Sara Pov
'Triiiiingg..triiiiiingg..triiiingggg'
'Gedebuk'
Terdengar suara bising mewarnai keadaan di pagi hari yang cerah itu.
"Awwww, pantatku sakittt." Aku mengelus pantatku yang terasa sangat sakit akibat terjatuh, |"Ugh menyebalkan!"| Kutatap garang ponselku yang masih setia berbunyi nyaring karena alarm yang kupasang semalam.
"Huffh," Segera kurapihkan tempat tidurku lalu bergegas menuju kamar mandi. Aku bergegas mengerjakan ritual pagiku seperti biasa. Sembari menyalakan shower, aku tersenyum. Mengingat kembali akan memori masa kecilku yang terbilang cukup unik dan memalukan, walaupun harus kuakui hal itu cukup indah untuk kuingat.
°°°
Flashback
Kala itu 6 tahun yang lalu. Aku sedang berkumpul bersama teman-temanku. Di rumah pohon tempat biasa kami berkumpul. Saat itu aku sedang bercanda dengan sahabatku Rala. Terlalu asik namun masih bisa mendengar gumaman lirih miliknya.
"Peachy?!" Panggil Roi padaku.
Aku menengok ke belakang untuk menangkap atensinya. Mengerutkan dahi lalu berkata, "Apa?"
"Bosen, main yu!" Balasnya sambil menghembuskan nafas bosan.
" Bukannya sekarang kita lagi main ya Roi ?" Ucapku polos. |" Memang benarkan ?"| Tanyaku dalam hati.
" Bukan, bukan itu maksudku, aku bosan kita hanya diam-diam saja dari tadi, paling hanya mengobrol. Jadi bagaimana kalau kita memainkan sesuatu, permainan truth or dare misalnya ? " Balasnya memberi usul.
"Ah kau benar sih. Aku juga sedikit bosan sebenarnya, kalau begitu ayo main!" Balasku tersenyum.
°°°
Aku, Roi, Abby, Rala dan yang lainnya sudah membentuk posisi melingkar dengan sebuah botol kaca tepat berada di tengah-tengah kami. Botol itu kemudian digerakkan dengan gerakan memutar oleh Luna yang memang saat itu mendapat giliran pertama.
Botol itu mulai berputar dengan ritmenya yang perlahan. Entah mengapa hal itu membuat kami semua terdiam membisu. Jantungku berdegup dengan cepat, takut jika benda itu malah mengarah tepat ke arahku. Namun ternyata dugaanku salah, beruntungnya benda itu ternyata berhenti tepat ke arah kak Austin.
"Truth or dare?" Tanya Luna. "Truth!" Balasnya.
Luna tersenyum misterius setelah mendapat jawaban yang sebenarnya memang sudah ia harapkan daritadi. Ia terlihat berpikir sebentar. Sesaat kemudian ia menjentikkan jarinya lalu bertanya,
"Ka Stin, TV dirumah kakak rusak ya?" yang ditanya hanya mengerenyitkan keningnya bingung lalu menggelengkan kepalanya.
"Ah, Kalau begitu berarti bisa nonton dong?" Ucap Luna dengan wajah meronanya. "Bisa lah." Ucap ka Austin seadanya.
" Oh, OK kalau gitu nanti hari Minggu jemput Luna jam 9 pagi ya, tapi nanti kakak yang traktir, Luna ngak punya uang sih hehe!." Ucap Luna riang masih dengan rona merah muda alami di pipinya.
Kami semua hanya terdiam untuk mencerna perkataan Luna, lalu sesaat kemudian tertawa terbahak-bahak ketika menyadari apa maksud dari perkataanya, sedangkan ka Austin? lihatlah dia sekarang sedang salah tingkah karena mendengar godaan Luna. Aihh lucu sekali teman-temanku ini.
Permainan dimulai kembali dan sialnya kali ini botolnya tepat mengarah ke arahku.
"Truth or dare?" Tanya ka Austin dengan seringainya yang terlihat menyeramkan. Senyum itu seakan tanda bahwa ia ingin membalaskan dendamnya.
'Glek..'
Aku menelan ludahku kasar.Pikiranku melayang berputar berusaha memilih pilihan manakah yang terbaik untukku dan akhirnya Dare lah yang kupilih.
Kak Austin hanya tersenyum misterius dan aku berani bersumpah wajah tampannya berubah menjadi sangat menyeramkan. Hal ini membuat jantungku berdetak dua kali lebih cepat dari sebelumya.
"Ok. Adikku yang manis, kutantang kau untuk berbicara jujur tentang siapa pemuda yang sedang kau sukai!" Tantang ka Austin dengan kedipan matanya.
'Deg..Deg..Deg..'
" Bukan itu aturannya, aku memilih dare, dan yang kau ucapkan tadi itu bukankah lebih mengarah pada truth. Itu licik namanya." Ucapku berusaha mengelak.
Ia hanya tersenyum menanggapi ucapanku tadi. " Kita tak buat peraturan itu di awal, jadi keputusan benar-benar berpihak pada si pemberi hukuman"
" Ka kau licik." Ucapku sambil memberikannya tatapan sebal. " Yes, I am sweety." Balasnya sembari mengedipkan sebelah matanya.
" Cepatlah, dan jangan berani kau berbohong!" Ucap ka Austin tajam.
"E,eh tu tunggu." Ucapku tergagap karena gugup.
Mereka semua memandangiku dengan tajam, tapi ternyata masih ada satu tatapan yang kelihatannya tak perduli. Begitu kosong dan tampak tak minat.
|"Apakah kau selalu seperti itu ?"| Tanyaku dengan tatapan sendu. |" Apakah aku tak semenarik itu, sampai tak bisa mengambil alih perhatian mu ?"|
"Roi, aku menyukai Roi." Ucapku dengan nada lirih seperti bisikan.
"Ehh?" Ucap mereka serempak,dan sekali lagi tentu saja kecuali pria itu.
" Hm, aku menyukainya sejak umurku sembilan tahun."
Suasana menjadi sangat canggung sekarang, aku lantas melihat bagaimana ekapresi wajahnya sebagai respon dari pengakuanku tadi. Tapi mengapa wajahnya selalu terlihat tak minat seperti itu ? Untuk mencairkan suasana aku akhirnya mengambil inisiatif untuk memulai pembicaraan.
" Kita mulai lagi, bagaimana ?" Mereka mengangguk tanda setuju.
Aku mulai memutar botol itu kembali. Seperti sudah ditakdirkan, botol itu akhirnya berhenti tepat ke arah Roi.
"Truth or dare? ". "Truth, " Jawabnya.
Aku mulai memikirkan sesuatu kemudian bertanya, "Jawabannya?"
Aku tak perlu memperjelas pertanyaanku, karena kuyakin Roi sudah memahaminya. Kulihat tubuhnya menegang sebentar lalu kembali tenang setelah beberapa saat kemudian.
"Sara." Panggilnya. Aku tak menjawab, hanya menatapnya dalam sebagai tanda aku mendengarkan.
" Apa kau yakin kau menyukaiku? " Tanyanya dengan suara yang dalam.
Itu seperti sebuah penyataan dibandingkan pertanyaan untukku, tapi tetap saja kubalas dengan anggukan.
" Tapi sayangnya, aku hanya menganggapmu sebagai adik kecilku, tak lebih dari itu." Ucapnya kalem.
Aku menyentuh dada kiriku yang tiba-tiba saja berdenyut nyeri. |" Kenapa bisa sesakit ini ?"|
" Roi jelek, dengarkan kata-kata Sara dengan baik yah. Sekarang umurku masih 14 tahun. Aku janji akan membuatmu jatuh cinta padaku dalam waktu 3 tahun, itu berarti tepat saat umurku 17 tahun, dan kalau sampai saat itu Roi masih belum juga mencintaiku, maka aku akan menyerah." Dia hanya terdiam tak mengatakan apapun, oleh sebab itu aku teruskan
"Oleh karena itu kau harus menembak ku sekarang. RESMI!". Ucapkku dengan penekanan kata di akhir.
" Hah, kau serius?" Tanyanya dengan suara yang kuyakini terdengar kaget.
" Tentu saja." Ucapku riang, walau dalam hati jujur ada yang menjerit ngilu. "Kalau gitu tutup matamu"
Aku menatapnya dengan tatapan bingung, tapi tetap menuruti perintahnya. Dan yang kurasakan setelah itu adalah sensasi basah juga lembut menyentuh keningku.
' Deg..'
|"Apa ini? R Ro Roi baru saja mengecup keningku?"| Yang bisa kulakukan saat itu hanyalah diam membatu. Lalu kemudian aku mendengar dia berbisik di telingaku dan berkata
" Kau pacarku sekarang, fyuhh." Ucapnya sambil jail meniup telinga sebelah kananku, sedangkan yang lain hanya terdiam menatap kami dengan keadaan wajah yang sama meronanya seperti diriku.
Dan dari sanalah semuanya bermula.
Bersambung...