"Kak, dua kamar." pinta Ran kepada wanita berpakaian seragam. Setelah membayar, mereka naik kelantai 2 masuk ke salah satu kamar.
"Kamu masih nggak percaya sama aku ? Aku nggak bakal kabur kok janji" Fara meyakinkan. Ran berdecak kesal, ia sibuk mengikat tali ditangan Fara pada kayu kasurnya.
"Kalo nggak kamu yang bawa kuncinya deh" cerewetnya lagi.
"Aku juga bawa kuncinya" Ran mengambil kartu kamar Fara. Ia melangkahkan kakinya keluar kamar. Sebelum menutup pintunya rapat lelaki itu sempat terhenti, memandang Fara yang terduduk di bibir ranjang dengan tangan terikat.
Ran menghela napas. Ia menarik knop pintu menimbulkan suara benturan menandakan pintu sudah terkunci.
🌠
Ran membuka benda pipih hitam layaknya notebook. Kali ini sebuah titik - titik cahaya menyala pada monitor kecilnya. Menampilkan gambar beranda dari notebook masa depannya.
Ran membuka sebuah slot pada sisi kanan notebook tersebut. Terdapat 3 slot berbentuk bulat. Ia mengisi salah satu slotnya dengan benda mirip batu yang ia ambil kemarin.
Sebuah bunyi terdengar dari lubang speaker, memunculkan pop up bertuliskan Coral dengan tanda centang hijauh disampingnya.
Setetes cairan merah pekat menampakan dirinya pada ujung hidung Ran. Lelaki itu mengusap hidungnya dengan jari telunjuk, mendapati darah merah diujung telunjuknya.
Profesor bilang, ini adalah efek samping biasa dalam perjalanan waktu.
Lelaki itu terlamun untuk beberapa saat menatap darahnya. Sampai sebuah getaran yang berasal dari gelangnya menghancurkan lamunannya.
Ran cepat - cepat menghapus darahnya, tangannya mengambil benda pipih di saku yang terhubung dengan gelangnya.
Menekan tombol hijau pada layar benda pipih tersebut. Ran menaruh benda pipih tersebut sedikit menjauh darinya.
Beberapa detik kemudian sinar terang terpancar. Sebuah hologram wanita berambut lurus dan panjang tengah tersenyum padanya.
"Gimana suasana disana ?" tanya lembut wanita muda tersebut.
"Asik sih." jujur Ran tersenyum.
"Tapi jangan kelamaan disana. Nanti nggak balik sini lagi" wanita bernama Lola itu mengerucutkan bibirnya sukses membuat geli perut Ran.
"Nggak lah..." tukas Ran terkekeh pelan, "Ya udah. Aku mau istirahat dulu. Capek !"
"Oke! Mmuah..." Lola memberikan sebuah ciuman pada tangannya lalu meniupnya seolah - olah ciumannya tersampaikan. Ran hanya tersenyum tipis sebelum pancaran sinar tersebut padam.
🌠
Ran menempelkan kartunya pada sensor digagang pintu. Membuka kunci pintu secara otomatis. Tangannya meraih knop pintu. Dingin knop berwarna silver itu menjalar pada telapak tangan Ran.
Suara deritan pintu terdengar. Memperlihatkan isi ruangan dibalik pintu putih tersebut. Bola matanya membulat ketika menampakan gadis itu kelabakan menghapus air matanya di bibir kasur.
"Kamu kenapa ?" tanya Ran masih dengan ekspresi datar.
"Kenapa ? Nggak ada" tukas Fara berbohong. Ran mengangkat kakinya lebih dekat. Melepas tali yang mengikat gadis itu pada salah satu kayu dikasurnya lalu memasangkannya pada pergelangan tangan Ran.
"Ayo !" ajak Ran. Gadis itu hanya mengangguk samar, dan pasrah mengikuti Ran.
Sampai suatu ketika Ran mendadak berhenti, membuat Fara yang tak cukup cepat akan reflek harus menabrak punggung Ran. Lelaki gondrong itu menoleh kebelakang. Memberikan sebuah sapu tangan dengan gambar bunga mawar ditengahnya. "Air matanya di lap dulu" perintah Ran tak direspon oleh gadis tersebut, melainkan ia membuang wajahnya.
Ran berdecak kesal. Ia menatap mata Fara dalam beberapa detik. Mata Fara yang sembap tapi tak mengakui kesembapannya.
Jantung Fara berdetak dua kali lipat lebih cepat dari tiga detik sebelumnya. Ketika sebuah kain lembut menempel pada sudut matanya. Menyerap sisa - sisa air mata. Menyerap kesedihan yang ada.
"Ran..." heran Fara.