"Akhirnya tuan gerandong ketemu lagi sama Nirwani"
Teriakan kagum yang berasal dari luar membuatku seketika senyam-senyum sendiri.
Dengan santai aku menyelesaikan aktivitas bersih-bersihku sembari melangkah keluar kamar mandi. Tentu saja, Sonya, sahabat sekamarku langsung menghampiri dengan wajah kagum yang tiada habisnya.
"Liat deh La, wagelaseh. Sinetron favorit gue nembus posisi 1 rating pemirsa dong."
Sonya memandangku sejenak dengan mata berbinar, sebelum kembali ke layar TV yang mulai menampilkan jajaran pemain dan kru yang berpartisipasi dalam sinetron itu.
"Mana pemainnya keren-keren lagi. Apalagi si Farel. Alah mak oy, mau gue gonikan terus bawa pulang aja sekalian."
Suara kagum Sonya terdengar lagi.
Kali ini senyuman di wajahku seketika memudar begitu nama Farel disebut.
Halah, ganteng apanya, masih mending mas Tukul atau mas Sule kemana-mana.
Gerutuku dalam hati.
"Harusnya script writernya dong yang dipuji, sama sutradaranya juga. Kalau mereka gak ahli, aktor dan aktris secakep apapun gak ada gunanya juga."
Aku menghempaskan pantatku ke tempat tidur. Memanyunkan bibir begitu melihat Sonya tak merespon ucapanku dan malah terus memandang takjub layar yang menampilkan wajah Farel. Rasanya aku bisa melihat tanda love terbentuk di matanya.
Farel Fahrezzy, anggota boyband 'Lonely Wolf' yang terkenal karena visual cakepnya. Lagi-lagi aku merinding mengingat arti nama boyband mereka. Serigala kesepian, buset dah, dilahirin jadi manusia malah mau jadi Serigala.
"Duh gantengnya,"
"Taehyung BTS mah kalah dah."
Tak menyadari kekesalanku, Sonya terus melanjutkan kalimat puji-pujian kepada Farel, membuatku semakin bergidik ngeri.
"Ah iya, Son, gue dapet bonus gede nih dari mbak Bian. Lo mau gue traktir nggak."
Tanyaku, mencoba mengalihkan perhatian Sonya agar tak terus-terusan memuji Farel.
"Hah? Seriusan?,"
"Mau dong qaqa."
Sonya yang sedari tadi memuji Farel kini justru mendekatiku dengan tatapan kagum. Sepertinya dia sudah lupa dengan Farel yang baru saja menjadi pusat dunianya.
Hmm, tak sia-sia aku menjadi teman satu kos Sonya selama 1 tahun ini. Aku jadi paham dengan hal yang Sonya sukai, yaitu makanan. Sedangkan di posisi kedua ditempati oleh uang.
"Oke, entar gue traktir kaefci dua minggu penuh."
Ucapku lagi.
Dengan sigap aku menggerakkan badan ke samping, menghindari pelukan Sonya yang sepertinya terlalu senang karena janjiku yang akan mentraktirnya kaefci hingga akhir bulan yang tersisa 2 minggu lagi.
Sonya tertawa kekeh melihatku yang terus menghindar. Akhirnya dia memilih menyerah dan melipat kedua tangannya dengan mata berbinar, seakan sedang melihat bidadari jatuh dari loteng.
"Duh, Laranya akoh baik banget sih. Ngidam apa deh dulu mama lo Lar."
"Aish, udah ah sono, gue mau golek-golek nih."
Usirku, memberikan kode hush hush dengan gerakan bibir.
Sonya mengerutkan alis sejenak, terlihat bingung dengan perkataanku,
"Golek-golek apaan?."
"Rebahan zheyeng. Udah sono."
Usirku lagi.
Sonya mengangguk cepat, memberikan gestur hormat dengan tangannya,
"Asiaappp bosque."
Ucapnya, menirukan nada bicara yutuber gledek sebelum berlalu pergi meninggalkan kamar.
Aku hanya tertawa kecil begitu mendengar siulan Sonya yang sayup-sayup terdengar sekalipun dia sudah keluar kamar. Dasar memang anak kos, giliran mau ditraktir aja girang amat.
Okays, saatnya tidur!.
Aku membaringkan tubuh dengan rasa bahagia tiada terkira. Apalagi aroma pengharum pakaian kesukaanku menguar dari selimut yang baru kucuci.
Percayalah saat ini tidur adalah sesuatu yang paling kurindukan, melebihi kekasih atau gombalan mas-mas fucek boy. Ya maklum lah yekan, jomblo seumur hidup, jadi nggak paham rasanya rindu pacar, haha.
Tentu saja aku sangat merindukan kasurku, karena beberapa hari ini aku harus terjaga untuk menyelesaikan naskah sinetron terhits sekaligus sinetron pertama yang kutulis.
Ya, aku adalah penulis sinetron 'Gerandong : Panglima Perang Menyedihkan'. Namaku Lara, walaupun saat menjadi script writer aku bersembunyi di balik nama Rarana Anindita. Oleh sebab itulah, Sonya tak tahu bahwa akulah penulis dibalik sinetron kesukaannya.
Baru saja mataku hendak menutup, getaran HP yang kuletak tepat disebelahku terasa, membuat kesadaranku langsung melek.
[From : Idol Kampret]
(Sini lo, mau gue traktir)
Aku mendengus sebal begitu membaca pesan yang ternyata berasal dari manusia yang paling tak ingin kutemui sedunia.
Dengan malas aku melempar HP, menarik selimut tinggi-tinggi dan mulai merapal mantra agar segera tertidur.
Tapi, lagi-lagi usahaku terganggu oleh getaran HP yang menandakan panggilan masuk.
Dengan kesal aku meraih HP kembali, sambil berjanji akan membotaki Farel jika ketemu kalau panggilan ini berasal dari dia. Ah, aku memang sengaja menyimpan nomor Farel dengan sebutan idol kampret, karena aku sedang memikirkan naskah sinetron berikutnya dan menjadikan Farel sebagai seorang superhero benama Kampretman.
Ini sudah kedua kalinya aku mengganti nama Farel di HPku. Sebelumnya aku menamai kontak Farel dengan nama 'Idol Gerandong'.
[Jamileh]
Sumpah serapah yang tadi sudah kupersiapkan untuk Farel mendadak kutelan kembali begitu melihat nama siapa yang tertera di layar.
"Dua angsa nggak boleh disate."
Ucapku cepat begitu mengangkat panggilan.
"Sate kacang sate padang, dua-duanya enak,"
Balas seseorang dari seberang sana.
"Cuma mau bilang, jangan lupa hari ini. Bye."
Tut..tut..tut.. panggilanpun berakhir.
Aku menghela nafas berat. Baru saja berniat tidur, tapi ada saja halangannya.
Dengan malas aku kembali turun dari tempat tidur. Bergegas meraih sebuah kotak dari kolong tempat tidur.
Tanganku mulai bergerak lincah, merias diri sesempurna mungkin. Tak lupa sentuhan terakhir, yaitu kacamata tebal yang ketebalannya bahkan melebihi kamus bahasa inggris.
"Ribet amat dah. Kasih misi yang gampang kek."
Gerutuku berkali-kali sembari mengepang mengacak-acak rambut sebelum mengepangnya secara asal.
Setelah memastikan penampilanku gembel paripurna, barulah aku mengembalikan kotak rahasia itu ke bawah kasur. Tak lupa meraih tas kain yang sudah sedikit robek.
"Baiklah, hari ini juga, Lara the great harus kembali bekerja,"
"Dasar inspektur Krab sialan! Aku harus minta naik gaji ntar berikutnya."
Ucapku sambil mengacungkan tinju dengan penuh semangat.
***
Perkenalkan, namaku Larasati, seorang agen badan intelejen yang saat ini dipinjamkan ke kepolisian untuk menyelidiki kasus prostitusi beserta peredaran obat terlarang di dunia entertainment.
Oleh sebab itulah saat ini aku berpura-pura menjadi penulis naskah dan pelan-pelan menyusup untuk mengumpulkan informasi dan bukti.
Pekerjaan ini memaksaku untuk menyembunyikan wajah asliku yang dasarnya sudah cakep (maaf, aku kepedean) menjadi super gembel dan aneh, agar tak terlalu mencolok.
Sebenarnya aku berada di dalam tim yang bernama 'Jangkrik Malam'. Dengan anggota terdiri dari Bian, Raka dan Jems yang lebih dikenal dengan sebutan Jamileh.
Tetapi mereka bertiga mendapatkan objek tugas yang berbeda daripada aku. Alhasil jadilah aku hanya sendirian menyelidiki kasus ini.
"Udah datang lo? Gercep amat,"
"Giliran makan aja semangat banget lo."
Suara ejekan seseorang terdengar dari belakang.
Aku langsung mengerlingkan bola mata jengah. Tentu saja aku tahu siapa pemilik suara ini. Bahkan tanpa membalik tubuh pun aku langsung tahu bahwa pemilik suara itu adalah Farel, si idol kampret yang selalu sukses membuat darahku mendidih.
Untung saja saat ini aku sedang menyamar, kalau nggak udah kujadikan samsak tinju nih orang.
Bukan tanpa alasan aku sangat benci kepada Farel. Tingkah narsis dan semena-menanya bahkan disaat pertemuan pertamapun sukses membuat emosiku naik hingga ke ubun-ubun.
Belum lagi hobi gonta-ganti pacarnya, semakin memperparah kebencianku yang memang fobia dengan pria berspesies fucek boy.
Aku hanya bisa menghela nafas berat sambil memandang langit. Duh, sialnya aku harus bertemu dengan tuan gerandong satu ini..