Braakkk!
Gebrakan meja Pak Direktur membuat tegang situasi meeting di kantor itu. Wajah wajah para staff kantor tegang. Terutama wajah David yang kini sedang ditodong oleh tampang sangar sang Direktur.
"Jadi kita cuma naik untung 23% saja di akhir bulan ini, hah?" Ujarnya berang.
David tertohok dan ingin menjawab tapi Pak Direktur lagi lagi memotong kalimat di tenggorokannya.
"Kamu tidak usah jawab! Karena mulai hari ini kamuuu..."
David dan para staf lain tercekat menunggu lanjutan kalimat Pak Direktur yang ke berikutnya. Semua saling tatap seolah penasaran dengan ending yang akan dilontarkan Pak Direktur yang menurut mereka baru kali itu marah-marah padahal perusahaan tidak sedang merugi sama sekali dan laporan dari semua lini cukup memiliki perkembangan profit yang signifikan.
Pak Direktur menekan nafas dalam dalam sampai akhirnya kalimat itu pun terlontar tepat di depan muka David.
"Kamu... Saya angkat jadi Manager Area, David!"
Jrengg!
David melotot syok. Seketika Pak Direktur dan para hadirin tergelak puas melihatnya salah ekspresi. Dia sadar baru saja kena prank oleh bosnya dan teman-temannya.
"Kena kamu, Vid... hahaha..." timpal Ryan, supervisi Kantor Cabang di Bogor. Para Staf lain pun heboh menertawai muka tololnya walau akhirnya ia kebanjiran ucapan selamat dari kawan kawannya.
"Ya ampuunn...Pak Andri. Saya sampe syok dan pasrah... bisa aja bapak ngeprank-in saya... walaupun tadi saya ngerasa aneh juga . Kok tumben tumbenan bapak bisa semarah ini padahal nggak ada pokok masalah yang serius, kan?"
"Hahaha... sekali-kali dong bapak marah marahin kamu..."
"Iya pak... boleh boleh aja, sih... Cuma marahnya seseorang bos yang selama ini terlalu ramah rasanya kayak ketemu Singa hutan bangun tidur."
Lagi lagi semuanya tertawa bahagia. Pak Direktur tiba-tiba menatap hangat kepada David. Sambil menepuk bahunya ia pun berkata "Tapi kamu bantuin majukan cabang yang lain ya? kantor kita di Cirebon sedang pasang surut. Saya butuh kekuatan tangan besi kamu untuk pengelolaan cabang perusahaan kita di sana."
David berusaha menegaskan wajahnya seakan menjawab dengan pasti bahwa ia mampu melakukan pekerjaan yang diberikan kepadanya. lalu dengan tegas ia menjawab "Baik, Pak!"
***
Jam kantor masih merayap bergerak seiring dengan menepinya matahari siang itu di antara himpitan gedung gedung tunggi pencakar langit. Terlihat David mulai membereskan dokumen-dokumen di meja kerjanya sore itu. Yanti, seorang office girl terlihat ikut sibuk membantu mengepak barang-barangnya dengan muka sedih.
"Berarti bapak pindah ke Cirebon dong?"
tanyanya dengan wajah yang tampak berat.
"Iya, yan. Ngomong-ngomong kamu orang Cirebon kan? Kamu tahu daerah ini nggak?"
David menunjukkan layar monitor di hadapannya.
"lni alamat kantor baru yang nanti bakal bapak kelola kira-kira tempat ini daerahnya seperti apa ya... "
"Palimanan, Pak? itu sih di kampung saya, Pak. Disitu banyak pesantren, lingkungannya bagus sih kalo buat tempat tinggal. Banyak bangunan Belanda juga. Tinggal disana ini seraya berjabat tangan sama masa lalu. yah, namanya juga kampung tua. Emang di sana bapak mau tinggal di mana?"
"Wah, kedengerannya asyik tuh. Bapak sih belum tahu mau tinggal dimana. Mungkin ngontrak rumah kali ya. Tapi kalau kata kamu lingkungannya menarik trus ada rumah yang yang asyik dan murah meriah, kayaknya mending dibeli aja deh. Kan lumayan buat invest."
"Iya juga ya, pak. Nanti kalau saya pulang kampung kita bisa tetanggaan deh."
David terkekeh kecil.
Tak lama kemudian Yanti menyodorkan barang-barang yang sudah dia packing kepada David.
"lni Pak, barang-barangnya udah siap packing semuanya"
"Iya Yan, ya udah makasih ya udah bantuin saya. Kamu taruh aja barang-barangnya di situ. Biar sisanya sayang beresin."
"Baik Pak. Saya pamit dulu ya, nanti kalo beneran pindah, Bapak hati hati disana, ya?" Jawab Yanti penuh perasaan seakan tak rela berpisah dengan atasannya yang biasa ia layani selama dia bekerja di kantor itu.
David mengangguk penuh perasaan. Tapi entah mengapa dia merasa sikap Yanti agak berbeda kepadanya saat itu. Dia terus perhatikan ekpresi wajah Yanti yang tak biasa saat Yanti menaruh barang-barang yang sudah dipackingnya ke sisi meja kerja David. Setelah itu Yanti pergi menutup pintu.
Kini David seorang diri menatapi seantero ruang kerjanya Yang sebentar lagi akan ditinggalkan, kali ini senyumnya sedikit getir menyadari nanti ia tak kan lagi bekerja di ruangan itu lagi. Perlahan David mendekati kursi kerjanya. Lalu ia duduk bersandar melepaskan lelahnya sambil bergumam pelan.
"Alhamdulillah akhirnya aku sampai di puncak perjuangan ini. Dewi dan Lisa pasti senang dengan kabar ini semoga mereka nggak keberatan ikut aku pindah ke Cirebon. Pindah ke Dunia Baru"
David hempaskan kepalanya ke sandaran kursi sambil menatap layar monitor yang masih menyala terlihat laman website koran lokal Radar Cirebon yang beberapa waktu lalu sempat ia searching untuk mendapatkan berbagai informasi di sana matanya tertuju pada sebuah iklan rumah dijual yang tampak cantik dan asri David lalu tersenyum begitu melihat nominal harga rumah itu.
"Wah, rumahnya murah banget, nih."
***
Yanti yang sebenarnya mangintip dari luar kantor tampak mengernyitkan dahinya sambil menatapi gambar iklan rumah di ponsel David. "Rumah itu kok mirip banget sama rumah londo itu... rumah londo pensiunan karyawan pabrik gula yang.... ANGKER."
Jreeng...!
To be Continued...