Chapter 2 - "Awal Dari Akhir"

Petang itu, Light Town penuh kekacauan. Salah satu Hell Gate terbuka di Pulau Evenia.

Di tengah kekacauan itu Nakra sedang bertarung melawan monster yang keluar dari Hell Gate.

Nakra sangat terdesak dan ia hanya dapat menghindari serangan para monster itu.

Ia berusaha untuk tetap tenang dan memikirkan cara untuk mencari celah agar dapat menyelamatkan diri dari sana.

"Ah, sial. Jika begini terus aku bisa mati. Bagaimanapun impianku adalah menjadi Demon Slayer, aku tak bisa menyerah hanya karena Hell Gate terbuka tepat di depanku. Bukankah ini kesempatan? Haha, baiklah," gumamnya sambil bersiap dengan kedua pedangnya.

Nakra berlari menerjang ke arah kawanan monster yang berada di depan Hell Gate.

Namun, seketika keluar satu makhluk mengerikan dari dalam Hell Gate. Ia adalah Iblis, pemimpin dari para monster dan penjaga Hell Gate itu. Licht, si Pemakan Cahaya.

Nakra yang melihatnya sontak menghentikan larinya dan terdiam dengan mulut menganga serta mata yang terbuka lebar.

"A-apa yang ada di depanku sekarang? Jadi inikah, iblis? Auranya sangat mengerikan. Licht? Iblis tingkat 4? Bukankah untuk membunuhnya, setidaknya butuh 3 demon Slayer bintang 3?" gumamnya dengan rasa takut yang terlukis di wajahnya.

Suasana mencekam dan menegangkan mendominasi tempat Nakra berdiri.

Licht melihat ke arah Nakra. Dengan matanya yang tajam dan jubah yang dikenakannya, ia bergerak sangat cepat ke arah Nakra dan berhenti tepat di depannya.

Nakra tak menyadari kecepatan Licht. Tubuhnya terbujur kaku berdiri di hadapan Iblis Licht.

Licht membuka mulutnya. Terlihat taring yang sangat mengerikan menghiasinya, "Akhirnya ketemu juga kau. Hahahaha...."

Nakra tersungkur jatuh ke belakang karena ketakutan. Ia tak dapat melakukan apapun.

Licht menggerakkan tangannya ke arah Nakra.

Nakra yang dipenuhi ketakutan, hanya dapat pasrah di hadapan sang Iblis Licht.

"Ti-tidak ... Bagaimana mungkin aku mati disini? Aku begitu naif karena berpikir dapat membunuh Lucifer. Sedangkan Licht, iblis tingkat 4 dapat membuatku tak dapat menggerakkan tubuhku karena ketakutan," gumamnya.

Ketika lengan Licht hampir menyentuhnya, terhunus pedang tajam dari samping kanan Nakra melesat tepat mengenai dada Licht dan membuatnya terhempas.

"Hoy hoy, bocah sialan. Bukankah setiap hari kau membual ingin menjadi Demon Slayer? Kalau begitu kau tak bisa menyerah disini bukan?" tanya guru Nakra.

Nakra melihat gurunya, Ray Blake si Taring Iblis, seorang mantan Demon Slayer bintang 4 berdiri tepat melindunginya.

"K-kakek? Kakek... ini bahaya! Kita harus melarikan diri dari sini dan menyelamatkan penduduk sebanyak yang kita bisa sebelum iblis itu membunuh sem-," ucap Nakra terpotong.

"Apa yang kau katakan? Mereka sudah mengungsi ke pelabuhan dan siap untuk berlayar," sela pak tua Ray.

Dia melirik ke arah Nakra dan tersenyum.

"Dengar Nakra, kau harus berhasil menjadi Demon Slayer. Aku tak bisa membiarkanmu mati disini. Pergilah ke pelabuhan, berlayar lah dengan kapal evakuasi ke pulau Rovearth. Aku akan menahan kelompok iblis ini di sini," jelasnya dengan air mata bersinar di matanya dan senyum indah terlukis di bibirnya.

Nakra berdiri dengan ekspresi marah pada kakeknya.

"Jangan bodoh kakek tua sialan. K-kau tak mungkin dapat menahan mereka sendi-" ucap Nakra yang kembali terpotong.

Dengan cepat melayang satu tinju yang tepat mengenai perut Nakra.

"Teknik Tinju Kuno!" serunya, "Tinju Air!"

Nakra yang terkena pukulan itu kaku dan sulit untuk bereaksi dengan apa yang baru saja terjadi.

Ia melihat ke arah kakeknya yang baru saja memukulnya tepat di perutnya. Ia tersenyum ke arah Nakra dan meneteskan air mata.

Nakra jatuh pingsan.

Teman pak tua Ray, kepala desa Fiore datang.

"Ray, apa ini keputusan yang tepat? Apa kau yakin?" tanyanya.

"Ya, bawa Nakra dan berlayar lah. Aku yakin ia dapat menjadi Demon Slayer. Hey kepala desa ... Ku percayakan ia padamu, tolong jaga dia sampai pulau Rovearth," pinta Ray pada kepala desa.

"Kurasa, Nakra adalah orang yang dapat mengubah arus dunia ini suatu saat. Karena itu aku siap mengorbankan hidupku," seru Ray padanya.

Memotong pembicaraan, sang Iblis Licht mendekati Ray dengan wajah yang kesal.

"Kau ingiiin maatiii hah? Pak tua sialaan?" Sela Licht.

Kepala desa menggendong Nakra di punggungnya dan berlari menuju pelabuhan.

Ray bersiap dan kembali menghunuskan kedua pedangnya.

"Siap mati? Hahahahaha. Yaa, mungkin memang seperti itu," ujarnya.

Pertempuran terjadi. Nakra yang tak sadarkan diri dibawa oleh kepala desa menuju pelabuhan.

***

•di satu kapal evakuasi yang ditumpangi Nakra•

Mata Nakra yang tadinya terpejam perlahan terbuka. "Aw, ahh ... guru? Pak tua. Pak tua di-dimana kau?"

Setelah sadarkan diri, ia mengingat Kakeknya Ray yang tengah bertarung dengan Licht. Ia bangun dan berlari menuju pinggiran kapal.

"Tidak ... Tidak ... Tidak ... Aku harus kembali ...," teriaknya.

Nakra menaiki pinggiran kapal dan siap untuk melompat ke dalam air.

Namun, ia dihentikan dan ditarik oleh kepala desa.

"Apa yang kau lakukan? Kakekku masih disana bukan? Apa kau ingin meninggalkannya?" tanya Nakra dengan nada yang kesal.

Kepala desa memberikan penjelasan kepada Nakra agar ia dapat mendinginkan kepalanya dan memahami keputusan yang di ambil oleh Ray Blake, guru dan juga kakek angkatnya.

"Kau mengerti sekarang Nakra? Kakekmu mengambil keputusan itu. Jika kau kembali kesana artinya kau memandang rendah harga dirinya," jelasnya.

"T-tapi, mengapa ia harus mengorbankan dirinya? A-aku tak memiliki apapun dan siapapun di sisiku. Aku tak bisa membiarkan ia mati," ucap Nakra dengan air mata yang turun mengalir tak terbendung.

"Dengarkan aku, jika kau ingin kakekmu bangga dan bahagia akan keputusannya. Bukankah masih ada cara? Kau ingin menjadi Demon Slayer bukan?" tanya kepala desa.

Mendengar itu mata Nakra yang dipenuhi air mata sekejap terbuka lebar. Nakra mengusap air matanya dan melihat ke arah kepala desa.

"Kau benar. Aku tak bisa menyianyiakan nyawa kakekku yang dikorbankan untuk kita."

...

...

...

Tiba-tiba terlihat cahaya terang dari arah Light Town.

Cahaya tersebut muncul dengan cepat dan semakin terang. Lalu redup dengan cepat.

Dan tercipta ledakan yang amat dahsyat. Yang seolah menjadikan Pulau Evenia sebagai samudera api.

Nakra melihat kejadian yang cepat itu. Ia menahan tangisnya. Paham akan keputusan kakeknya, ia tetap meneruskan perjalanan.

Namun, terlihat dari teluk Pulau Evenia, Iblis Licht yang melihat ke arah 3 kapal evakuasi yang sedang berlayar menjauhi pulau.

Ia melempar dua bola hitam yang mengerikan tepat mengenai 2 kapal evakuasi lain.

Salah satu kapal yang ditumpangi Nakra selamat. Semua awak kapal tersebut memejamkan matanya dengan paksa. Tak kuasa melihat ledakan yang menyebabkan dua kapal lainnya tenggelam.

"Sial, bocah itu ada di kapal ketiga," gumam Licht kesal karena gagal menghentikan Nakra, "Aku harus kembali ke dunia iblis dan mengejarnya dilain waktu. Hehehe ... Nakra, putra Iblis Astaroth, Sang Pengendali Kegelapan."

***

Beberapa jam setelahnya.

Semua penduduk desa Fiore yang berada di kapal yang selamat, menahan tangis mereka dan suasana tegang pun tercipta di sana.

Nakra berdiri melihat ke arah dua kapal yang tenggelam. Lalu ia melihat kembali ke arah pulau Evenia yang dibanjiri api.

Sedih terlukis di wajahnya. Mata sayu dan bibir yang tertutup rapat setelah melihat kejadian yang mengerikan tadi.

"Aku akan membalasmu suatu saat. Pasti, Licht," ucap Nakra sambil mengepalkan tangan kirinya dan tangan kanan yang memegang erat salah satu pedang katana di pinggang kirinya.

Nakra menatap kebawah dengan raut wajah serius serta geram. Mata yang tajam bak ujung katana.

Aku tau aku tak memiliki bakat untuk menjadi Demon Slayer sejak kecil. Pak tua Ray itupun menyadari hal itu. Namun, ia tak pernah berbicara padaku tentang hal itu. Tetapi, sejak saat aku dilatih olehnya, aku tak menunjukkan semua hasil yang kudapat dari latihan itu karena aku ingin terus ia melatihku dan tetap menjadi satu-satunya keluarga yang kumiliki, ucapnya dalam hati, Karena itu, aku akan menjadi Demon Slayer hebat untuknya. Juga untuk membunuh Lucifer.

"Nakra!" saut kepala desa.

"Ah, ada apa?" tanya balik Nakra.

"Aku hanya dapat mengantarmu sampai Pulau Rovearth, aku tak dapat membantumu menjadi Demon Slayer. Karena aku harus pergi ke Pulau Loke untuk membangun kembali Desa Fiore bersama penduduk yang selamat," jelasnya.

"Ouh, haha. Tak apa-apa. Lagipula kau telah membantuku sampai sejauh ini. Aku bisa mengatasinya sendiri nanti," ujar Nakra.

"Kau tak keberatan Nakra?" tanya kepala desa.

"Yaa ... Suatu saat aku akan kembali ke Desa Fiore. Setelah berhasil membunuh Lucifer," jawabnya serius.

"Hahaha, ya ... Aku akan sangat menantikan itu," ucap kepala desa.

***

Setelah 3 hari 2 malam kapal berlayar, akhirnya berlabuh di pelabuhan timur Pulau Rovearth pada pagi hari.

Sejuk terasa pada tubuh.

Tempat pemilihan para Demon Slayer. Pulau awal, tanah tak bertuan, Pulau Rovearth.

Terlihat pasar yang dekat dari pelabuhan dengan penduduk pulaunya yang ramai berbelanja.

Nakra turun dari kapal mata yang dingin menatap kedamaian Pulau Rovearth.

"Jadi ini? Pulau para Demon Slayer tercipta?" gumamnya dengan sikap dan senyum yang dingin.

Langkah demi langkah berlalu, Nakra turun dan sampai di bawah kapal, berbalik melihat ke atas kapal pada kepala desa.

"Nakra! Sampai jumpa! Berjuanglah, kau pasti dapat menjadi Demon Slayer yang hebat! Aku yakin itu!" teriak kepala desa kencang terharu.

"Ya ... Ya ... Aku mengerti pak tua. Terimakasih atas semuanya!" balas Nakra dengan mata setengah tertutup dan setengah tersenyum melihat kepala desa.

Kau tak perlu teriak begitu bukan? Semua penduduk disini memperhatikan ku jadinya. Hadeh ... ucap Nakra dalam hati sambil menghembuskan nafas lewat mulutnya.

Dari atas kapal, kepala desa berbalik dan berjalan menuju penduduk yang sedang berkumpul menunggu kepala desa.

"Bagaimana? Pak kepala desa? Akhirnya dia berhasil pergi untuk mengejar ambisinya ya? Hahaha," ujar salah satu penduduk dengan air mata yang bersinar di matanya.

"Ya, akhirnya ia pergi untuk memenuhi harapan Ray. Bagaimanapun dia adalah bocah yang dipercaya Ray untuk mewarisi Teknik Pedang Bermata Duanya. Aku yakin Ray melihat potensi darinya bukan bakatnya," balas kepala desa.

Mendengar hal itu, penduduk yang berhasil selamat yang berada di atas kapal itu menangis haru. Mereka berhasil bangkit dari kejadian yang lalu dan berusaha untuk mengembalikan Desa Fiore kembali seperti semula dan berlayar ke Pulau Loke.

Apa ini sudah cukup Ray? Maaf karena aku tak dapat mengantarkannya. Karena aku harus mengembalikan Desa Fiore bersama para penduduk, ucap Pak Kepala Desa dalam hati.

***

Di tengah kerumunan, Nakra berjalan menyusuri Pulau damai tersebut menuju ke arah "Sentral", yaitu tempat persinggahan para Demon Slayer.

"Dari sini aku harus berjalan 1 KM menuju barat dan disitu aku dapat menemukan Sentral. Hadeh, cukup jauh juga. Tapi, akhirnya aku dapat datang ke pulau ini dan sebentar lagi aku dapat melihat para Demon Slayer. Aku sudah tak sabar," gumamnya sambil berjalan menuju Sentral.

Ia berhasil sampai di depan gedung Sentral. Matanya berkeliling menatap ke arah gedung itu.

"Jadi ini? Gedung Sentral?" gumamnya.

Ia berjalan masuk ke dalam gedung dan membuka pintu dari gedung tersebut.

Ia melihat sekeliling. Banyak sekali orang yang ingin menjadi Demon Slayer. Sangat beragam dan datang dari berbagai suku dan pulau.

Terdengar oleh Nakra seorang pria besar yang tengah berdialog dengan wanita cantik berambut pirang berpakaian zirah besi dan pedang yang tersimpan di pinggang kanannya

"Hahaha, apa apaan kau ini nona? Apa kau yakin ingin menjadi Demon Slayer? Sebaiknya kau menjadi istriku saja, hahaha ...," ejek pria itu.

"Kau tak pantas menilaiku. Di mataku, kau terlihat menyedihkan sebagai peserta calon Demon Slayer," sindir wanita itu.

"Ka-kau ... Berani sekali kau! Akan ku remukkan wajah manismu itu hingga kau tak dapat berbicara seangkuh itu lagi!" seru pria itu dengan wajah jengkel dan tangan kanannya yang menodongkan pistol ke arah wanita itu.

DOR! DOR!

Suara tembakan terdengar, peluru yang ditembakkan melaju kencang tepat ke arah wanita itu.

TRANG! TRANG!

Dengan cepat wanita itu menghunuskan pedangnya dan menangkis kedua peluru itu.

Wanita itu melihat ke arah pria yang ternyata Nakra. Peluru yang ditangkisnya melaju kencang ke depan Nakra.

"A-awas!" teriaknya untuk memperingati Nakra.

Sekilas di mata Nakra terpapar jelas kedua arah dari peluru tersebut. Matanya menjadi tajam layaknya binatang buas.

Ia menghindari peluru pertama yang melesat ke arah bahu kirinya dan dengan cepat menggerakkan tubuhnya ke arah kanan.

Lalu ia menggerakkan kepala nya dengan cepat menghindar ke arah kiri dan peluru kedua yang melesat ke arah kepala bagian kanannya berhasil dihindari.

Melihat kejadian tersebut, seketika suasana di dalam Sentral menjadi sunyi. Semua perhatian orang disana tertuju padanya.

Pria yang menembakkan pistolnya tadi tak berkutik dengan mulut menganga dan mata yang terbuka lebar.

"A-apa tadi? Siapa dia itu? Dia dapat menghindari peluru secepat itu tanpa menangkisnya?" tanya heran pria itu.

"Si-siapa kau? Kau dapat dengan mudah menghindarinya," ujar heran wanita tadi dengan mulut yang menganga dan mata terbuka lebar tak percaya apa yang baru saja dia lihat.

Seseorang pun datang menghampiri Nakra. Ia berniat ingin mengujinya.

Ia melayangkan tinju ke arah Nakra. Nakra terkena pukulan itu tepat di kepalanya dan terpental jatuh ke belakang.

"Adeeeh, sakit ...." rintihnya dengan tubuh terkapar ke belakang.

"Hahaha ... Jadi tadi hanya kebetulan saja? Ya sudah kuduga sih, bagaimana seseorang dapat menghindari peluru tanpa menangkisnya," ujar pria yang memukulnya tadi.

"Kenapa dia terkena pukulannya?" gumam heran wanita ber zirah besi tadi, "Apa benar tadi hanya kebetulan? Ti-tidak, aku jelas melihat matanya yang seolah melihat arah kedua peluru tersebut melesat. Tadi itu, walau sesaat, ia mengeluarkan aura yang sama seperti monster."

"HAHAHAHAH," tawa semua orang yang berada disana memenuhi tempat itu.

"Jadi hanya kebetulan ya? Hahaha," ujar salah satu orang, "Ya, bagaimanapun ia hanyalah bocah bukan? Hahaha."

"HAHAHAHAH," tawa kembali mengisi tempat itu.

Orang-orangpun tak memperhatikan Nakra lagi. Mereka kembali fokus untuk menjadi Demon Slayer.

Wanita ber zirah tadi datang menghampiri Nakra yang masih terlentang di lantai.

"Hei, kau tak apa apa?" tanyanya sambil mengulurkan tangannya untuk membantu Nakra berdiri.

"Ya, aku tak apa," jawab Nakra.

Ia meraih tangan wanita itu dan berdiri. Lalu ia membersihkan pakaiannya yang kotor akibat kekacauan tadi.

"Hei, kenapa kau tak menghindari pukulan tadi? Bukankah kau dapat menghindari 2 peluru tadi?" tanya heran wanita itu.

"2 peluru tadi hanya kebetulan, lagipula aku tak apa apa," jawab Nakra.

Tidak, aku jelas melihat kedua matanya yang tajam seolah melihat arah kedua peluru tadi, ucapnya dalam hati.

Nakra berjalan pergi menjauh menuju ke dalam gedung untuk bersiap dalam pemilihan Demon Slayer.

"Ohiya, terimakasih karena telah membantuku tadi! Sampai jumpa!" ucap Nakra sambil melambaikan tangan kiri nya tanpa membalikkan tubuh dan berjalan menuju ke dalam.

"Siapa dia? Aku yakin aku tak salah lihat tadi," gumam wanita itu sambil memperhatikan Nakra yang berjalan dengan santainya menuju ke dalam Sentral.

...

...

...

Suara wanita dari speaker terdengar. Pengumuman disiarkan melalui ke 4 speaker yang terpasang di setiap sudut ruang tunggu.

"Semuanya! Para peserta calon Demon Slayer! Diharapkan pergi menuju ruangan selanjutnya dan pemilihan para Demon Slayer baru akan segera dilaksanakan!" ucap wanita speaker tadi.

Pintu selanjutnya terbuka, seluruh peserta bergegas pergi ke arah pintu tersebut dan pemilihan para Demon Slayer baru akan segera dimulai.

-----------------------------------------------------------------------------------------

To Be Continued