Chapter 5
.
.
.
.
Pagi yang cerah menyambut Namikaze Naruko yang baru bangun tidur. Dia mengangkat kedua tangannya untuk melemaskan otot-otot yang kaku. "Hmmm...sudah pagi..."
Beranjak dari tempat tidur dan melepas piyama berwarna putih, ia berniat untuk mandi air hangat di pagi hari. Membalut tubuh dengan handuk berwarna biru muda dan melangkah keluar dari kamarnya "Sepi seperti biasa."
Naruko mulai terbiasa dengan suasana sunyi di apartemen milik Naruto, Naruko sekilas teringat oleh Naruto. "Aduh, kenapa aku memikirkan dia terus?"
Buru-buru ke kamar mencoba menghilangkan pikiran konyolnya tentang Naruto.
Gadis remaja yang tidak pernah pacaran ini sepertinya memiliki harapan akan dekat dengan seorang laki-laki yang baik namun hanya dalam imajinasinya saja belum tentu yang ia pikirkan sama sepertinya sekarang. "Ah, kalau dia sampai tau mau ditaruh dimana rasa malu ku?!"
Jreessh...
Menunggu air hangat di bak mandi penuh sembari memikirkan sesuatu yang penting. Seorang yang penting baginya akhir-akhir ini. "Kapan dia pulang ya?" Melepas handuk yang ia pakai dan menggantung di tempat yang sudah tersedia. Ketika ingin masuk kedalam bak mandi pintu geser kamar mandi di geser secara terburu. Sreeek...
"Untunglah bisa sampai tepat waktu. Aku mau mandi dulu."
"..."
"..."
Uzumaki Naruto yang ia pikirkan sejak tadi kini ada di depannya, ikut masuk ke kamar mandi tanpa permisi dan bertanya apakah ada orang di kamar mandi sekarang? "Kyaaa!!"
"Maaf! Aku lupa, huwaaa!"
Sreeek...
Naruto bersandar di pintu luar kamar mandi, ia tadi melihat sesuatu yang membuat jantungnya berdebar tak menentu. "Maaf! Aku tidak sengaja!"
"Harusnya kamu, ketuk pintu dulu! Pastikan ada yang orang di kamar mandi atau tidak! Baru kamu masuk ke dalam!"
"Ma-maaf ya," kata Naruto.
"Iya, tapi lain kali jangan diulangi!"
"I-iya," kata Naruto membalas dengan gugup.
'Sial, yang bawah sampai bangun,' kata batin Naruto.
'Tubuhnya seksi sekali,' tambah kata batin Naruto lagi.
Semetara yang ada di kamar mandi, sudah masuk dalam bak mandi sembari menutupi wajahnya dengan kedua tangan.
"Dia sudah melihat...sudah tidak ada rahasia lagi...pasti dia tidak suka bentuk tubuhku! Eeh, kenapa aku berpikir begitu..." Rona merah di pipi begitu terlihat jelas terbawa pemikirannya yang ngelantur.
Naruto lebih memilih pergi ke pemandian air panas. Tanpa pamit, ia pergi begitu saja karena mana mungkin bisa pamit karena kejadian ketika di kamar mandi.
"Pasti dia marah padaku nanti."
Semua sudah tersedia di pemandian air panas, Naruto tak usah repot untuk membeli kebutuhannya lagi. Setelah membersihkan diri, ia masuk ke dalam kolam air hangat.
"Nyaman...selama misi benar-benar melelahkan..."
'Sepi sekali disini kalau pagi hari,' kata batin Naruto.
Setelah selesai mandi, Naruto memutuskan kembali pulang ke apartemen miliknya. "Apa aku akan disuruh tanggung jawab ya..." Naruto berpikir tentang tanggung jawab karena telah melihat seorang gadis yang telanjang bulat. Naruto belum siap untuk menikah diusia yang masih mudah biarpun ia ingin memiliki keluarga sendiri tapi ini terlalu cepat baginya.
Sarapan pagi sudah siap semua tertata rapi di meja makan. Oseng buncis, tahu dan tempe yang dibumbui pedas ditambah kecap sebagai pelengkap.
"Aku hanya bisa masak ini untuknya." Hampir 30 menit menunggu Naruto yang belum kembali tak lama kemudian terdengar suara seseorang yang tidak asing.
"Aku pulang..."
Naruko bergegas menuju pintu keluar apartemen, ia sudah mirip istri yang menunggu sang suami pulang kerja dari kantor.
"Kamu dari mana saja!"
"Eh, aku?"
"Sa, sarapan nya sudah selesai dari tadi...cepatlah makan sebelum dingin, kamu belum sarapan 'kan?"
"Ba-baiklah, aku sarapan."
'Sepertinya dia tidak marah,' kata batin Naruto.
Mereka berdua hanya diam menikmati menu sarapan pagi. Sekilas Naruto melirik yang ada di hadapannya. "Maaf yang tadi."
"Iya, tidak apa-apa tadi itu tidak sengaja kan?"
"Iya...sekali lagi maaf."
'Aku harus memastikannya,' kata batin Naruto.
"Enak tidak? Aku hanya bisa masak ini saja...mungkin lain kali aku akan belajar memasak menu baru untukmu."
"Un-untuk ku?!"
"Mmm...iya," kata Naruko.
"Naruko, aku kepikiran sesuatu tentang kejadian tadi...kalau kau mau aku tanggung jawab, aku akan tanggung jawab."
"Maksudnya?"
"Begini, aku sudah melihat itu dan harus tanggung jawab...pikirku sebagai laki-laki sejati harus tanggung jawab."
"Kalau kamu mau tanggung jawab, aku senang sekali..."
"Baiklah, aku akan keluar dulu mau tanya kepada Nenek, bagaimana caranya biar bisa menikah."
"Me-menikah?!"
"Maaf ya, aku harus membuatmu menikah muda, aku harusnya ketuk pintu tadi...aku lupa soalnya biasanya rumahku sepi."
"... Tidak apa-apa, kalau Naruto mau nya tanggung jawab seperti itu, aku lebih senang."
"Aku, aku pergi dulu ya...masak kan mu enak sekali."
"... Iya, hati-hati di jalan, Naruto."
"Iya, tenang saja."
Mereka berdua benar-benar seperti orang bodoh memutuskan sesuatu terlalu cepat. Naruko tak menyangka, ia harus jadi seorang istri diusia muda gara-gara tak sengaja dilihat ketika akan mandi.
"Ayah, Ibu, aku akan menikah, ya ampun bagaimana ini?!"
Naruto menceritakan semuanya kepada Senju Tsunade yang menjabat sebagai pemimpin desa. Tsunade tersenyum dan berkata, "bagus kalau kau mau tanggung jawab."
"Nek, aku benar-benar minta bantuanmu...hahh...sepertinya aku harus merelakan Sakura kalau begini."
"Sudah jangan banyak berpikir! Masalah pernikahan mu serahkan saja padaku!"
'Anak bodoh, tapi tidak apa-apa paling tidak kau memiliki keluargamu sendiri,' kata Tsunade yang malah membenarkan kalau Naruto harus bertanggung jawab dengan cara menikah.
Shizune tak percaya dengan dukungan penuh Tsunade yang seharus mengatakan hal yang Naruto alami tinggal meminta maaf dan semuanya akan selesai. Naruto pamit pergi, ia akan memberitahu Iruka yang sudah Naruto anggap seperti ayahnya sendiri.
Iruka yang mendapatkan kabar dari Naruto. Iruka terkejut karena menikah di usia sangat muda itu seharusnya tidak boleh ditambah lagi kejadian sepele yang berujung harus memiliki tanggung jawab yang sangat besar.
"Kau yakin mau menikah!"
"Aku harus tanggung jawab sebagai laki-laki sejati, Nenek Tsunade juga mendukungku."
"Yang benar saja...kalau begini aku akan mendukungmu biarpun sedikit aneh."
"Hehe, iya juga aneh karena aku menikah masih muda."
"Bukan aneh itu...lupakan, kau pulang saja masalah undangan, aku akan mengaturnya."
"Terimakasih, aku sangat berterima kasih."
"Naruto, selamat ya, kau tidak akan sendirian lagi di rumah."
"Iya, dia akan selamanya menemaniku kalau kami menikah," kata Naruto sembari merona malu.
'Anak ini mau dikasihani karena dibodohi, aku tidak tega,' kata batin Iruka.
"Ayah, aku pulang dulu."
"A-ayah?"
"Apa tidak boleh panggil ayah?"
"Hahaha...boleh, boleh. Cepatlah pulang calon istrimu pasti khawatir," kata Iruka ngelantur.
"Hehe, iya aku pamit dulu, Ayah."
Iruka melambaikan tangannya membalas lambaian tangan Naruto. Iruka tak habis pikir harus dipanggil sebagai ayah padahal, ia belum menikah.
"Haa...Naruto mendahului ku..."
.
.
.
.
Next Chapter 6
Note : Njirr malah nulis gini aku, ahahaha...nikah mudah :v