Tidak ada yang bersuara saat Vincent berjalan tertatih melintasi arena untuk kembali ke tempat Pack kami. Aku mengamati wajah Edward Adler dengan perasaan puas, sepertinya Ia sangat terkejut sekaligus marah hingga tidak bisa berkata apapun. Pandangan tajamnya terus tertuju pada punggung Vincent.
Seluruh delegasi Pack yang datang juga terlihat terkejut dengan hasil duel malam ini. Tidak ada yang mengira seorang Enforcer bisa dikalahkan dalam waktu kurang dari sepuluh menit, dan Ia dikalahkan dengan sangat mudah oleh Vincent yang bukan seorang Alpha atau werewolf yang terkenal karena kekuatannya.
Setelah keheningan yang panjang Alpha Thomas mengumumkan hasil kemenangan duel antara Pack Silver Moon dan Night Walker. Ia juga meminta jasad Igos Stratovsky untuk diurus dan dikembalikan ke keluarganya oleh Pack Silver Moon karena Ia adalah wakil dari pack itu. Dengungan suara puluhan delegasi yang tadi menonton kini mulai pecah, beberapa dari mereka menatap terang-terangan ke arah Vincent dan pack kami.
Vincent yang masih tertatih berjalan ke arahku dan Alex lalu berhenti di depan kami. Wajahnya yang berlumuran darah mulai membengkak karena lebam.
"Duelmu barusan bukan bagian dari rencana kita." tegur Alex padanya dengan tajam.
Rencana? Rencana apa? pikirku sambil menatap keduanya bergantian.
"Aku harus berimprovisasi sedikit. Lagipula yang maju dalam duel bukan Edward Adler, jadi tidak masalah kan?" balas Vincent dengan setengah senyuman karena salah satu sudut bibirnya robek. "Ayo pergi secepatnya, aku masih punya urusan lain." sambungnya sambil mengalungkan salah satu tangannya ke pundakku.
"Apa... yang kaulakukan?" tanyaku sambil memandang tangannya yang menjuntai di bahuku.
"Kau tidak mau membantu pamanmu berjalan? Apa kau tidak melihatku dihajar habis-habisan barusan?" gumamnya sambil melangkah tertatih di sebelahku. Kudorong rusuknya dengan sikutku, "Kedua kakimu bahkan tidak terluka sama sekali!"
Bukannya melepaskan tangannya, Vincent malah menarikku semakin erat ke pelukannya. Alex menggertakan rahangnya dengan marah tapi lalu mengalihkan pandangannya dari kami sebelum berjalan ke arah Jake dan yang lainnya.
"Haha..." suara tawa rendah Vincent membuatku kembali memandangnya. "Ah, maaf. Matemu terlalu serius jadi aku tidak tahan untuk menggodanya."
Sekali lagi aku berusaha melepaskan diri dari pelukannya, tapi Vincent masih menekan pundakku dengan erat. "Caroline, diam." gumamnya tapi masih tersenyum. "Ini juga bagian dari rencana."
"Rencana apa yang kalian bicarakan sejak tadi?" tanyaku dengan kesal.
"Semua orang sedang memandang ke arah kita."
Memang benar, masih banyak orang yang sedang memandang ke arah kami. "Mereka sedang memandangmu karena kau baru saja memenangkan duel." sahutku dengan sedikit bingung sekaligus kesal karena Vincent dan Alex tidak mengikutkanku dalam pembicaraan rencana mereka.
"Untuk sementara kita harus membiarkan semua orang berpikir kau adalah mateku." lanjutnya.
Aku menatapnya dengan pandangan sedikit jijik, "Apa maksudmu?"
"Aku dan Alex tidak memberitahumu karena kami pikir rencana ini tidak akan diperlukan." jelasnya dengan bisikkan, mau tidak mau aku harus mendekatkan kepalaku agar bisa mendengarnya dengan lebih jelas. "Rencananya adalah membuatmu terlihat seperti mateku... dan Evelyn sebagai mate Alex."
"Apa?!" balasku dengan marah.
"Hanya 'terlihat' seperti mateku!" bisiknya sebelum menarikku bergabung dengan Alex, Jake, Paman Brent, dan Reagan.
Alex yang sedang berbicara dengan Paman Brent berhenti untuk menatap tangan Vincent yang memegang pundakku. "Sebaiknya kita kembali sekarang karena waktu kita sangat terbatas." katanya pada Paman Brent walaupun pandangannya masih tertuju pada pundakku. "Paman bisa berangkat lebih dulu bersama Jake dan Reagan." sambungnya pada ketiganya. Kami memisahkan diri menjadi dua kelompok seperti saat datang tadi, Paman Brent dan yang lain kembali dengan wujud serigala mereka agar lebih cepat.
"Ayo." gumam Vincent yang berjalan di sebelahku masih dengan akting tertatihnya. Pack kami adalah yang pertama yang membubarkan diri, sedangkan yang lain masih tinggal di Tanah Abu. Alex berjalan lebih dulu di depan kami dengan langkah cepat, dari postur punggungnya yang kaku aku tahu Ia sedang mengontrol emosinya. Kami melalui jejak hutan yang sama dengan saat datang tadi. Vincent baru melepaskan tangannya dari pundakku seratus meter kemudian, langkahnya juga sudah kembali normal lagi.
"Aku harus pergi sekarang." umumnya tiba-tiba padaku dan Alex. Alex hanya mengangguk singkat sebelum kembali berjalan di depanku.
"Kau tidak kembali bersama kami?" tanyaku padanya.
"Aku masih punya urusan. Tolong beritahu Evelyn aku akan kembali tengah malam nanti." balasnya dengan terburu-buru sebelum berlari menjauh ke dalam hutan. Kupandang punggungnya hingga menghilang dalam kegelapan hutan.
"Kenapa tidak ada yang memberitahuku apa-apa?" protesku pada Alex sambil berusaha mengimbangi langkah cepatnya.
Karena pepohonan hutan Valdivian sangat lebat, tidak banyak cahaya bulan yang bisa menerobos masuk untuk menerangi jalan setapak yang kami lalui. Kakiku terantuk batu beberapa kali hingga aku hampir jatuh. "Alex!" panggilku saat punggungnya terlihat semakin menjauh.
Alex menghentikan langkahnya lalu berbalik mendekatiku. Dalam keadaan gelap aku tidak bisa melihat wajahnya dengan jelas tapi aku bisa merasakan emosinya sejak tadi... dan aku bisa menduga alasan dibalik kemarahannya. "Vincent bilang aku harus berpura-pura jadi matenya, apa maksudnya?"
Alex mengenggam tanganku lalu kembali berjalan, kali ini langkahnya tidak secepat sebelumnya. "Aku yang memintanya." jawabnya dengan nada marah yang sepertinya ditujukan pada dirinya sendiri. "Untuk sementara kita harus menyembunyikan hubungan kita sebagai mate. Cara."
"Kenapa? Bukannya sudah banyak yang tahu tentang hubungan mate kita?" tanyaku dengan heran.
"Aku tidak ingin menarik perhatian yang tidak perlu. Pack kita tidak akan menjadi masalah. Sedangkan pihak lain yang sudah tahu tidak akan mengklaimmu sebagai mateku selama aku sendiri belum mengumumkanmu sebagai mate resmiku..." Langkah Alex semakin lama terasa semakin cepat, seakan-akan Ia sedang terburu-buru mengejar sesuatu. Dari dalam hutan terdengar suara burung hantu yang sedang berjaga.
"Lalu apa kau akan mengklaim Evelyn Lance sebagai matemu?" tanyaku dengan perasaan cemburu yang tidak bisa kucegah.
"Tidak. Itu adalah ide Vincent." balasnya sambil meremas tanganku sekilas, "Aku tidak akan mengklaim siapapun sebagai mateku... selain dirimu. Rencana ini hanya untuk menutupimu dari perhatian orang-orang jika nanti Edward Adler membongkar identitasmu. Untuk saat ini Ia masih belum punya bukti, jadi apa yang sudah dan akan dikatakannya tentangmu hanya akan menjadi rumor."
"Alex, sebaiknya kau memberitahu Packmu tentang... identitasku sebenarnya. Mereka pasti bertanya-tanya tentang posisiku di Pack, dan sekarang kau ingin menyembunyikan hubungan mate kita dari pihak luar tanpa mengatakan alasannya."
"Tidak. Tidak sekarang, Cara." balasnya.
Ujung jalan setapak yang kami lalui akhirnya terlihat. Hanya tinggal mobil Alex yang terlihat diparkir di sisi hutan, kupikir kami akan pulang bersamaan dengan Jake dan yang lain. "Alex, kemana yang lainnya?" tanyaku
"Jake, Paman Brent, dan Reagan sedang menjemput Miss Lance di Pack Silver Moon. Aku tidak tahu apa yang dilakukan Vincent." jelasnya dengan singkat.
Kenapa bukan Vincent sendiri yang menjemput Evelyn? pikirku sebelum Alex mendorongku masuk ke dalam mobilnya.
"Apa kita sedang terburu-buru?" tanyaku saat Alex sudah masuk di balik sisi kemudi.
"Iya." balasnya pendek lalu menyalakan mobilnya dan mengemudikannya dengan kecepatan tinggi menembus jalan gelap dan sepi yang diapit hutan Valdivian.
"Kenapa? Ada apa?" tanyaku lagi dengan sedikit panik. Aku benci menjadi satu-satunya yang tidak tahu apa yang terjadi. Bukankah kita sudah menang? Walaupun Edward Adler masih hidup tapi paling tidak kemenangan telak ini akan membuatnya menahan diri selama beberapa saat.
Tiba-tiba mobilnya belok di persimpangan jalan yang belum diaspal dan jauh lebih gelap dari jalan utama. Alex menghentikan mobilnya lalu membuka seatbeltnya, aku mengikuti apa yang Ia lakukan tanpa meminta penjelasan karena aku sudah capek bertanya padanya sejak tadi.
Tanganku membuka pintu mobilnya tapi tiba-tiba Alex menariknya hingga kembali tertutup rapat. Sebagian tubuhnya berada di depanku, saat Alex menoleh wajahnya menjadi sangat dekat dengan wajahku. "Bukannya kita sedang terburu-buru? Kupikir kita akan keluar?" gumamku padanya.
"Bukan... Aku sedang terburu-buru untuk ini." balasnya sambil menangkup wajahku lalu menciumku dengan dalam.