Amarahnya yang muncul tiba-tiba membuatku membeku sesaat karena terkejut.
Alex masih berdiri sambil mencengkeram bahuku dengan kedua tangannya yang masih sedikit bergetar. Dari jarak sedekat ini aku bisa melihat wajah pucatnya yang dipenuhi oleh rasa khawatir dan amarah.
"Kelihatannya kau sangat sibuk jadi aku memutuskan pulang ke rumah..." jawabku setengah berbisik.
Kedua mata coklat keemasannya terpejam seketika sementara rahangnya yang menegang terus berdenyut. "Kupikir kau meninggalkanku lagi," geramnya sebelum membuka matanya lagi. Beberapa helai rambut coklatnya jatuh menutupi matanya yang saat ini terlihat mengerikan.
"Alex, berapa kali aku sudah mengatakannya padamu? Aku tidak akan pernah meninggalkanmu lagi."
Sebenarnya aku sendiri juga agak marah karena rasa percayanya padaku ternyata hanya sebatas ini, tapi di saat yang bersamaan aku juga mengerti perasaannya. Kuhela nafasku lalu berjinjit untuk memeluk lehernya.