Chereads / Galih Hargana dan gadis kecil berambut perak / Chapter 4 - Bab 04 : The Artificial Angel.

Chapter 4 - Bab 04 : The Artificial Angel.

Bernard kau tidak apa-apa?" Tanya Videl.

Bernard bangkit dan membunyikan lehernya. "Aku tidak apa-apa. Itu tadi lumayan untuk seorang gadis kecil. Sial, entah kenapa akhir-akhir ini aku sering sekali menjadi bahan samsak orang-orang." Keluhnya.

Duar!!

Videl dan Bernard seketika berpaling ketika ledakan kembali terjadi lagi. Kali ini bahkan sampai meratakan hampir seluruh bangunan apartemen. Puing-puing berterbangan ke segala arah. Api berkobar-kobar dan asap hitam membumbung tinggi ke angkasa. Lalu dari dalam asap itu, sesosok tubuh terlempar terbang jauh dan menabrak salah satu gedung serta terjatuh ke atap sebuah mobil hingga penyok.

Galih meringis sembari terbatuk-batuk. Pukulan Ariela jauh lebih keras dibandingkan dengan ukuran tubuhnya. Apalagi Kekuatannya itu. Bila bisa dibandingkan, Ariela setara dengan Tipe 4 atau mungkin saja Tipe 5. Galih menatap tajam ke arah apartemen yang sekarang telah hancur. Bayang-bayang dua tangan raksasa masih terlihat di sana. Galih tahu gadis itu bertarung tidak dengan kehendaknya. Asumsi Galih bahwa Ariela sedang dikendalikan oleh seseorang. Mungkin orang yang sebelumnya berbicara dengan mereka di televisi. Ini akan jauh lebih sulit karena Galih tidak ingin menyakiti gadis itu. Dia harus menemukan cara lain untuk bisa menghentikan Ariela tanpa menyakitinya. Untungnya dia adalah orang yang bisa melakukan apapun. Menyadarkannya akan sangat mudah asal dia bisa menghentikan pergerakannya.

Galih mendesah pelan. "Tadinya aku tidak mau melakukan ini tetapi sepertinya aku tidak punya pilihan lain." Dia berdiri dan menatap tajam ke arah Ariela yang telah berubah penampilan menjadi seperti seorang Malaikat. Dengan kedua mata putih yang memancarkan cahaya layaknya mata kucing pada malam hari, empat sayap putih indah bersinar di belakang punggungnya, dan sebuah cincin mahkota cahaya di atas kepalanya.

"Aerith, ikat." Galih berucap singkat. Secara mengejutkan ratusan rantai besi dibalut aura hitam keunguan muncul dari dalam tanah. Rantai-rantai itu menerjang cepat ke arah Ariela dan langsung mengikat tubuh kecilnya erat.

Ariela mencoba melepaskan diri dari rantai itu dengan meronta dan berteriak keras. Teriakannya ini bahkan mampu menimbulkan gelombang kejut yang sama kerasnya. Cukup kuat untuk merobohkan beberapa pohon dan menerbangkan beberapa mobil ke langit. Tetapi meski sekuat apapun Ariela berusaha, rantai yang mengikat dirinya masih melekat erat di sana. Kedua tangan raksasanya saja tidak berdaya di hadapan rantai itu.

Videl melihat hal tersebut dalam diam. Bersama dengan Bernard, mereka berdua lantas mendekati Galih yang berdiri dengan santai sembari memandangi Ariela yang terus meronta dan berteriak.

"Kalian tenang saja. Tidak ada yang bisa memutus rantai itu sekuat apapun makhluknya." Ujar Galih.

"Lalu apa yang harus kita lakukan dengannya?" Tanya Bernard.

"Untuk sekarang lebih baik kita---" Ucapan Galih seketika terhenti saat matanya melihat sesuatu yang janggal. Ariela mendadak berhenti meronta dan berteriak. Namun bukan cuma itu saja yang membuat Galih menghentikan kata-katanya.

Tanpa diduga, satu sayap yang ada di kiri Ariela tiba-tiba saja membengkak. Bengkak tersebut semakin lama semakin membesar tiap detiknya dan ternyata tidak hanya diam di satu tempat saja, melainkan berjalan menjalar ke bagian ujung sayapnya. Kemudian sesuatu yang mencengangkan sekaligus membuat ketiga orang itu terkejut terjadi kala bengkak tersebut perlahan membentuk tubuh seseorang. Tangan, kaki, badan, wajah hingga akhirnya membentuk sesosok tubuh yang sangat dikenali Galih sepenuhnya. Ya, itu adalah Ariela. Dia telah membelah tubuhnya untuk bisa keluar dari jeratan rantau Galih. Dia keluar dari dalam sayap dengan kondisi yang utuh lengkap dengan keempat sayap serta cincin mahkota sinar itu kembali.

Ariela yang melayang terbang di samping tubuh penggantinya yang perlahan membusuk, dan tanpa membuang waktu segera melancarkan serangan balasan. Dari telapak tangannya yang terbuka, dia menciptakan sebuah bola cahaya kecil dengan kepadatan yang luar biasa. Saking padatnya sampai menciptakan getaran gempa yang bahkan bisa dirasakan 4 kilometer jauhnya.

Orang-orang yang tak tahu apa yang tengah terjadi kembali panik dan berlarian ke segala arah. Beberapa bahkan meninggalkan kendaraan mereka untuk sekedar menyelamatkan diri. Reaksi mereka sebenarnya masih wajar mengingat apa yang terjadi belum lama belakangan ini. Kejadian percobaan peledakan bom yang hampir meluluhlantahkan Eternia, suara ledakan di gedung beberapa menit yang lalu, dan sekarang datang gempa serta angin kencang yang menerbangkan semua benda. Tentu saja orang-orang menjadi sangat ketakutan karena trauma.

Di tengah kepanikan yang sedang terjadi, tepat dari arah utara jalan, suara sirine dan geraman kendaraan berat terdengar menggema ke seantero tempat mengalahkan suara kepanikan orang-orang di sana. Tentara nasional serta satuan khusus dari GPD ( Guard, Protect, Defend ) datang ke lokasi dengan berbagai kendaraan besar dan persenjataan berat. Mereka datang bukan tanpa sebab. Sebelumnya, mereka sempat menerima laporan jika terjadi suara ledakan besar sebanyak 4 kali. Satu pada gedung perkantoran, sementara tiga lainnya tidak diketahui asalnya. Di samping itu gempa dan angin yang terjadi sekarang ini memberi mereka dugaan kuat jika ada sesuatu yang tidak beres. Sangat mustahil jika bencana alam tersebut disebabkan oleh kejadian alam langsung. Pasti ada yang menyebabkan semua bencana ini. Karena itu ketika mendapat laporan tersebut, mereka segera datang untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan.

Roda-roda dengan ukuran besar berhenti tepat di tengah perapatan jalan. Para tentara berpelindung lengkap keluar dari kendaraan tersebut dengan Rifle di tangan mereka. Tanpa menunggu komando mereka segera mengamankan lokasi. Beberapa mengevakuasi penduduk ke tempat aman, sementara beberapa lainnya menutup area sebelah timur, utara, dan barat. Tidak lama kemudian seorang wanita keluar dari dalam kendaraan berjenis Jeep Wrangle bercorak loreng.

Wanita itu tinggi, berkulit putih, dan berumur 40 tahunan. Namun jika melihat dari rupanya yang cantik serta lekukan pada tubuhnya, orang-orang akan salah mengira jika dia adalah anak muda berumur 21 tahun. Rambutnya berwarna hitam dengan panjang sepinggang. Kacamata hitam bertengger pada batang hidungnya dan di lehernya menggantung sebuah kalung berliontin kristal. Dia mengenakan kemeja putih dibalut jas hitam lengan panjang yang digulung pendek sampai siku. Celana panjang ketatnya berwarna serupa dengan sepatu hak tinggi yang juga berwarna hitam. Wanita itu melihat sekitar sebentar lalu melepas kacamata hitamnya. Menunjukkan dua bola mata yang berwarna biru sebiru es.

Seorang lelaki, tinggi, berkulit sawo matang, mempunyai rambut pendek hitam, dan mengenakan setelan hitam yang sama, ikut turun dari kendaraan militer berjenis panser 6x6 di sebelah Jeep yang dinaiki si wanita. Dia kemudian mendekati wanita itu dan mulai melaporkan situasinya.

"Terjadi 4 ledakan dan beberapa bencana alam yang janggal. Lalu beberapa orang sempat mendengar teriakan keras namun tidak diketahui asalnya." Jelasnya.

"Apa ada korban jiwa?" Tanya wanita itu.

"Untuk saat ini belum, Nyonya Ellen." Jawab pria itu.

Wanita bernama Ellen itu menggaruk kepalanya dan menghela nafas. "Haah... tidak bisakah mereka diam untuk sebentar. Jika terus seperti ini kapan aku bisa mendapatkan liburan?" Ujarnya. Dia lalu memejamkan matanya dan mulai berkonsentrasi.

"Bagaimana Nyonya?"

"Ada 3 orang di sebelah timur. 2 sepertinya Penyihir dan 1 lagi aku tidak tahu. Tapi auranya terhubung pada benda panjang yang aku duga sejenis rantai. Mereka berjumlah puluhan dan seperti mengikat sesuatu."

"Apa yang mereka lakukan?" Tanya lelaki itu lagi.

"Tidak ada. Ketiga orang itu hanya diam dan terlihat seperti menatap sesuatu. Tatapan mereka mengarah pada bangunan yang hancur. Aku rasa "sesuatu" ini melayang di udara. Tunggu sebentar. Ya, aku melihatnya. Seperti seorang gadis kecil. Dia mempunyai 4 sayap di belakang punggungnya dan memiliki 5 alat pelacak serta pengendali di tubuhnya. Kalau dilihat dari auranya yang banyak dan besar, sepertinya dia itu Tipe 5 atau mungkin...,"

"Jangan bilang itu Tipe 6 pertama." Kata lelaki itu.

"Jika dilihat dari auranya, sepertinya iya."

"T-tapi itu mustahil!"

"Ini akan jadi masalah serius. Apalagi dia ingin melancarkan serangan. Lihatlah Konsentrasinya pada bola energi itu. Jika bola itu mengenai sesuatu, maka ledakannya akan setara dengan bom hidrogen atau mungkin lebih."

Ellen membuka matanya perlahan dan menghembuskan nafas panjang. "Lim, perintahkan semua unit untuk segera mengamankan kota. Evakuasi semua penduduk yang berada dalam radius 50 kilometer dari zona bahaya. Jika ada yang bertanya, bilang ini keadaan darurat. Tidak, aku tetapkan ini sebagai keadaan darurat Siaga 5!"

Semua orang seketika terdiam dan memandang bersamaan ke arah Ellen dengan tatapan tidak percaya. Pasalnya, Siaga 5 adalah siaga tertinggi yang menyangkut keamanan nyawa banyak orang. Sebenarnya Siaga 5 bukanlah keadaan darurat tertinggi. Ada 6 keadaan darurat yang dipakai sebagai keadaan darurat internasional. Siaga 1, 2, 3, 4, 5, dan 6. Untuk Siaga 6 adalah keadaan darurat yang menyangkut keamanan seluruh planet. Meski Perang Dunia ketiga 26 tahun lalu adalah bencana yang merusak dengan jumlah korban sebanyak 4 milyar orang, namun itu ditetapkan sebagai Siaga 5. Sampai saat ini, Siaga 6 belum pernah digunakan dan semoga saja tidak akan pernah.

Para tentara serta anggota dari organisasi GPD kemudian saling pandang satu sama lain. Mungkin mereka masih syok karena penetapan status siaga yang bisa dibilang sangat ditakuti ini. Tetapi tidak begitu di mata Ellen. Sikap mereka membuat wanita itu geram. Saat keadaan seperti ini seharusnya mereka langsung bergerak cepat. Menunggu lama hanya akan membawa lebih banyak korban jiwa. Ellen tidak mau itu terjadi. Wanita itu lantas mulai membentak orang-orangnya keras untuk menyadarkan mereka dari lamunannya.

"Kenapa kalian hanya diam saja?! cepat minta bantuan segera!" Mendengar bentakan Ellen seketika membuat semua bawahannya tersadar dari dunianya masing-masing. Mereka langsung kalang kabut dan segera melakukan perintah wanita itu tanpa disuruh untuk kedua kalinya.

"Trooper 3 pada markas pusat. Status Siaga 5 telah ditetapkan, aku ulangi Status Siaga 5 telah ditetapkan. Persiapkan unit Darurat 1, Trooper 3 meminta bala bantuan secepatnya."

Di saat para tentara sibuk meminta bantuan dan mulai mengamankan area, Lim, yang merupakan asisten Ellen, terlihat khawatir. Bukan karena status siaga ini, tetapi karena Ellen. Sepertinya lelaki itu tahu apa yang hendak dilakukan atasannya itu selanjutnya.

"Apapun yang ingin anda lakukan, itu terlalu berbahaya." Ucapnya.

Menanggapi kekhawatiran Lim, Ellen hanya tersenyum. "Lim, kau telah berkerja kepadaku sudah berapa tahun?"

"5 tahun Nyonya Ellen." Jawab Lim.

"Jadi kau tahu aku ini siapa, kan?"

Lim terdiam sejenak, lalu menjawab. "Aku mengerti. Tapi Tipe 6 itu...."

"Kau terlalu khawatir Lim. Sekarang laksanakan perintahku. Aku tidak ingin melihat negara yang aku lindungi tenggelam ke dasar laut." Dengan sekali hentakan, Ellen langsung terbang melesat ke angkasa bagai roket. Meninggalkan kawah kecil pada aspal yang dipijaknya.

Lim melihat kepergian Ellen dalam diam. Dia lalu berbalik dan mulai bergabung dengan anggotanya serta pada tentara.

Di angkasa Ellen terbang secepat yang dia bisa. Dia bisa merasakan aura yang semakin padat dan semakin padat tiap detiknya. Dia harus sampai di sana tepat waktu demi menghentikan gadis kecil itu. Ada jutaan nyawa yang tinggal di pulau ini dan Jika terlambat, maka Alten akan tenggelam ke dasar laut.

Hampir sampai. Ellen hampir sampai ke tempat tujuan. Dia sudah bisa melihat pancaran energi itu. Aura besar putih yang berkilat-kilat ke angkasa di hadapannya. Hanya tinggal beberapa meter saja dia akan sampai di sana. Namun, saat Ellen sudah bisa melihat sumber dari aura yang padat itu, dia sudah sangat terlambat. Pancaran energi yang semakin membesar menjadi penanda jika bola energi yang mempunyai ukuran sebesar bola pingpong dengan kepadatan nyaris seberat bulan itu telah selesai dibuat.

Ariela berucap dalam bahasa yang tidak bisa dimengerti. Seperti bahasa kuno yang sudah lama punah. Selesai Ariela berucap, bola energi yang berputar di atas telapak tangannya itu melesat bagai roket menuju ketiga orang di hadapannya. Bunyi dentuman serta guncangan sempat terjadi kala bola energi itu lepas dari kendalinya.

Ellen bergerak cepat untuk menghentikan serangan tersebut. Dia melesat secepat petir di kala menyambar sebuah pohon. Tapi terlambat tetap saja terlambat. Kecepatan kilatnya tak bisa mencapai bola energi itu tepat waktu. Seketika itu juga, tepat saat sang bola berada 1 meter di depan hidung Videl, tsunami cahaya datang menyilaukan dan membanjiri orang-orang yang masih kalang kabut tak karuan. Membutakan ribuan atau mungkin jutaan pasang mata yang secara tidak sengaja memandang ke arah cahaya. Bahkan saking terangnya, cahaya itu bisa dilihat dari jarak 200 kilometer sekalipun.

Putih, hanya itu yang bisa dilihat Ellen pasca meledaknya bola energi tersebut. Tidak ada yang bisa dilihat lagi selain warna putih. Efek dari ledakan cahaya itu membuat dirinya mengalami kebutaan sementara. Ellen tidak melihat atau merasakan apapun. Tidak terkecuali dengan tubuhnya sendiri. Dia hanya bisa merasakan kalau tubuhnya serasa bebas tanpa beban. Entah itu dalam artian buruk atau tidak, Ellen tidak tahu. Bisa saja mungkin sekarang dia telah mati. Ledakan dahsyat itu berhasil membunuhnya. Bersamaan dengan hancurnya Alten.

"Belarenthia, makan!"

Suara seperti seorang lelaki menyeru keras. Samar-samar terdengar masuk ke telinga Ellen. Perlahan dia membuka matanya. Pandangannya agak kabur karena efek dari kebutaan sementara yang terjadi belum lama ini. Ellen berkedip beberapa kali agar matanya bisa menyesuaikan dengan keadaan sekitar. Perlahan tapi pasti pandangannya kembali seperti sedia kala. Walaupun harus dia akui matanya sedikit terasa sakit, tetapi kini pandangannya telah normal kembali. Dan coba tebak apa yang dia lihat untuk pertama kali setelah buta selama kurang lebih 10 menit.

Sesosok makhluk hitam besar seukuran kereta tanpa wajah, hanya ada mulut, mempunyai bentuk tubuh seperti ular tengah melahap bom malapetaka itu. Semburat cahaya terang keluar dari celah-celah gigi taringnya. Tidak lama setelahnya ledakan besar terjadi di dalam mulut makhluk tersebut. Membuat tubuhnya menggelembung bagai balon sebentar, lalu kembali seperti semula. Dentuman ledakannya sempat terdengar cukup keras meski suaranya sendiri telah teredam di dalam mulutnya. Makhluk itu lalu membuka mulutnya lebar dan mengeluarkan kepulan asap putih. Persis seperti seseorang yang habis merokok.

Keterkejutan seketika melanda si wanita kala melihat kejadian tidak masuk akal tersebut. Meski Ellen sendiri adalah seorang Peculiar yang bisa melakukan hal-hal tak lazim, akan tetapi kejadian tadi membuatnya melupakan siapa dirinya. Dia yakin tidak ada yang bisa menghentikan serangan kelas atas seperti itu. Bahkan untuk Peculiar Tipe 5 sekalipun. Tetapi makhluk hitam tersebut menelannya seakan bola itu hanyalah cemilan kecil untuknya.

"Apa-apaan makhluk itu?" Ucapnya. Mata Ellen lalu bergerak melihat kedua Penyihir yang tak lain adalah Videl dan Bernard. Tampak di bawah sana mereka sedang pingsan. Mungkin karena ledakan yang terjadi tepat di depan mereka.

Terlepas dari Videl dan Bernard yang tengah terkapar tak berdaya, pandangannya kemudian beralih ke arah lelaki yang tengah berdiri santai di samping mereka. Ellen memegang dagu dan menatap lelaki itu tajam. Siapa dia? Ellen tidak pernah melihatnya. Selain itu bagaimana bisa dia tidak pingsan? Ellen saja yang merupakan salah satu dari 10 Peculiar yang menyandang tipe 5, sempat tak sadarkan diri selama 2 menit. Lelaki itu bahkan tidak bergeming dari tempatnya dan masih baik-baik saja seakan tidak ada yang terjadi sama sekali. Ini membuat rasa penasaran Ellen semakin memuncak. Jika lelaki itu seorang Penyihir itu sangat tidak mungkin. Karena aura yang dimilikinya sangat berbeda dengan Penyihir kebanyakan. Dia juga bukan Manusia karena dilihat dari manapun, tidak ada Manusia yang bisa selamat setelah terkena pancaran cahaya seperti tadi. Apalagi fakta jika orang ini juga yang telah memunculkan Rantai besar serta makhluk misterius secara ajaib begitu saja.

Pilihan lainnya, lelaki itu adalah seorang Peculiar. Peculiar yang sangat kuat. Bahkan saking kuatnya, aura lelaki itu terasa bagai lautan luas yang tak memiliki ujung. Untuk sesaat Ellen merasa dirinya seperti tenggelam ke dasar palung terdalam di lautan. Sangat dalam hingga dirinya tidak bisa berenang naik untuk mencapai permukaan lagi. Memandanginya terlalu lama bahkan juga membuat perut wanita itu mendadak mual. Berurusan dengannya sepertinya bukanlah sesuatu yang bagus. Untungnya Ellen berada pada jarak yang memungkinkannya tidak dapat terdeteksi. Dia juga menghilangkan aura keberadaannya untuk memastikan persembunyiannya sempurna.

Mungkin jika Videl dan Bernard masih sadar, tipuan seperti itu akan bekerja. Tetapi hanya kepada mereka berdua. Ada satu orang di antara mereka yang menyadari tatapan mata wanita tersebut dan orang itu adalah Galih. Lelaki yang diamati sangat detil oleh Ellen. Dia bahkan sudah menyadari kehadiran wanita itu saat jarak mereka terpaut 4 blok. Alasan dirinya diam adalah Galih hanya tak ingin berurusan dengannya untuk sekarang ini. Dia masih mempunyai satu masalah yang harus diselesaikannya sekarang juga dan tidak ingin menambah masalah baru.

"Belarenthia, kemari." Panggil Galih.

Makhluk hitam itu menoleh ke arah Galih, lalu merayap menuju dirinya. "Ada apa, Tuan?" tanyanya.

"Kita harus selesaikan ini dengan cepat. Kau serap seluruh kekuatan Ariela, tapi jangan sampai membunuhnya. Kau bisa?"

Belarenthia memiringkan kepala bulatnya. "Hanya serap? tidak ingin dihilangkan saja?"

"Jangan. Itu bisa membunuhnya. Humanoid seperti Ariela bergantung pada kekuatannya. Jika kita melepas kekuatan itu darinya, itu sama saja mengambil energi kehidupannya. Dia mungkin akan bertahan, tapi tidak akan lama. Karena dia pasti mati karena energi utamanya sudah tidak ada." Jelas Galih

"Hamba mengerti. Akan hamba laksanakan, Tuan." Jawab Belarenthia. Tatapannya seketika mengarah pada Ariela yang masih diam di sana tidak bergerak. Mulut penuh dengan gigi-gigi tajam milik Belarenthia menyeringai seram. Dia memasang ancang-ancang, dan layaknya pegas yang dilepaskan, makhluk itu melesat cepat ke arah Ariela.

Ariela yang sedari tadi diam, mendadak mengangkat satu tangannya ke atas kala melihat Belarenthia mendekat cepat. Sedetik kemudian tangan kecil gadis itu langsung mengayun turun ke bawah cepat. Memanggil puluhan pedang yang terbuat dari cahaya kuning keemasan dengan ukuran yang berbeda-beda dari atas langit yang berawan. Pedang-pedang itu seketika menghujam tubuh Belarenthia dan menusuknya tanpa ampun. Bahkan sampai tembus hingga ujungnya pedangnya menancap tanah. Ini membuat pergerakan makhluk itu terkunci seketika.

Belum cukup sampai di situ, Ariela kembali mengangkat satu tangan untuk kedua kalinya. Dia kembali melakukan hal yang sama dan kali ini memanggil pedang dengan ukuran yang jauh lebih besar. Sebesar patung Liberty di New York. Mata pedang yang berkilau mengarah tepat ke kepala Belarenthia. Tetapi sebelum senjata itu mengenai kepalanya, mendadak itu seketika menghilang layaknya debu yang ditiup angin. Bukan cuma yang besar, namun pedang-pedang yang menancap di tubuh Belarenthia juga ikut menghilang.

Makhluk itu lalu bangkit dan terkekeh. "khe khe khe..., makhluk rendah bodoh, kau kira mainan seperti itu berpengaruh padaku? aku ini adalah personifikasi langsung dari ketiadaan. Tidak ada yang tidak bisa ku hapus di alam semesta ini. Tidak ada! Bahkan jika aku mau, dirimu pun bisa ku hapus dengan mudah. Tetapi karena Tuanku menginginkanmu hidup maka ini akan sedikit bertentangan dengan prinsipku." Ujarnya.

Belarenthia mengangkat tubuhnya tinggi dan secara mengejutkan menumbuhkan beberapa pasang tangan dari sana. Ada 12 tangan yang muncul di sisi kiri dan kanan tubuhnya. 6 di kanan dan 6 lagi di kiri. Dengan penampilannya sekarang, Belarenthia kini lebih tampak seperti seekor kelabang. Bedanya kelabang tidak punya 4 jari. Apalagi kuku panjang yang tajam.

"Mari kita bersenang-senang!" Kata Belarenthia dengan suara agak berat.

ZRAT!

Ariela seketika memotong kepala Belarenthia dengan pedang yang dia munculkan di tangan kiri. Tebasan itu sangat cepat hingga sang makhluk pemakan segala tidak melihat serangan itu datang. Tubuhnya masih berdiri tegak kala kepalanya terlepas dari sana, berputar beberapa kali di angkasa, lalu akhirnya jatuh ke tanah dengan suara berat.

Tetapi meski serangan tadi itu terbilang sangat fatal, itu masih belum cukup membunuh makhluk seperti Belarenthia. Kepala sebesar sepeda motor itu perlahan-lahan bergerak-gerak sedikit. Lalu mulai berjalan atau lebih tepatnya bergerak menyeret di atas tanah menuju tubuhnya yang masih berdiri. Saat sampai, kepala itu melayang dan akhirnya kembali terpasang pada tempatnya.

Belarenthia tertawa dan menyeringai. "Sudah kubilang mainan itu tidak akan bisa membunuhku. Sekarang giliranku untuk menyerang!"

Bersambung....