"Apa ini karena memar di leherku kemarin?" tanyaku dengan suara bergetar. Belum apa-apa kedua mataku sudah terasa panas.
Alex menggertakkan rahangnya sedikit lalu kedua alisnya mengerut sesaat seperti orang yang sedang kesakitan tapi berusaha disembunyikan. "Tidak— Cara, sebaiknya kita duduk dulu," tawarnya, suaranya tiba-tiba berubah melembut. Ia menarik bahuku perlahan ke arah salah satu sofa di perpustakaan ini.
Ia duduk di sebelahku tapi ada jarak cukup jauh di antara kami. Saat itulah aku tahu semuanya tidak akan baik-baik saja. Aku menatap ruang kosong di antara kami dengan kedua mataku yang terasa panas sebelum menatap Alex lagi. "Apa yang ingin kau bicarakan?" tanyaku dengan suara kecil.
Alex menjilat kedua bibirnya yang kering sekilas. "Cara— Caroline, aku tidak tahu bagaimana harus mengatakannya padamu..."
