Rose tidak mengira jika William akan kembali membawanya menemui Ghani sepupunya untuk mengecek keadaan pergelangan kakinya yang tentunya dengan drama gendong menggendong yang William lakukan dan ia hanya bisa pasrah dan menutupi wajahnya sebisa mungkin.
Dan sekarang, bukannya langsung mengecek kondisi kakinya, Ghani malah berkacak pinggang di hadapan William yang sudah jelas lebih tinggi darinya.
"Apa yang kamu lakukan pada adikku lagi? Mengapa kakinya menjadi semakin membengkak?" Tanya Ghani dengan wajah galak walaupun wajahnya yang tampan sekaligus imut itu tidak pantas memasang ekspresi galak.
"William tidak melakukan apapun Kak!" Sabar Rose sebelum William angkat suara.
"Jangan membelanya, mentang-mentang dia calon suamimu!"
"Aku tidak membelanya, dan dia bukan calon suamiku!" protes Rose kesal.
"Dia merajuk padaku, aku tidak memperhatikannya sehingga ia terjatuh kembali saat akan mandi tadi." Jawab William berbohong.
"Mandi? Kalian sudah tinggal bersama?" Sergah Ghani karena terkejut setengah mati karena bahkan sampai usianya dua puluh delapan tahun, ia tidak pernah berciuman dan gadis yang selama ini ia anggap sebagai adik kecil ternyata sudah tinggal bersama dengan pria yang bahkan belum dinikahinya. Oh dunia ini sangat tidak adil baginya.
"Benar!" "Tidak." Satu kata yang bertolak belakang di ucapkan oleh William dan Rose secara bersamaan membuat Ghani semakin bingung.
"Dia sedang merajuk padaku, sebaiknya cepatlah periksa saja kakinya." Ucap William, ia berusaha tersenyum walaupun dalma hati kesal karena Ghani terus bertanya sejak kira-kira setengah jam yang lalu tanpa mengecek kondisi Rose terlebih dahulu.
Entah kenapa William memiliki aura yang tidak dapat di tentang sehingga walaupun Ghani masih ingin bertanya, ia tetap menuruti ucapan William dan mulai memeriksa kaki Rose lagi.
"Dasar ceroboh! Jangan sampai aku memiliki keponakan sebelum kalian resmi menikah!" Celoteh Ghani sambil memeriksa kaki Rose.
"Jangan bicara omong kosong! Periksa saja kakiku!" Ucap Rose geram.
"Tenanglah sayang, lagipula selama ini kita bermain aman bukan." Goda William sambil mengusap lembut puncak kepala Rose, sangat senang rasanya melihat Rose kesal dari pada ia harus murung dan bersedih.
Kalimat yang William ucapkan sukses membuta Ghani merinding seketika.
"Jangan gila!" Umpat Rose kesal namun sedikit berbisik, ia tidak ingin Ghani bertanya lebih banyak karena ia sudah sangat cerewet sebelumnya.
"Apa sayang? Aku tidak diberi jatah malam ini?" Ucap William menjadi membuat Ghani meluncurkan keringat dinginnya seketika dan Rose tentunya tidak tinggal diam, ia segera melayangkan serangannya dengan memukuk perut William dengan sikunya.
"Dasar mesum!" Kira-kira begitulah arti dari tatapan mata Rose saat ini dan William membalasnya dengan senyuman dan sorot mata sok polos seolah tidak berdosa.
***
Tidak hanya Rose yang tenggelam dalam rasa patah hatinya, Rayhan juga merasakan perasaan yang sama.
Rasa cemburu berkecamuk bersama dengan rasa menyesalnya karena telah menyakiti Rose.
Bagaimana jika Rose tidak memaafkannya dan bagaimana jika Rose benar-benar meninggalkannya?
Kepala Rayhan terasa mau pecah dibuatnya. Ia tidak dapat membuat musik sama sekali hari ini, seluruh pusat pikirannya hanya tertuju pada Rose terlebih karena William malah datang membawa Rose pergi.
Mengapa harus pria itu? Mengapa ia harus datang dan mengacaukan segalanya?
Rasa kebencian Rayhan untuk William sangat besar kini, ia tidak akan membiarkan Rose dimiliki oleh laki-laki itu.
Tanpa berpikir panjang, Rayhan segera meraih jaketnya dan mengenalnya sambil berjalan cepat meninggalkan ruangannya.
Mencari Rose dan meminta maaf adalah tujuannya saat ini, tanpa memperdulikan sapaan dari staf perusahaan, Rayhan terus berlari hingga terdengar seseorang memanggil namanya.
"Rayhan!"
Rayhan menoleh dan menghentikan langkahnya, menunggu sumber suara itu menghampirinya.
"Kamu melihat Rose? Kemarin ia terjatuh dan pengawalnya membawanya pergi. Aku rasa pengawalan membawa Rose untuk mengobati kakinya tapi ia tidak kembali lagi dan meninggalkan ponselnya." Cerita Rini asisten Rose, ia tidak bisa menemui Rose dirumahnya karena takut dengan kedua ornagtua Rose jadi ia masih menyimpan ponsel Rose bersamanya.
Rayhan meraih ponsel berwarna silver milik Rose dengan tangan bergetar. Betapa bodohnya ia, Rose bukan sengaja tidak mengangkat panggilan teleponnya dan ia bahkan mendorong Rose pagi ini, karena itukah Rose meringis kesakitan? Karena ia telah terluka sebelumnya dan aku menambah parah lukanya?
Tanpa berkata apapun kepada Rini, Rayhan segera berlari pergi. Ia tidak ingin membuang waktu lagi untuk menemui Rose.
Rayhan melajukan mobilnya dengan kecepatan hampir menyentuh batas titik maksimal, tujuannya saat ini adalah kediaman Rose dan meminta maaf padanya.
Hujan lebat tidak menjadi penghalang baginya, bahkan ia tidak perduli dengan keselamatan nyawanya sendiri.
Tidak butuh waktu lama bagi Rayhan untuk sampai di kediaman Rose. Gerbang tinggi rumah Rose tertutup rapat dan tidak ada yang membukanya pintu.
Walaupun hujan lebat masih mengguyur tapi Rayhan tidak gentar dan tidak berpikir lama untuk segera keluar dari dalam mobilnya untuk berteriak memanggil Rose.
"Rose, ijinkan aku menemui mu... Maafkan aku Rose!" Teriak Rayhan.
"Rose maafkan aku! Tolong ijinkan aku menemui mu, aku sungguh menyesal Rose!" Teriak Rayhan sambil menangis, ia terus berdiri di depan gerbang rumah Rose dan memukul-mukul gerbang berwarna coklat itu.
Rayhan akhirnya tidak kuasa menahan kesedihan hati ya, tubuhnya luruh terjatuh lemas bersimpuh sambil terus menangis.
"Rose... Maafkan aku." Iskanya tanpa henti.
William melihatnya, ia melihat Rayhan menangis sambil berlutut di depan pintu gerbang dari dalam mobilnya karena ia baru saja kembali dari rumah sakit sementara Rose tertidur pulas di sebelahnya.
Ia melihat jika kekasih Rose sangat menyesali perbuatannya hingga berlutut sambil menangis di tengah hujan seperti saat ini.
"Maafkan aku, tapi aku adalah orang yang ditakdirkan Tuhan untuk menghancurkan hubungan kalian." Ucap William sebelum akhirnya melajukan mobilnya kembali, ia tidak akan membiarkan Rose melihat pengorbanan kekasihnya dan mereka kembali bersama.
William tidak bisa membiarkan semua itu terjadi.
"Anggap saja semua ini adalah hukuman karena kamu telah menyakiti Rosie."
....
"Aku dan Rose akan menginap malam ini di rumah kami, apa Anda tidak keberatan, ayah?" Tanya William pada ponselnya, ia akhirnya memutuskan membawa Rose ke rumah yang telah dibelinya.
"Menginap?" Suara berat Adam terdengar tertahan, William akan sangat senang jika Adam menolak permintaannya karena itu tandanya ia masih perduli dengan Rose tapi jawaban yang di katakan Adam tidak sesuai dengan apa yang dipikirkannya.
"Tentu saja, toh nanti juga kalian akan segera menikah."
William memutuskan panggilan teleponnya begitu mendapatkan jawaban yang malah membuatnya merasa semakin kasihan pada Rose yang masih terlelap disebelahnya.
"Aku mengira jika hanya aku anak yang tidak beruntung di dunia ini tapi ternyata kamu juga." Gumam William tersenyum sedih sebelum keluar dari dalam mobilnya dan menggendong Rose memasuki rumah yang ia beli kemarin.
"Will, kita dimana?" Tanya Rose sayup-sayup, matanya masih setengah terpejam dan ia masih sangat mengantuk, sepertinya obat pereda rasa sakit yang diminumnya tadi di perjalanan memiliki efek mengantuk sehingga Rose terus terlelap.
"Kita dirumah."
"Aku suka rumah yang damai."
"Maka tidurlah yang nyenyak, aku akan menjagamu."
"Terimakasih banyak Will... Jika aku tidak bertemu Rayhan lebih dulu maka aku akan jatuh cinta padamu." Ucap Rose, ia membuka matanya ketika mengatakan kalimat itu sambil tersenyum menatap wajah William sebelum kembali memejamkan matanya.
William kemudian menurunkan tubuh Rose diatas tempat tidur dan menarik selimut untuk menutupi setengah tubuh Rose, terlihat ia menggeliat nyaman ditengah tidurnya.
William hanya tersenyum sambil memandangnya dan merapikan helai rambut yang menutupi wajah cantik Rose.
"Jika aku tidak memiliki Gwen maka aku akan langsung jatuh cinta padamu pada saat pertama kali kita bertemu. Tapi semesta ini selalu bersikap kejam kepadaku. Aku memiliki cinta tapi tidak dapat memilikinya dan sekarang aku memilikimu tapi tidak bisa mencintaimu."
"Baik kamu maupun diriku semoga kita menemukan kebahagiaan kita kelak." Lanjut William, ia mengecup lembut pipi Rose sebelum meninggalkan Rose sendirian.
.....