Chapter 14 - Chapter 3 - Sebuah keputusan dan resiko.

Sebuahkeputusan dan resiko.3-1

Aku mulai berjalan di lobi penginapan, langkah kecilku saat ini sedang menuju sebuah mesin minuman yang ada di ujung lobi. Setelah memilih kopi hangat pada mesin minuman dan mengambilnya, aku memutuskan untuk duduk di kursi yang ada dilobi yang menghadapat kearah pintu keluar.

Udara pagi yang sangat dingin begitu menusuk kulit.

Saat aku melihat layar handphone ku, suhu udara pada jam 5.30 pagi ini mencapai 15 derajat celcius. Jika aku tidak memakai sweater dan Syal, mungkin aku akan membeku kedinginan di sini.

Suasana lobi yang sepi membuatku merasa sedikit tenang saat ini, beberapa kali mulutku mulai menguap meskipun aku sedang meminum kopi. Bahkan rasa kantuk yang kurasakan tidak bisa hilang oleh scangkir kopi hangat.

Alasan kenapa aku begitu mengantuk saat ini adalah karena semalam kami pergi ke bukit untuk melihat bintang-bintang bersama dengan klub Astronomi. Kami menghabiskan waktu sampai jam 2 pagi untuk hanya untuk melihat bintang-bintang. Berjemur di bawah langit malam yang begitu menakjubkan dengan panduan ketua klub Astronomi yang menceritakan kisah balik rasi bintang yang terlihat malam tadi.

Begitu tenang, itulah perasaan yang bisa kurasakan tadi malam.

.... Itu tidak buruk?

Seperti saat ini, suasana yang tenang seperti ini adalah waktu yang kuinginkan.

Menyenderkan tubuhku ke dinding dan sedikit menutup mataku, tiba-tiba aku mendengar suara langkah kaki yang mendekatiku. Langkah kaki yang sedikit cepat dan berhenti di dekatku dengan suara nafas yang tidak beraturan.

Apa berlari?

Mungkin saja, aku bisa mengetahui dari caranya memulai mencoba mengatur nfasnya kembali. Sedikit membuka mataku, aku melihat Yukina berada di depanku dengan asap yang keluar dari mulutnya.

Melihat ekspresinya dan cara mendatangiku, aku mulai sedikit penasaran dan bertanya padanya.

"... Yukina kenapa kau seperti kelelahan?"

Tanyaku pada Yukina.

"....M-maaf Yuichiro, apa kamu melihat Shiratsuki?"

"Shiratsuki?"

"Ya, dia tidak ada sejak jam 5 tadi. Aku sempat mengira dia sedang ke toilet, tapi dia tidak kembali. Aku mencoba mencarinya di toilet dia tidak ada. Aku juga sempat mencari ke ruanganmu dan Yamato bilang kau tidak ada. Aku kira kau bersamanya?"

Dari jam 5, itu artinya itu sudah hampir 40 menit yang lalu dia sudah tidak ada di ruangannya. Mendengar itu aku mulai berdiri dari tempat dudukku dan mencoba menghubunginya dengan handphone milikku.

"... Apa kau sudah mencoba menghubunginya?"

Tanyaku pada Yukina sambil mencoba menghubungi Shiratsuki.

"Aku sudah mencobanya, tapi dia sepertinya mematikan handphone miliknya."

Seperti yang dikatakan oleh Yukina, sepertinya Shiratsuki memang mematikan handphone miliknya. Panggilanku malah dialihkan pada kotak suara.

Kemana dia sebenarnya?

Perginya Shiratsuki disaat keadaan masih gelap membuatku sedikit khawatir. Meskipun begitu, Shiratsuki memang bukan orang yang bodoh, dia pasti ingin melakukan sesuatu saat ini.

Tebakanku saat ini adalah dia ingin pergi kesuatu tempat.

Ada tempat yang ingin dia datangi?

Jika memang seperti itu maka tempat itu berada di luar atau di dalam penginapan ini.

"Aku akan mencarinya keluar. Yukina, kau coba cari di dalam penginapan ini sekali lagi."

"... B-baiklah."

"Hubungi aku jika kamu menemukannya. Jangan sampai yang lain mengetahuinya."

Aku mulai berjalan keluar.

Saat pintu penginapan dibuka, udara pagi kini mulai terasa menusuk seluruh tubuhku. Aku tidak mengira udara diluar akan menjadi sangat dingin dibandingkan sebelumnya. Untung saja, aku sempat memakai sweater sebelum meninggalkan ruanganku.

Langit terlihat mulai cerah dan terang, seperti dunia yang baru membuka matanya. suara burung-burung yang berada di area ini mulai terdengar di telingaku. Aku melihat beberapa orang yang tengah beraktifitas di area sekitar penginapan ini, mereka adalah pekerja di penginapan ini.

Tentu saja, jika mereka sudah melakukan aktifitasnya pagi-pagi seperti ini maka mereka akan melihat Shiratsuki jika dia keluar tadi.

Mendekati seorang wanita yang tengah membersihkan dedaunan, aku mulai bertanya padanya.

"... Maaf, permisi!!"

"Selamat pagi nak, apa ada yang bisa saya bantu?"

Menyapaku, wanita yang merupakan pemilik penginapan ini terlihat mulai bertanya padaku.

"Selamat pagi. Maaf apakah anda melihat seorang wanita seumuranku yang keluar tadi pagi, sekitar jam 5?"

"... Seorang wanita?." Wanita itu sempat berpikir sejenak. "... Ahhhh aku melihatnya."

"Benarkah?"

"Ya, dia sempat menyapaku tadi pagi. Dia bilang padaku ingin melihat matahari terbit di atas bukit sana."

"Apakah dia sendirian?"

"Tidak, dia bersama dengan beberapa orang lainnya pergi kesana."

"Ouh begitu, terima kasih banyak atas informasinya."

"Sama-sama."

Aku mulai berjalan meninggalkan area penginapan untuk menyusul Shiratsuki setelah mengetahui tujuannya. Dia melakukan pendakian menuju bukit merah muda.

Meskipun bukit merah muda dibuka pada jam 8 pagi, namun ada sebuah paket lain untuk para penginjung yang menginap di sekitar area ini yaitu dapat melihat matahari terbit di atas bukit merah muda. Karena itulah, banyak orang memang sering melakukan pendakian pada pagi hari untuk sampai ke bukit sana sebelum matahari terbit menyinari tempat itu.

Menurut kabar bahwa tempat tersebut akan sangat indah dan menyejukan, bunga-bunga yang ada di bukit merah muda akan menyebarkan aroma harum yang akan membuat pikiran tenang. Di tambah dengan pemandangan yang menakjubakan, membuat tempat ini ramai didatangi oleh wisatawan setiap tahunnya terutama pada antara bulan April sampai juni.

Kemungkinan besar dia memang pergi kesana.

Saat menjaga pos kemarin siangpun, aku sempat melihatnya sesekali melihat jalan ke arah bukit merah muda. Bahkan dia juga mengambil beberapa foto bunga degan handphone yang dia bawa.

Dia adalah orang yang menyukai tempat-tempat seperti ini, aku bisa mengetahui.

Tapi, kenapa dia harus pergi sendirian?

Jika itu Shiratsuki, kemungkinan dia akan mencoba mengajakku untuk melakukan pendakian menuju ke bukit merah muda. Tapi kali ini dia melakukannya sendirian.

Apakah dia masih sedikit marah padaku?

Ataukah dia hanya ingin pergi kesana sendirian saja?

Pertanyaan-pertanyaan itu terus berputar dalam pikiranku.

Sambil berjalan, aku mulai mengirim pesan balasan kepada Yukina yang beberapa saat lalu mengirim pesan padaku. Dalam pesan yang dikirimnya padaku, sepertinya bu Kirishima sudah mengetahui bahwa Shiratsuki pergi dari penginapan.

Dia juga meminta maaf diakhir pesannya.

Dia pasti merasa bersalah karena sebelumnya aku menyuruhnya untuk menjaga agar guru-guru lainnya tidak mengetahui masalah Shiratsuki ini yang meninggalkan penginapan. Meskipun kami adalah panitia, meninggalkan area pengintapan terlalu jauh sangat dilarang terutama bukit merah muda yang cukup jauh.

Tentu saja Shiratsuki mengetahui itu, namun dia tetap melanggar peraturan itu dan pergi kesana.

Aku tidak begitu kaget dengan tindakan melanggar peraturan Shiratsuki karena dia selalu melakukannya di sekolah.

Aku mulai mengirim pesan balasan pada Yukina kali ini.

Apakah bu Kirishima tahu bahwa aku sedang mencari Shiratsuki?

Menunggu beberapa saat kemudian, akhirnya Yukina membalas pesanku kembali.

Form: Kanae.Yukina

Text Message

Today 05.50

Dia tidak mengetahuinya.

Dia hanya tau bahwa Shiratsuki saja yang menghilang.

Setelah mengetahui itu, aku mulai mengirim pesan balasan kembali pada Yukina. Isi pesan yang kukirim adalah agar dia tidak memberitahu bu Kirishima bahwa aku sedang mencari Shiratsuki.

Setelah mengirim pesan itu, aku mulai mematikan handphone milikku.

Jika bu Kirishima sudah mengetahui bahwa Shiratsuki menghilang, kemungkinan besar dia juga akan segera mencariku.

Itu artinya, bu Kirishima akan memarahi kami berdua nanti.

Aku sedikit berharap Yukina tidak memberitahu bu Kirishima bahwa aku sedang mencari Shiratsuki. Aku sengaja melakukan itu agar bu Kirishima mengira bahwa aku dan Shiratsuki pergi bersama-sama.

Aku tau bahwa tindakanku saat ini adalah mencoba melindungi Shiratsuki.

Ini bukan typeku?

Aku tahu itu.

Meskipun begitu.

...

..

..

..

Aku tidak menyesal melakukan ini.

3-2

Sekitar setengah jam kemudian, akhirnya aku sampai di bukit merah muda. Orang-orang terlihat sudah memenuhi area ini dan beberapa orang mulai turun kembali meninggalkan area ini.

Jika melihat keadaan saat ini, matahari memang sudah terbit menyinari area ini beberapa waktu yang lalu. Karena dari bawah sampai keatas memiliki jarak hampir 3 km, tidak heran orang-orang melakukan pendakian pagi hari untuk menuju ke tempat ini. Karena aku tidak memiliki niatan untuk datang kemari, tentu saja aku melewatkan pemandangan matahari terbit di area bukit ini.

Namun Shiratsuki sepertinya sudah merencanakannya sejak awal bahwa dia akan melakukan pendakian pada pagi hari saat semuanya sedang tertidur. Dia tau bahwa penjagaan saat pagi hari akan sangat longgar. Guru-guru yang sudah berjaga semalaman pun memang sudah meninggalkan posnya dan kembali ke penginapan. Meskipun ada beberapa guru yang masih berjaga, mereka tidak begitu memperhatikanku karena aku berbaur dengan pendaki lainnya.

Mendengar dari pemilik penginapan bahwa Shiratsuki pergi bersama pendaki lainnya, aku yakin dia juga melakukan hal yang sama seperti yang kulakukan tadi saat melewati pos penjagaan. Dia berbaur dengan pendaki lainnya agar tidak diketahui oleh guru.

Mencari Shiratsuki di area yang bukit merah muda yang memiliki luas sekitar 17 ribu m2 memang sangat sulit, namun sepertinya dia tidak jauh-jauh dari tempat ini. Karena area ini masih terbilang pagi dan bahkan belum dibuka untuk umum, mencari seseorang di area yang luas ini memang sedikit lebih mudah. Jika sudah dibuka untuk umum, kemungkinan besar area ini akan dipenuhi lautan manusia terlebih karena hari ini adalah hari libur. Tentu saja banyak orang yang mungkin berkunjung ke bukit ini.

Sekitar 10 menit memandangi padang bunga merah muda di seluruh area ini, akhirnya aku menemukan sosok yang kucari saat ini.

Aku menemukan sosok Shiratsuki yang sedang duduk di bangku dekat sebuah pohon sakura yang berada bukit ini. Area tersebut tepat berada di bagian tengah yang merupakan titik hotspot untuk bukit merah muda ini, namun tentu saja karena ini pagi hanya beberapa orang saja yang berjalan di sekitar area ini membuat suasana menjadi tenang. Selain itu hembusan angin sepoi-sepoi serta udara yang mulai hangat oleh terik matahari yang mulai tinggi membuat udara menjadi sangat sejuk.

Tidak heran Shiratsuki terlihat begitu tenang, dengan sebuah novel di atas pahanya dia terlihat tertidur pulas di bangku tersebut.

Melihatnya tertidur di area ini membuatku sedikit kesal karena telah mengkhawatirkannya.

... Tidak heran bagiku, karena dia adalah Shiratsuki.

Setelah bekerja keras sebagai panitia, bergadang semalaman melihat bintang, dan melakukan pendakian di pagi hari memang membuat seluruh badanku terasa sangat lelah. Aku bisa merasakan itu, dan mungkin Shiratsuki pun merasakannya.

Dia mungkin hanya ingin mencari suasana yang tenang dan menyegarkan pikirannya disini.

Jika itu tujuannya, mungkin sama saja denganku.

Seperti yang kulakukan tadi pagi saat berdiam diri di lobi, sebenarnya aku juga mencoba menyegarkan pikiranku.

Jika memikirkan hal itu, aku tidak ingin membangunkannya. Namun tentu saja aku harus membangunkannya karena tepat jam 9 nanti, kita harus melakukan persiapan untuk meninggalkan penginapan dan kembali ke sekolah.

Berdiri tepat di hadapannya, aku sempat ragu. Aku tidak tau harus mengatakan apa, jika Shiratsuki melihatku tepat didepannya setelah dia bangun nanti.

Saat pikiranku dipenuhi oleh pemikiran itu, hembusan angin yang cukup kencang bertiup kearah kami. Tangan Shiratsuki terlihat bergerak dan sesaat kemudian dia membuka matanya perlahan terbangun dari tidurnya. Tentu saja dia langsung melihat ke arahku sesaat setelah dia terbangun.

Saling bertatapan.

Aku melihat Shiratsuki tersenyum padaku dan mulai menyapaku.

"...Selamat pagi."

Senyuman yang begitu indah.

"Apanya yang selamat pagi. Apa yang kau lakukan disini Shiratsuki?"

Ucapku sambil menyembunyikan wajahku yang sedikit tersipu.

"Aku hanya ingin melihat tempat ini saja."

Ucap Shiratsuki memberikan alasannya.

"Apa kau sudah puas?... Kalau sudah, kita harus kembali. Yukina mengkhawatirkanmu karena kau pergi tanpa bilang."

"Hmmm, Yukina. Kalau begitu kenapa kau ada disini?" Shiratsuki terus menatapku dengan senyumanya itu. "... Apakah kau mengkhawatirkanku juga?"

"..."

Tidak bisa menjawab pertanyaan itu dan terus mencoba tidak melihat kearah Shiratsuki, aku mulai membalikan badanku dan berdiri membelakanginya. Perlahan aku mulai berjalan menjauhinya.

"... Tunggu mau kemana?"

Ucap Shiratsuki yang melihatku berjalan meninggalkannya.

"Kita harus kembali. Jika berlama-lama, bu Kirishima akan memarahi kita."

Terus berjalan menjauhi Shiratsuki, aku mulai merasa sedikit aneh. Aku tidak mendengar langkah kaki dibelakang tubuhku. Aku mulai membalikan badan dan melihat Shiratsuki masih duduk di bangku tersebut tanpa bergerak sedikitpun, dia hanya tersenyum kepadaku.

"Ahh, apa yang kau lakukan Shiratsuki?"

"Maaf, aku tidak bisa menggerakan kakiku."

"Huh apa maksudmu?"

Mendekati Shiratsuki kembali, aku mulai menyadari bahwa Shiratsuki kini melapaskan sandal miliknya. kedua telapak kakinya terlihat menginjak tanah dan sandalnya tepat berada di sampingnya. Selain sandal, aku melihat sebuah botol minuman dingin disisi kaki kirinya. Botol minuman tersebut terlihat masih utuh dan tidak dibuka olehnya.

Rasanya aneh melihat sebuah botol minuman dingin saat suasana udara sedikit dingin seperti ini.

Melihat itu, pandanganku kini terfocus pada pergelangan kedua kakinya.

Berlutut di depannya, aku melihat pergelangan kaki kiri Shiratsuki sedikit bengkak dan merah.

"... Maaf, aku sedikit ceroboh tadi saat mendaki kesini.."

Ucap Shiratsuki.

"Kenapa kau mematikan handphone milikmu jika keadaannya seperti ini?"

"Baterai handphoneku habis, aku lupa mengisinya tadi malam. Aku bahkan tidak bisa mengambil foto tempat ini."

Ucapnya sedikit kesal.

"Apa kau memang seceroboh itu."

Dengan keadaan Shiratsuki seperti ini, aku mulai bertanya-tanya bagaimana dia bisa sampai ke bukit ini. Aku tau bahwa Shiratsuki bukan orang yang terbuka dengan orang lain, tentu saja dia akan menyembunyikan pergelangan kakinya yang terkilir pada orang lain jika dia mendaki dengan orang lain tadi.

Jika dalam posisinya, aku juga akan melakukan hal yang sama.

Namun karena Shiratsuki adalah seorang wanita, dia seharusnya tidak sampai melakukan sejauh ini. Meskipun dia sudah mencoba pertolongan pertama dengan memberikan air dingin pada pergelangan kakinya, itu saja tidak cukup untuk menyembunyikan rasa sakitnya.

Itu adalah tindakah yang ceroboh.

Sedikit marah, namun aku mencoba menahannya. Aku mulai merubah posisiku dan membelakangi Shiratsuki.

"... Ah, naiklah!!"

Ucapku padanya.

Perlahan kedua tangannya mulai melingkar pada leherku dan tubuhnya mulai menempel pada punggungku. Mengambil kedua sandalnya, aku mulai berdiri dan menggendong Shiratsuki. Meskipun sedikit berat, aku tidak bisa mengatakannya itu pada Shiratsuki.

"Apa aku berat?"

Ucap Shiratsuki bertanya padaku. Dia seakan bisa membaca pikiranku.

"Tidak juga, hanya saja aku sudah kelelahan sebelumnya saat mendaki kesini."

Ucapku memberikan sebuah alasan.

"Hihihi."

Siratsuki sedikit tertawa mendengar alasanku. Sesaat kemudian, aku merasa kedua tanganya sedikit memeluk erat leherku. Tubuhnya menempel ketat pundaku dan bahkan kali ini dia membenamkan kepalanya di bagian kanan pundakku.

Dengan keadaan seperti ini, aku merasa sedikit terganggu.

Shiratsuki mulai terdiam kembali saat ini.

Namun dalam suasana diam ini, aku mulai merasakan ritme detak jantungnya yang bergerak sangat cepat. Nafas Shiratsuki begitu cepat kali ini dan hangat dipundakku. Tubuhnya pun terasa sangat hangat.

Dengan kondisi seperti ini, aku mulai merasa bahwa ada yang tidak beres dengan Shiratsuki.

Apakah dia sedang sakit?

"... Shiratsuki?"

Ucapku memanggilny, namun tidak ada jawaban darinya.

"Shiratsuki!!"

Untuk kedua kalianya aku memanggilnya, namun hasilnya tetap sama. Tidak ada jawaban darinya.

Aku mulai memutuskan untuk mempercepat langkah kakiku. Aku takut Shiratsuki memang sedang sakit saat ini. Jika memang begitu, aku harus segera ke penginapan dan bertemu pak Kimura agar dia bisa merawat Shiratsuki.

"Oy Shiratsuki, apa kau sedang sakit?"

Tanyaku padanya.

"M-mungkin, aku tidak tau."

"Ah, kau memang bodoh."

"Hihi benarkah?... Tubuhku hanya merasa sedikit lemas saja."

Shiratsuki masih bisa tertawa dan bercanda dalam keadaan seperti ini.

"..."

"...A-aku senang kau datang mencariku Kazama. Aku memang sedikit berharap bisa pergi bukit itu denganmu, tapi..." Ucap Shiratsuki pelan di punggungku. Dengan nada yang pelan dan lemas dia terus melanjutkan perkataannya. "... Aku tidak ingin menggungakan janji itu untuk kali ini."

Janji?

Apa yang dimaksud Shiratsuki adalah soal aku akan melakukan 1 permintaannya.

Mendengar itu aku jadi mengerti kenapa dia pergi mendaki sendirian, dia hanya tidak ingin menggunakan janji itu hanya untuk memintaku menemaninya pergi ke bukit ini. Dia ingin menyimpan janji itu dan akan menggunakannya suatu saat ini.

Dia memang aneh, itulah kesanku pada Shiratsuki saat ini.

"Dasar bodoh. Jika hanya mengantarmu kesini, kau hanya perlu bicara saja padaku."

Ucapku yang membuat Siratsuki tersenyum dan sedikit tertawa.

"... Ah, kau curang."

Berbicara dengan suara pelan di pundakku. Beberapa saat kemudian, aku menyadari bahwa Shiratsuki sudah tertidur di punggungku.

3-3

Akhirnya, aku kembali ke penginapan setelah sekitar setengah jam turun dari bukit merah muda. Dalam perjalanan, Shiratsuki masih tertidur di punggungku. Meskipun dia tertidur, tubuhnya yang sedikit sakit membuat dia mengeluarkan keringat dingin. Aku bisa merasakan keringat dinginnya dan tubuh hangatnya karena dia berada dalam gendonganku.

Bahkan sesekali Shiratsuki setengah bangun.

Dia sedikit mengigau dan tubuhnya terus bergerak, kemungkinan besar dia memang tidak nyaman dengan kondisi tubuhnya.

Tepat di depan penginapan, aku melihat Yukina berdiri di depan pintu masuk bersama dengan Maria di sampingnya. Mereka berdua menyadari keberadaanku yang sedang berjalan kearah mereka. Melihatku sedang menggendong Shiratsuki, mereka terlihat mulai mendekati kami berdua.

"... What happen?"

"Kenapa kau menggendong Shiratsuki?... Apa ada sesuatu yang terjadi denganya?"

Tanya Maria dan Yukina saat melihat Shiratsuki tertidur dengan kondisi lemas di punggungku.

"Tidak perlu khawatir Yukina, aku tidak apa-apa. Hanya sedikit kelelahan dan kakiku terkilir."

Ucap Shiratsuki yang sudah terbangun.

"Eh?"

Ekspresi terkejut terlihat dari wajah mereka berdua setelah mendengar perkataan Shiratsuki

"Dia hanya sedikit deman, bukan masalah besar.."

Ucapku mencoba untuk menenangkan mereka Yukina dan Maria yang terlihat sedikit gelisah kali ini.

"Mesipun begitu kau harus diperiksa dulu Shiratsuki."

Yukina terlihat melepaskan jaketnya miliknya dan memakaikannya pada punggung Shriatsuki yang masih ku gendong. Tanpa memperdulikan udara dingin disini, Yukina melakukan tindakan yang membuatku kagum padanya.

"Terima kasih."

Ucap Shiratsuki pada Yukina.

"... Maria tolong cari bu Kirishima."

"Baiklah."

Yukina memberikan sebuah perintah pada Maria saat kami mulai masuk kedalam lobi penginapan. Mendapat perintah itu, dengan cepat Maria terlihat berlari menuju ruangan para guru untuk mencari keberadaan bu Kirishima.

Sementara itu, sambil menggendong Shiratsuki kini aku mulai mengikuti arahan Yukina yang membawa kami ke ruangan miliknya. Akhirnya aku Tiba di depan sebuah kamar yang merupakan ruangan istirahat Shiratsuki, Yukina, dan Maria.

Membuka pintu masuk, aku mulai menurunkan tubuh Shiratsuki di atas sebuah kursi yang ada di ruangan itu. Sementara Yukina terlihat mencari sesuatu di dalam tas miliknya.

"... Terima kasih."

Ucap Shiratsuki padaku setelah aku menurunkan tubuhnya.

Beberapa saat kemudian, Yukina terlihat membawa sebuah kota kecil ditangannya yang mempunyai lambang + merah yang merupakan sebuah kotak obat. Mulai membongkar kotak tersebut, Yukina terlihat mengeluarkan sebuah alat pengukur suhu tubuh. Dia memberikan termometer itu pada Shiratsuki.

"Ini Shiratsuki. Kita harus mengukur dulu suhu tubuhmu."

"Aku sudah merasa baikan sekarang."

"Yukina benar, kita harus mengukur suhu badanmu." Pak Kimura berbicara di depan pintu masuk. Tepat di belakangnya, terlihat bu Kirishima dan juga Maria yang mengikutinya. "Maaf, aku masuk."

"Pak Kimura."

"Terima kasih Yukina, biarkan bapak yang akan memeriksa selanjutnya."

"Apa ada yang bisa saya bantu?"

"Hmmm ah, bisakah kau menolongku untuk membawa air es?... Aku memerlukannya untuk mengkompres pergelangan kakinya yang sudah sedikit membengkak."

"Baiklah, aku akan memintanya ke pemilik penginapan."

"Terima kasih."

Yukina akhirnya pergi keluar ruangan ini untuk mengambil es, sedangkan kini pak Kimura memeriksa pergelangan kaki Shiratsuki yang terkilir dan memeriksa kondisi tubuhnya yang sedikit demam.

Sementara itu, bu Kirishima terlihat menepuk pundakku dan mengajakku untuk keluar.

Melihat ekspresinya, aku tau bahwa dia sedikit marah saat ini.

Meninggalkan ruangan ini, aku sempat melihat Shiratsuki memandangku. Bibirnya terlihat bergerak mengatakan sesuatu tanpa suara. Namun, aku bisa dengan jelas memahaminya. Dia berkata " Terima kasih " padaku.

"Ibu sudah mendengarnya dari Yukina. Untung saja kau bisa menemukan Shiratsuki."

Bu Kirishima mulai bicara setelah kami berada di luar ruangan.

Mendengar perkataan itu dari bu Kirishima aku menyadari sesuatu saat ini bahwa dia mengetahui bahwa Shiratsuki pergi ke bukit merah muda itu sendirian. Meskipun aku sudah mengirim pesan pada Yukina untuk tidak memberitahu bu Kirishima bahwa hanya Shiratsuki saja yang pergi, Sepertinya Yukina mengatakan pada bu Kirishima bahwa aku mencari Shiratsuki.

"Jadi ibu sudah mengetahui bahwa Shiratsuki pergi sendirian?"

Tanyaku langsung.

"Ya aku sudah tau. Aku sempat melihatmu diam di lobi tadi pagi, jadi tidak mungkin kau bisa pergi ke bukit merah muda secepat itu bersama Shiratsuki."

Itu Artinya bu Kirishima mengetahuinya sejak awal.

"Apa Yukina mengatakan bahwa kami berdua pergi bersama?"

"Tidak, dia hanya diam saja ketika aku bertanya padanya dimana keberadaanmu. Hanya saja Yamato mengatakan kau tidak ada diruangannya. Itu artinya, kau pergi untuk mencari Shiratsuki."

"Jadi sejak awal ibu sudah mengetahuinya ya?"

"Kau berbohong untuk Shiratsuki, sepertinya kau sudah cukup berubah semenjak bertemu dengannya?

"Apa ibu sedang mengejekku?"

"Anggap itu sebuah pujian."

"Huh?"

"Baiklah aku akan berbicara serius kali ini. Mengenai tindakan Shiratsuki dan juga kau yang melanggar aturan meninggalkan area penginapan, ibu akan memberikan hukuman untuk kalian berdua?... Tapi, ibu akan menundanya setelah Shiratsuki benar-benar sembuh. Mengerti?"

"Aku mengerti."

"Selain kalian berdua, Yukina pun akan ibu berikan hukuman karena mencoba menutupi tindakan kalian berdua."

"... Eh."

Aku menjadi sedikit merasa bersalah setelah mendengar perkataan bu Kirishima tentang Yukina yang akan mendapat hukuman juga. Hukuman yang di terima Yukina memang disebabkan olehku karena aku menyuruhnya untuk tutup mulut.

Aku harus meminta maaf padanya.

"Untuk sekarang, cepatlah bersiap-siap untuk pulang siang ini."

Bu Kirishima terlihat mulai bergerak mendekati Yukina yang kini datang sambil memegang sebuah ember kecil berisi air es.

"Biar ibu yang bawa Yukina."

"Biar saya saja."

"Biar ibu saja, sekalian melihat kondisi Shiratsuki. Tolong ibu buka pintunya." Ucap bu Kirishima meminta tolong. Mengambil air es itu dari tangan Yukina, bu Kirishima akhirnya memasuki ruangan dimana pak Kimura sedang memeriksa keadaan Shiratsuki."...Terima kasih banyak."

Setela menutup kembali pintu tersebut, kini dilorong hanya ada aku dan Yukina saja.

Suasana diantara kami sedikit canggung, Yukina bahwa tidak berbicara sepatah kata pun kali ini. Dia hanya diam dan berdiri sedikit agak jauh di tempatku berada saat ini. Sambil sesekali melihat ke arah pintu seperti penasaran dengan keadaan di dalam sana, Yukina tetap berdiri tegak tanpa melihat kearahku.

Apa mungkin dia sedikit gelisah saat ini?

Mengingat kembali perkataan Shiratsuki sebelumnya, mungkin ini adalah saatnya untuk pembuktian benar atau tidaknya perkataan Shiratsuki. Tapi meskipun aku sedikit penasaran, aku tidak tau harus melakukan apa saat ini. Bahkan untuk memulai pembicaraan pun saat ini, aku tidak bisa melakukannya.

Sangat canggung.

"...Mereka cukup lama?"

Tiba-tiba Yukina berbicara dengan suara pelan.

"Ada apa?"

Tanyaku mencoba menanyakan apa yang dikatakan oleh Yukina sebelumnya.

"Ah tidak, hanya aku sedikit penasaran apakah Shiratsuki tidak apa-apa?"

"Dia akan baik-baik saja, aku yakin."

"Tapi kelihatannya kaki kirinya cukup parah."

"... Mungkin saja."

Aku juga memang sedikit khawatir dengan keadaan kaki Shiratsuki. Meskipun demamnya diakibatkan dia sedikit kelelahan dan mungkin akan segera sembuh jika sudah beristirahat, tapi kaki kirinya mungkin akan sedikit lebih lama dalam proses penyebuhannya.

Jika parah, mungkin Shiratsuki tidak akan bisa berjalan dalam waktu 1 minggu ke depan.

"Apa Shiratsuki mendaki bukit merah muda dengan keadaan kakinya sudah terkilir?"

"Aku tidak tau, aku bertemu dengannya dalam kondisi seperti itu."

"... Ah seperti itu." Untuk sesaat, perbincangan kami sempat terhenti. Namun selanjutnya, Yukina berbicara kembali padaku. "....Apa kamu menggendong Shiratsuki dari bukit sampai kesini?"

Tanya Yukina.

Aku melihat Yukina sedikit menundukan kepalanya saat ini. Kedua tangannya terlihat saling bersilang di depan tubuhnya dan salah satu tangan memegang pergelangan tangan lainnya. Menunggu jawaban dariku, Yukina terlihat sedikit gelisah kali ini.

Pertanyaan yang dilontarkan olehnya kini membuatku semakin yakin dengan perkataan Shiratsuki padaku.

Mungkin kali ini aku harus mencoba untuk melihat reaksinya.

"Ya."

"... Begitu, kamu pasti sedikit kesusahan."

"Ya dia memang sedikit berat, tapi itu bukan masalah besar. Akan lebih kesusahan lagi jika dia sampai kenapa-kenapa."

"Kamu begitu perhatian sekali pada Shiratsuki. A-apakah kau menyukainya?"

Tanya Yukina yang membuatku sedikit terkejut.

Aku memang sedikit kesulitan, tapi akhirnya Yukina sendiri yang membukakan sebuah jalan untukku. Aku hanya perlu menjawab pertanyaan ini saja, setelah itu aku bisa mengetahui semuanya.

Aku hanya perlu melihat ekspresi Yukina saja saat aku menjawab pertanyaan itu.

Berpikir sejenak, aku akhirnya menjawab pertanyaan Yukina itu.

"Aku tidak tau. Tapi..." Sambil memperhatikan ekspresi Yukina, aku mulai melanjutkan perkataanku yang belum selesai."... Saat ini, aku merasa nyaman berada di dekatnya."

Tubuh Yukina terlihat Sedikit tersentak, lalu diam sesaat setelah mendengar jawabanku.

"Bukankah itu artinya kau memiliki perasaan padanya?"

Yukina terlihat bertanya padaku dengan sedikit tersenyum.

Melihat ekspresinya saat ini, kini aku percaya dengan apa yang dikatakan Shiratsuki padaku bahwa Yukina memang memiliki perasaan padaku. Senyuman yang terlihat pada wajahnya saat ini hanyalah sebuah kebohongan.

Aku bisa melihatnya dengan jelas.

Mendengar jawabanku mungkin membuatnya terkejut, dia mencoba untuk tenang dan menahan perasaannya saat ini.

Perasaan yang mungkin tidak aku mengerti. Namun satu yang pasti, menahannya akan semakin sulit untuk Yukina.

Itu artinya, aku harus segera mengambil sebuah keputusan.

Aku tau itu.

Tapi jalan mana yang harus aku pilih?

Meskipun berpikir jauh lebih dalam, aku masih belum menemukan jawaban yang tepat untuk menyelesaikan semuanya.