Putri Tutzkia berpaling, "Apa yang mau kakak lakukan?" Tutzkia menyadari sesuatu yang tidak beres.
"Aku tidak apa-apa, karena itu kalian pergilah dahulu." Mo tersenyum sambil membuat dinding barrier lainnya untuk membatasi antara dirinya dan yang lainnya.
"Tidak Mo, kita akan pergi bersama." Kata Emely, lagi mengulurkan tangannya. Tapi Mo malahan berbalik dan tidak menyambut uluran tangan yang Emely berikan.
Untuk pertama kalinya Mo merasa bahagia mempertarukan nyawanya untuk orang lain.
Ah, tidak. Bagi Mo mereka sudah bukan orang lain lagi. Mereka adalah kawan yang berharga, yang selalu mengulurkan tangan mereka untuk lagi-lagi memberikan dia pertolongan. Biarpun ia telah melakukan dosa yang tidak pantas untuk dimaafkan.
"Jalan pulangnya sudah di depan mata. Kalian pergilah tanpa diriku." Balas Mo.
'Kali ini biarkan aku yang berjuang untuk kalian. Aku sungguh tidak apa-apa. Terimakasih, karena kalian hatiku yang mengamuk sedikit merasa nyaman.' Gumam Mo di dalam hati.