Chereads / PROMISE (a way to find a love) / Chapter 7 - Rencana pernikahan

Chapter 7 - Rencana pernikahan

"Aku akan bertahan dan menunggumu kembali, dan pada hari ketika kamu datang menemuiku maka akan menjadi hari pernikahan kita." - Gwen Lady McQuarrie.

***

Sebuah impian manis, sebuah janji yang harus William ucapkan kepada Gwen kekasihnya.

Gwen yang malang, ia sendirian dan kesakitan lalu kekasihnya pergi meninggalkannya untuk menikahi wanita lain. Sebuah melodrama yang menyayat hati.

Tidak pernah sedikitpun William memikirkan mengenai pernikahan jika pernikahan itu bukanlah dengan Gwen, kekasihnya.

Tapi semesta sepertinya tidak mendukung mereka untuk bersatu.

Dengan perasaan bersalah, William melangkah meninggalkan negara yang sudah delapan belas tahun ditinggalinya, yang mengubahnya menjadi manusia lain yang memaksanya meninggalkan masa lalunya tanpa jejak sedikitpun.

Lalu kemudian buku hidupnya tiba-tiba membuka bab baru yang tidak pernah di duganya.

Haruskah ia kembali dengan cara seperti ini? setelah dulu pergi dengn cara yang sama yaitu meninggalkan jejak luka untuk adiknya. Mengapa ia selalu meninggalkan jejak luka di hati orang-orang yang mencintainya.

Dulu adiknya dan sekarang Gwen.

"Cepatlah kembali." Gwen berbisik dengan lembut tepat pada daun telinga William tanpa mengendurkan dekapannya sedikitpun.

Saat ini, William sudah berada di bandara. Tidak ada yang mengantar kepergiaannya kecuali Gwen yang memaksakan diri ingin mengantarnya.

Jane sebenarnya ingin ikut mengantar William tapi William tahu, jika Jane dan Jackson belakangan bertengkar hebat karenanya, karena Jane menentang perintah Jackson yang meminta William kembali kenegara asalnya. William tidak ingin Jane berada dalam kesulitan jadi ia meminta Jane untuk tetap diam dirumah dan menunggunya yang berjanji akan cepat kembali.

Kini William sudah berada di pesawat jet pribadi miliknya.

Sambil melihat-lihat video Rose yang saat ini tengah ditayangkan oleh laman pencarian video yang menampilkan wawancara eksklusif yang dilakukan salah satu majalah ternama dengan gadis berusia dua puluh lima tahun itu.

Dia cantik, dan senyuman memiliki sihir yang memikat. William menyadarinya jika gadis ini tidak hanya cantik tapi memiliki sesuatu yang membuatnya ingin terus memandangi wajah gadis itu bahkan hanya karena gadis itu tertawa ringan tanpa teras ia ikut tersenyum.

Inikah wanita yang akan menjadi jodohnya?

"Usiamu masih sangat muda, tapi adakah rencana untuk menikah muda?" Tanya pewawancara itu pada Rose yang mengenakan gaun berwarna merah muda itu.

"Menikah muda? Aku rasa usiaku saat ini adalah usia ideal seorang wanita untuk menikah." Jawabnya dengan lugas dan penuturan yang bersemangat.

"Aku tidak akan menolak bila ada seseorang yang berani menghadap orangtuaku dan melamarku." Lanjutnya seraya terkekeh pelan.

"Ya, pastinya bukan pria sembarangan yang dapat menemui orangtua Anda, mengingat siapa mereka."

Senyum Rose perlahan menurun, membuat William merasa penasaran mengapa senyuman gadis itu menghilang ketika menyinggung tentang kedua orangtuanya.

"Kedua orangtuaku sama halnya seperti layaknya orangtua lainnya yang menginginkan kebahagiaan bagi anak-anaknya. Siapapun yang akan menikah denganku, dia bukanlah seorang pria yang hanya dilihat dari mana asalnya atau apa status sosialnya tapi dari bagaimana tulusnya pria itu mencintaiku. Orangtuaku bukanlah tipe pemandang kasta, jadi entah nanti satu bulan lagi atau mungkin satu Minggu lagi aku akan menikah, maka pria itu adalah pria yang aku cintai."

Hanya dengan melihat bagaimana cara Rose berbicara, William dapat menebak jika hati gadis itu telah dimiliki oleh pria lain dan sepertinya ia akan menyebabkan luka yang lebih banyak lagi pada orang-orang yang bahkan tidak ia kenal.

Sepertinya menjadi pria egois sudah menjadi suratan takdirnya.

***

"Apa kamu gugup?"

"Tidak!" Rayhan menjawab dengan tegas pertanyaan yang Rose lontarkan padanya. Jelas ia berbohong karena ia dapat merasakan keringat meluncur bebas melewati keningnya, bahkan tangannya menggenggam tangan Rose dengan sangat erat.

"Ok baiklah, aku sangat gugup." Jawab Rayhan yang akhirnya menoleh menatap Rose setelah sebelumnya hanya terus memandang lurus kedepan.

"Tenanglah, kedua orangtuaku sangat baik, mereka tidak akan memakanmu Ray." Ucap Rose menenangkan tapi Rayhan sama sekali tidak terlihat lebih tenang malah menjadi semakin gugup.

"Bagaimana jika aku bertemu dengan kedua orangtuamu setelah aku melamarmu dikonsermu nanti?"

Rose menurunkan senyumannya, baginya jika Rayhan melakukan cara seperti itu, itu malah akan membuat kedua orangtuanya semakin tidak menyetujui hubungan mereka berdua.

Rayhan hanya tidak tahu saja jika kedua orangtuanya sudah lama mengetahui hubungan asmara diantara mereka dan kedua orangtuanya jelas menentang, tapi Rose selalu berusaha meyakinkan jika Rayhan adalah pria yang baik dan berhati tulus tapi ketulusan tidaklah cukup dalam sebuah pernikahan terutama bagi keluarga besarnya yang tersohor seantero negeri bahkan Asia.

Rose hanya berharap jika kedatangan Rayhan untuk melamarnya dapat meluluhkan hati kedua orangtuanya tapi jika Rayhan memilih untuk melamarnya setelah mengumumkan rencana pernikahannya mereka di depan publik maka kedua orangtuanya akan semakin yakin jika Rayhan memang anak panti asuhan yang tidak memiliki etika seperti apa yang mereka pikirkan selama ini.

Melihat wajah Rose yang perlahan murung membuat Rayhan merasa bersalah, dengan sedikit menarik nafas dalam agar kegugupannya menghilang, akhirnya Rayhan tersenyum dan berkata dengan pasti.

"Baiklah... Aku akan melamarmu sekarang juga."

Rayhan keluar dari dalam mobilnya yang sudah terparkir di halaman parkir yang luas dikediaman Rose yang terlihat seperti sebuah istana megah bergaya modern klasik.

Rose keluar mengikuti, ia melangkah mendekati Rayhan yang berdiri menunggunya lalu menggandeng lengannya dan membawanya memasuki rumahnya.

Tepat ketika Rayhan dan Rose berada didepan pintu, Rayhan sengaja menghentikan langkahnya demi memastikan posisi dasinya karena ia sangat jarang sekali mengenakan setelan jas yang menurutnya sangat tidak nyaman tapi Rose memaksanya dan akhirnya ia mengalah daripada berdebat dengan Rose dan kini ia berakhir dengan mengenakan setelan jas berwarn biru navy dan dasi berwarna maroon yang menggantung indah di sela kerah kemejanya.

Setelah memastikan penampilannya, Rose kemudian baru akan membuka pintu ketika pintu tiba-tiba terbuka lebar bertepatan dengan sebuah mobil mewah keluaran terbatas berhenti tepat didepan teras rumahnya.

Rose dan Rayhan yang awalnya berniat masuk sedikit teralihkan perhatiannya terlebih ketika seornag sopir buru-buru membukakan pintu mobil untuk seseorang yang keluar dari balik pintu mobil dengn mengenakan setelan jas berwarna hitam dan dasi berwarna abu-abu.

Postur tubuh pria itu tinggi tegap sehingga ia terlihat sangat gagah mengenakan setelan jas itu, terlebih dengan rambutnya yang terlihat hitam bersinar dna wajahnya tidak diragukan lagi jika ia adalah pria yang sangat memperihatinkan penampilannya. Dia tampan dan rupawan tanpa ada satupun noda bekas jerawat atau mungkin jerawat akan meluncur tergelincir menginggat wajahnya yang terlihat sangat lembut itu. Tanpa Rose sadari, ia terpaku tanpa berkedip ketika melihat pria itu semakin melangah mendekat padanya dan Rose baru tersadar ketika pria itu dengan sengaja mengedipkan sebelah matanya seraya tersenyum menggoda seolah tidak menghiraukan ada Rayhan yang berdiri tepat disebelah Rose.

"William..."

Rose segera menoleh kearah suara yang sangat dikenalnya itu, suara ayahnya yang terdengar sangat ramah yang sangat jarang sekali didengarnya karena selama ini Adam Kheruson, ayahnya selalu berbicara dengan nada serius dan terkesan kaku, dan siapa William?

Belum habis rasa terkejut Rose mengenai suara 'ramah' ayahnya, kini ia dikejutkan dengan pemandangan dimana ayah serta ibunya bahkan memeluk pria yang di panggil William itu secara bergantian.

Oh ayolah, bahkan Rose sendiri sudah jarang dipeluk oleh mereka.

Sementara itu, Rayhan merasa sedikit minder karena sepertinya ia datang pada waktu yang tidak tepat. Pria yang bertubuh lebih tinggi darinya kira-kira lima centi itu terlihat sangat dismbut oleh kedua orangtua Rose.

"Apa aku datang terlambat?" Tanya William dengan sangat ramah, ia menggunakan nada bicara yang lembut seperti ketika ia berbicara pada Jane, ibu angkatnya.

"Kamu datang tepat waktu. Bagaimana bisa kamu bahkan tidak terlewat satu detik pun." Jawab Nisa Kheruson, Oh Tuhan, sepertinya dewa kebaikan sedang berada disisi kedua orangtuanya yang mendadak menjadi ramah dan sangat lembut itu, bahkan ibunya tidak sungkan memuji pria misterius itu membuat Rose merasa sedikit cemburu.

"Aku tidak suka membuang waktu, setiap detiknya waktu itu sangat berharga." Jawab William.

Adam terlihat tersenyum puas dengan jawaban yang dilontarkan oleh William.

"Kalau begitu masuklah, kami sudah menyiapkan makan malam untukmu."

Tanpa menghiraukan Rose yang datang bersama dengan Rayhan, Adam dan Nisa mengajak William masuk bersamanya sementara Rayhan mulai merasa tidak nyaman.

"Ayo masuk, Aku akan segera mengenalkamu dengan kedua orangtuaku, sepertinya dia adalah sepupu jauh ku." Ajak Rose sambil berusaha mencoba menghibur Rayhan.

Rayhan berusaha untuk tersenyum, hatinya merasa gelisah karena merasa tidak disambut.

"Rose apa yang kamu tunggu disana? Jangan biarkan calon suamimu menunggu sendirian disini."

Bagai mendengar suara petir yang menggelar, langkah Rose dan Rayhan terhenti secara bersamaan ketika Nisa menghampiri mereka.

"Apa maksudmu Bu? Aku bahkan belum memperkenalkan Rayhan." Tanya Rose yang masih berusaha untuk tetap tenang.

"Rayhan? apa dia manajer barumu?" Tanya Nisa tidak mengerti.

"Bukan, dia Rayhan kekasihku."

Nisa terlihat tertegun beberapa saat, ia memperhatikan pria ynag berdiri tegak disebelah Rose, ia terlihat berbeda dengan setelan jas seperti saat ini karena biasanya Rayhan selalu terlihat seperti seorang berandal baginya.

Nisa kemudian tersenyum, ia lantas meraih tangan Rose yang melingkar di lengan Rayhan lalu kemudian sedikit menarik tubuh Rose kesisinya.

"Rayhan, kamu terlihat berbeda mengenakan setelan jas itu." Komentar Nisa, ia tersenyum lembut dan membuat Rayhan sedikit merasa lega, benar kata Rose jika orangtuanya sangat ramah.

"Terimakasih tante." Jawab Rayhan tersenyum.

"Karena kamu sudah terlanjur berada disini bagaimana jika kamu ikut makan malam sekalian mendengar rencana pernikah Rose dan William yang akan diselenggarakan akhir Minggu ini?"

***