Tawarannya terdengar gila sekaligus cukup menggoda hingga aku memikirkannya selama beberapa detik lamanya di dalam kepalaku. Tapi aku sudah menghabiskan sebagian besar hidupku dalam pelarian. Aku juga tidak ingin Alex meninggalkan kehidupan Packnya dan keluarga kami hanya untuk kabur bersamaku.
"Kau masih mabuk," gumamku sambil menarik kedua sudut bibirku ke bawah. Alex tersenyum malas lagi lalu mengecup bibirku sekilas sebelum ambruk di sebelahku dengan mata terpejam. Keheningan kembali menyelimuti kamarku hingga kupikir Ia sudah terlelap. Tapi ketika aku membalikkan tubuhku untuk menatapnya, kedua mata coklatnya membalas tatapanku di tengah remang-remang kamarku.
Tatapanku menyusuri garis wajahnya yang lurus dan tegas, lalu janggut gelap yang menutupi rahangnya yang biasanya bersih. Satu bulan terakhir ini pasti terasa seperti neraka bagi Alex. Setiap kali mengingat apa saja yang sudah Ia korbankan untukku selama ini membuat dadaku terasa sesak.