Chereads / The Origin of Dhampir / Chapter 4 - 3. LOST CONTROL

Chapter 4 - 3. LOST CONTROL

• MERVIN POV •

Aku semakin mendekap tubuh Feira hingga nafasnya berhasil membuat diriku kehilangan kendali.

"Maafkan Aku, Feira. Aku tidak bisa menahannya"

Aku mendarat bibirku pada bibirnya. Aku dapat melihat raut wajah terkejutnya saat serangan tiba-tibaku mengagetkannya. Entah apa yang membuat diriku melakukan hal itu pada Feira. Ya! Itu terkesan tidak sopan karena kita baru kenalan dua hari yang lalu. Tapi, Aku tidak bisa melewatkan kesempatan ini.

Aku berhasil mencicipi bibir Feira yang sejak tadi membuatku sulit menahan diri.

Hanya kecupan yang Aku daratkan lalu melepaskannya. Tapi, Feira terlihat tidak menolak sama sekali saat Aku menciumnya. Ia hanya diam dengan matanya yang terbuka tanpa berkedip sama sekali menatapku.

"Apa Aku masih bisa melanjutkannya?" tanya ku.

Feira masih diam dengan pertanyaanku. Ia masih menatapku dengan tatapan begitu lekat.

Aku kembali mengukir senyum sebelum mencicipi kembali bibirnya yang terasa lembut bagiku.

Merasa mendapat lampu hijau dari aksiku. Aku menuntun tangan Feira untuk di kalungkan di leherku sedangkan tanganku yang berhasil ku lingkarkan pada perutnya.

Ciuman yang terlihat begitu manis membuat kedua pasang mata menutup dan merasakan kenikmatan.

Aku menutup mataku setelah Feira. Ciuman itu terasa begitu manis dan lembut membuatku sulit untuk menyudahinya. Aku semakin terbuai dengan aroma serta bibir Feira yang membuatku akan gila.

Aku menarik dagu Feira turun yang membuat mulutnya terbuka. Aksi itu tentu saja membuatku semakin intim mencicipi bibirnya. Bibir yang terbuka itu membuat Aku semakin leluasa menelusuri mulut Feira.

Aku kembali dapat mendengar suara jantungnya berdegub kencang. Kelebihan yang Aku miliki membuatku mengulas senyum tanpa melepas ciumanku hingga ia seperti kehabisan pasok udara dan menarik bibirnya dari ku.

"Hm.. Maaf. Maaf Feira" ucapku yang terlihat panik saat Feira kehabisan pasokan udara karena ciumanku.

• FEIRA POV •

Aku menarik bibirku saat Aku kehabisan pasokan udara saat ia semakin intim mencicipi bibirku.

Wajahku menjadi merah saat Aku menatap wajah tampannya dengan bulir-bulir air pada rambutnya yang jatuh membasahi wajah pucatnya.

"Ya.. Aku tidak apa-apa" Ucapku salah tingkah di hadapannya.

Mervin kembali memamerkan senyumannya membuat jantungku juga kembali mengacau. Entah apa yang membuat diriku begitu hanyut karena senyuman pria yang baru Aku kenal dua hari yang lalu di tengah hutan.

Aku menjadi salah tingkah lalu membuang pandanganku darinya agar kondisi jantungku dapat normal kembali.

"Kau mau kemana Feira?" Panggilnya menarik tanganku saat Aku berusaha menghindar darinya.

Aku menarik tanganku dan terus berenang menjauh darinya. Tapi, sayangnya ia berhasil menggapai pergelangan tanganku dan menarikku kembali ke arahnya.

"Apa Aku membuat jantungmu kacau?"

Mataku seakan di paksa melebar saat ia berbisik padaku dan berhasil mengatahui soal jantungku. Hal itu membuat peredaran darahku berdesir menuju kepalaku.

"Hm.. Ak--aku tidak ap--apa-apa" Ucap ku yang begitu gugup dan mengabaikan tatapan Mervin yang menatapku. Aku tidak sanggup untuk beradu tatap mata dengannya. Aku pasti akan kalah.

Aku memegang wajahku yang terasa sangat panas setelah ciuman pertamaku dengan sosok pria.

"Hm.. Aku rasa, Aku sudah cukup menikmati telaganya" ucapku beringsut mundur mencapai jembatan kayu yang menjadi tumpuan sebelum masuk ke dalam telaga.

Aku mengambil pacuan untuk menaikkan tubuhku ke atas jembatan hingga ia tersadar dengan kondisi tubuhnya yang hanya mengenakan pakaian dalamnya saja.

Aku meminta Mervin kembali untuk berbalik memunggungiku selagi Aku berusaha menaikkan tubuhku dan mengenakan kembali pakaianku.

"Hm.. Mervin, bisa kau berbalik lagi? Aku harus naik memakai bajuku" Ucapku malu menatap Mervin yang berada tidak jauh dariku.

Ucapanku membuat Mervin tertawa kecil karena pemintaan ku yang tentu saja ia ikuti.

Aku mengambil pacuanku untuk naik ke atas jembatan setelah Mervin berbalik memunggungiku. Tapi, sayangnya jembatan itu cukup tinggi untuk ukuran tubuhku yang pendek membuat Aku sangat sulit mengangkat tubuhku sendiri.

• AUTHOR POV •

Mervin memunggungi Feira sesuai dengan permintaannya. Ia berbalik dengan tawa karena sikap lucu Feira. Ia cukup lama berbalik hingga ia sadar kalau waktu sudah cukup lama membuat ia membalikkan tubuhnya tanpa sepengetahuan Feira. Ia mencoba mengintip dari sudut matanya dan ia harus menahan tawanya saat mendapati Feira yang kesusahan menaikkan tubuhnya ke atas jembatan.

"Apa kau perlu bantuan?"

"Tidak perlu, Aku bisa"

Feira yang begitu fokus dengan cara agar ia dapat naik ke atas jembatan membuat ia tidak menyadari bahwa saat ini Mervin tengah menontonnya dari belakang.

"Apa kau yakin, kau tidak butuh bantuan Feira?"

Feira berbalik dan mendapati Mervin yang masih memunggunginya. Kelebihan Mervin dalam bergerak lebih cepat dari manusia membuat Feira percaya kalau sejak tadi ia masih terus memunggunginya hingga Feira merasa frustasi dan akhirnya menyerah dengan meminta bantuan Mervin.

"Hm.. Mervin, Aku rasa. Aku tidak bisa naik ke atas jembatan ini. Apa kau bisa menolongku?" pintanya polos.

Mervin hanya dapat menahan tawanya karena sikap polos Feira.

Mervin mulai beralih menatap ke arah Feira tapi ia tercekat saat Feira terlihat begitu panik dan menyuruh ia kembali berbalik.

"Eits.. Tunggu. Tapi, Kau harus menutup matamu. Aku sedikit malu dengan kondisiku yang tidak mengenakan bajuku"

Mervin berusaha menahan tawanya selagi ia berbalik memunggungi Feira.

"Ya.. Ya. Aku akan menutup mataku. Okay?"

"Hm.."

Mervin akhirnya membalikkan tubuhnya dengan kedua mata yang tertutup sesuai permintaan konyol Feira.

"Tapi, dimana kau? Aku tidak dapat melihatmu dengan mataku yang tertutup seperti ini" goda Mervin.

Feira menarik tangan Mervin dan menuntunnya.

Sentuhan Mervin membuat jantungnya kembali terpacu saat Mervin menyentuh perut ratanya.

"Shiitt! Suara jantung itu lagi. Aku bisa gila karena itu!" Batin Mervin.

Di saat Mervin mengangkat tubuh Feira menghadap arah depan, ia dapat membuka matanya tanpa ketahuan Feira.

Ia terkekeh kecil menikmati pemandangan yang tak kalah indah dari pemandangan yang di suguhkan telaga padanya.

"Kau tidak membuka matamu kan, Mervin?" Ucap Feira yang sudah hampir berhasil mencapai jembatan.

"Tentu saja tidak Feira. Aku pria yang memegang janjiku" Balas Mervin menahan tawanya.

Tubuh Feira sudah berhasil mencapai jemban kayu dan Mervin kembali menutup matanya seolah tadi ia tidak melihat apapun.

"Kau belum boleh membukanya hingga Aku memakai kembali bajuku"

"Iya.. Feira" balas Mervin tenang.

Feira memakai kembali bajunya dan Mervin yang sudah boleh membuka kedua matanya.

Tidak memakan waktu tiga detik, Mervin dengan gesit mengangkat tubuh kekarnya hingga ia berhasil menaiki jembatan kayu.

Mervin tersenyum menatap Feira yang berada di hadapannya. Ia kembali memakai kaos serta jaketnya dengan sesekali melirik ke arah Feira.

"Apa kita bisa sering kesini, Feira?" tanya Mervin sambil mengulas senyum.

"Ah?.. Hm, Ya"

Mervin kembali memamerkan senyum tampannya pada Feira.

Feira tampak senang dengan harinya. Ia dapat merasakan apa yang orang lain rasakan saat memiliki seorang teman. 

Mervin mengantar Feira kembali kerumahnya dan ini menjadi pertama kalinya Mervin dapat mengetahui tempat tinggal Feira.

"Kau benar-benar tinggal di tengah hutan" Ucap Mervin menatap rumah kayu lantai dua milik Feira.

Feira mengangguk dan tersenyum.

"Hm.. Apa kau ingin masuk?"

"Tidak perlu, Aku akan masuk nanti"

"Baiklah"

Feira berjalan masuk dengan tatapan yang masih menatap Mervin yang masih menunggunya masuk kedalam rumah.

"Hm, Feira .."

Sahutan Mervin berhasil membuat langkah Feira terhenti.

"Terima kasih untuk hari ini" Ucap Mervin tersenyum puas.

"Ya.. Aku juga harus berterima kasih padamu. Karena sudah membawaku ketempat yang begitu indah" Ucap Feira yang berusaha menyembunyikan senyum bahagianya.

"Ya.. Masuklah" pinta Mervin.

• MERVIN POV •

Feira berhasil hilang dari pandanganku. Tapi, Aku masih setia menunggu ia berhasil masuk ke dalam kamarnya dengan kondisi lampu kamar yang masih menyala.

Aku berlari seperti angin. Kemampuanku dalam bergerak lebih cepat dari manusia serta pikiran yang masih tertuju padanya. Sangat sulit menghilangkan wajahnya dari kepalaku.

"Kenapa sangat sulit mengontrol diri saat bersamanya?"

"Kenapa rasanya, dia bagaikan magnet buatku?"

Aku terus memikirkan ketertarikan ku padanya. Kenapa Aku begitu tertarik dengan kehidpannya. Aku bahkan masih tidak tau alasanya. Aku hanya ingin terus bersamanya. Aku dapat merasakan kenyamanan saat bersamanya. Aku tidak pernah merasakan hal seperti ini.

• FEIRA POV •

Aku tidak hentinya mengukir senyum di sudut bibirku serta jemari yang menempel pada bibir sudah merasakan bagaimana ciuman yang sebenarnya.

Aku membenamkan wajahku pada bantal milikku sambil mengingat kembali ciuman yang berhasil Mervin renggut dari ku di telaga tadi. Ciuman yang baru saja Aku rasakan.

Wajahku kembali memanas saat rasa nikmat tadi mencapai otakku hingga suara Emma membuyarkan lamunanku.

"Feiraaaa!!!"

"Ya.. Kau sudah kembali?" teriakku dari dalam kamar.

"Ya!" Teriak Emma dari lantai dasar rumah.

"Astaga.. Aku lupa membuatkannya makan malam" ucapku.

Aku terperanjat dari ranjangnya dan turun menemui Emma.

"Maaf, Aku sangat lupa membuatkanmu makan malam. Aku akan membuatkannya, tunggu seben--"

"Tidak perlu Feira, Aku sudah makan. Istirahatlah" Emma menarikku yang terlihat berbeda malam ini.

"Apa kau yakin?"

"Hm" Balas Emma tersenyum hangat padaku.

"Baiklah.. Selamat malam Emma" Aku memberikan pelukan sebelum kembali ke kamar ku.

*****

AUTHOR POV •

Feira sulit menutup matanya karena bayang-bayang Mervin selalu menghantuinya. Seorang pria yang baru saja ia kenal dan menjadi temannya. Feira akhirnya bisa merasakan bagaimana rasa memiliki seorang teman.

Angin kembali bertiup dengan kencang membuat rasa dingin menusuk tulang saat jendela kaca milik Feira terbuka karena hembusan angin.

Feira beranjak untuk menutupnya, tepat di hadapan jendelanya ia melihat segerombolan orang yang melintas dengan begitu cepat hingga mereka berhasil menghilang dari pandangannya.

"Apa itu tadi?"

Bulu kuduk Feira meremang menatap seram ke arah luar jendelanya.

Feira menutup jendelanya dan masuk ke dalam selimut meringkuk.

"Kenapa akhir-akhir ni Aku selalu melihat hal-hal aneh?"

"Apa hanya perasaan ku saja?"

"Hm.. Sudahlah, mungkin hanya fikiranku saja"

Feira memaksa matanya untuk terlelap meskipun sulit, karena angin terus berhembus hingga suara gemerisik pohon terdengar jelas di telinganya.

*****