Keadaan Iris sudah membaik, ia sekarang duduk di gazebo membantu Do memilah buah arbei, Thomas tertidur tak jauh darinya sedangkan Morgan menghilang bersama Alita, katanya ada hal yang penting harus dibicarakan antara mereka.
Putri Salju datang bersama kurcaci lain, ia membawa beberapa ekor kelinci, sepertinya mereka habis berburu, Iris tidak menyangka jika sikap putri legenda yang lemah lembut berubah drastis karena penyihir putih.
"Untuk makan malam." Putri Salju menyerahkan hasil buruannya kepada Do, kurcaci bertopi merah itu menyambutnya dengan sukacita dan segera pergi ke dapur.
Putri Salju menatap Thomas yang tertidur, lalu tersenyum pada Iris dengan penuh arti.
"Dia tidak akan bisa membantumu, dia sekarat." Iris berdiri di depan Putri Salju, ia memicingkan matanya. Dalam pikirannya saat ini hanya memikirkan seperti apa caranya agar Thomas dapat menemukan batu kedua dan segera mematahkan kutukan penyihir putih, ia tidak membayangkan Thomas akan melawan penyihir putih.
"Aku tahu, tapi itu takdirnya. Sama denganmu, penyihir merah." Putri Salju berkata dengan nada anggun, ia tidak kehilangan kewibawaan seorang putri di depan Iris.
"Jangan menyebutku seperti itu." Iris mendelik, duduk kembali ke gazebo.
"Kau tidak bisa terus bersikap seolah tidak ada apa pun yang terjadi, selama kau hidup, takdir itu akan terus membayangimu." Putri Salju duduk di dekat Iris dengan tenang, sang penyihir menghembuskan napasnya dengan kasar.
"Kau mengancamku?"
"Tidak. Aku hanya mengatakan yang sebenarnya, penyihir merah."
Iris mencibir, ia bingung dengan pikirannya sendiri, jari-jarinya saling bertaut, ia menggigit bibirnya dengan gelisah, Putri Salju melihatnya dan tersenyum, ia mengelus pundak Iris. "Pikirkan baik-baik."
***
Di sisi lain, Morgan tengah duduk berhadap-hadapan dengan Alita, kulit pucat vampir itu memerah terkena pantulan sinar matahari, ia kadang mengibaskan tangannya ke wajahnya.
"Bisakah kau memakai baju? Aku tahu kau seksi, tapi aku tidak tertarik." Alita mengungkapkan ketidaknyamanannya, pipinya yang pucat itu memerah, entah karena marah atau karena panas akan penampilan Morgan.
Morgan saat ini sedang duduk dengan bertelanjang dada, kulitnya yang kecoklatan itu bersinar tertimpa sinar matahari, otot-otot perutnya terlihat menonjol dengan sempurna, ia terlihat mengintimidasi sekaligus seksi disaat bersamaan, Alita hampir saja mengulurkan tangannya untuk menyentuh perut Morgan, namun ia menahannya mati-matian.
Seorang vampir tidak boleh terpesona dengan manusia serigala.
Morgan menarik kemejanya dan memakainya dalam sekejap. Alita menoleh kesana-kemari dengan gelisah, dalam hati ia berpikir, apa yang manusia serigala ini inginkan? Mereka ada di ujung desa kurcaci, hanya ada air sungai jernih dan bebatuan yang disusun sedemikian rupa menyerupai bangku-bangku kecil.
Apa Morgan ingin mengajaknya bertarung?
Morgan duduk dan menatap Alita dengan tajam, ia mendecih pelan.
"Apa yang kau mau?" Alita buka suara, ia tidak tahan berlama-lama duduk bersama Morgan, rasanya tekanan udara di sekitarnya menipis dan menjadi sangat panas.
"Seharusnya aku yang bertanya seperti itu," sahut Morgan dengan nada tidak senang. Kedua alisnya menukik tajam. "Apa tujuanmu mencari Thomas? Aku tahu kau adik tiri Andreas."
Alita mendengus, ia tidak menduga sang manusia serigala mengetahui identitas dirinya, ia menghembuskan napas berat.
"Aku hanya ingin melindunginya." Alita balik menatap tajam Morgan dengan mata keemasannya. "Tidak ada hubungannya dengan Andreas."
Morgan memejamkan matanya, rasa panas akan kebencian membuncah di dadanya, ia sangat ingin menghempaskan kepala gadis di depannya ini sampai hancur berkeping-keping, tapi ia menahannya dengan sekuat tenaga, takut-takut perkelahian mereka akan menghancurkan pelindung merah muda milik Putri Salju.
"Aku akan mengawasimu." Morgan berdiri, rahang tegasnya itu terkatup rapat.
Alita mengusap rambutnya yang tertiup angin, ia ikut berdiri dan memandangi langit. "Tenang saja. Aku tidak akan membuat masalah jika tidak ada yang memulai."
Morgan tidak menyahut, ia melangkah pergi meninggalkan Alita dengan langkah lebar, ia berpapasan dengan para kurcaci yang membawa kayu bakar, dengan ramah ia membantu mereka membawanya.
Alita yang melihatnya hanya menggaruk kepalanya bingung, baru kali ini ia melihat manusia serigala yang tidak menyerangnya ketika bertemu, biasanya ras mereka sangat bar-bar, selalu menyerang mereka secara membabi buta walau tidak ada yang masalah sedikitpun, mereka seolah ditakdirkan menjadi musuh abadi.
Morgan datang ke rumah Putri Salju dan melihat Iris sedang memeras jeruk di gazebo, di sampingnya sang putri duduk dengan anggun memotong apel, para kurcaci lain tengah sibuk menata kayu bakar dan menyiapkan panggangan.
"Apa kita akan pesta daging malam ini?" Tanya Morgan dengan mata berbinar cerah, ia melihat daging kelinci yang telah dipotong-potong, ia duduk dan membantu para kurcaci dengan gembira.
Iris menatap punggung Morgan, ia menyentuhnya dan bertanya dengan pelan. "Apa yang kau lakukan bersama Alita?"
Morgan mendongak dan mendapati wajah cantik Iris berkerut karena penasaran, ia tersenyum lebar.
"Tidak ada," sahutnya singkat, ia lalu meraih rambut Iris yang terjulur melewati wajahnya, menyesap aroma mawar itu dalam-dalam.
Iris melihat perlakuan Morgan merasakan pipinya terbakar karena malu, ia mencubit pelan punggung Morgan, mengingatkan jika ada orang lain di sekitar mereka.
Putri Salju mendengus melihat kemesraan mereka berdua, ia melihat Alita datang dengan wajah datarnya sambil menenteng beberapa ubi dari sungai, gadis vampir itu menoleh kesana kemari, mencari sosok Thomas.
"Dimana Thomas?" Alita bertanya dengan wajah penuh kekhawatiran, Sang putri menggeleng pelan, dalam hati ia menyesal membiarkan orang asing berada di desanya, kini tempatnya menjadi tempat kasmaran pasangan yang aneh ini.
"Dia tidur, aku membawanya ke dalam." Iris menjelaskan, Alita mendecih dan segera masuk ke dalam rumah setelah menyerahkan ubi ke Putri Salju.
Morgan dan Iris saling pandang, entah kenapa ada perasaan aneh menyusup ke hati mereka berdua, rasanya tidak nyaman, Iris ingin bangkit namun segera ditahan Morgan.
"Jangan terlalu khawatir, dia tidak akan menunjukkan topengnya sekarang. Kita hanya bisa menunggu."
Iris duduk kembali dan mengangguk pelan, Morgan benar, kalaupun Alita mempunyai niat jahat ia pasti tidak akan bisa melakukannya dalam waktu dekat ini karena Morgan ataupun Iris akan selalu mengawasi mereka , terlebih lagi saat ini mereka berada dalam wilayah kekuasaan sang putri legenda.
"Kamu benar, Morgan."
Mereka berdua kembali larut dalam kegiatan masing-masing, Morgan mulai memanggang daging kelinci dan Iris menuangkan jus jeruk ke gelas-gelas mungil itu, Putri Salju secara riang menyuruh para kurcaci menyusun meja dan kursi.
Makanan sudah hampir siap, namun Alita dan Thomas belum menampakkan batang hidungnya, Iris mulai gelisah.
"Aku akan mencari mereka." Iris bangkit dari duduknya, Morgan hanya mengangguk pelan, ia masih sibuk membagi daging ke piring.
Iris mempercepat langkahnya menuju rumah, dadanya tiba-tiba berdebar dengan kencang. Ia meremas pegangan pintu ketika mendengar suara kecil Thomas.
"Dia … orang baik. Iris orang baik. Tidak ada yang perlu ditakutkan."