau kecerdasan buatan adalah kecerdasan yang ditambahkan kepada suatu sistem yang bisa diatur dalam konteks ilmiah. Atau mudahnya kecerdasan yang bisa di tanamkan pada sistem non manusia.
- Dijepang ada yang namanya gelar hormat yang diletakan dibelakang ketika menyebutkan nama seseorang.
contoh :
1. -san. Merupakan gelar hormat untuk orang yang lebih tua atau baru di temui.
2. -sama. Merupakan gelar hormat yang lebih dari -san, biasanya pada atasan atau orang yang sangan dihormati.
3. Dan masih banyak lagi seperti ; -kun, -chan, -dono, -shi, dll. Yang tidak bisa dijelaskan semuanya disini.