Kejora memaksakan diri untuk sebisa mungkin tersenyum manis pada semua tamu undangan. Bahkan dia juga harus merasa seolah-olah menjadi perempuan yang paling bahagia di dunia ini ketika mereka mengucapkan selamat atas pernikahannya.
Beberapa menit yang lalu Kejora sudah berganti status, menjadi seorang istri dari pemuda yang tidak dikenalnya. Bahkan keduanya pertama kali bertemu saat tadi acara ijab kabul berlangsung.
Sebenarnya Kejora merasa belum siap menikah dan masih ingin fokus kuliah, apalagi beasiswa yang dia dapatkan adalah hasil kerja kerasnya selama ini. Namun kedua orang tuanya memiliki watak yang kolot, jika putri mereka sudah berumur di atas dua puluh tahun akan dikatakan para tetangga sebagai perawan tua.
Bagi Kejora umur segitu bukanlah usia yang memalukan untuk melajang, sebab banyak juga teman-temannya yang bahkan diusia 25 tahun masih belum menikah. Namun apalah daya ketika keluarganya sudah menyebarkan undangan tanpa izinnya, mau tidak mau Kejora harus menerima perjodohan tersebut agar tidak menjadi aib keluarganya.
Setelah acara pernikahan selesai, Kejora langsung dibawa menuju rumah suaminya. Di sepanjang perjalanan suasana terasa membeku, karena suaminya itu hanya diam. Jangankan mau membuka mulut, melirik padanya saja tidak.
Sampai di rumah yang ukurannya lumayan besar itu Kejora mendapatkan sambutan hangat dari keluarga dan kerabat suaminya.
"Salam kenal Kak Kejora. Perkenalkan namaku indah, aku adiknya Kak Haidar. Dan yang di sampingku adalah Hidayat, dia suamiku," sapa gadis bernama Indah itu dengan senyuman hangat.
"Iya, salam kenal juga," jawab Kejora membalas dengan senyuman tulus.
"Indah, kakak iparmu pasti kecapean. Cepat antarkan dia menuju kamar. Dan untuk Haidar kamu di sini terlebih dahulu, Papa mau berbicara sebentar," kata Pak Imron, dengan sikap berwibawanya.
"Iya, Pa," jawab Indah dan Haidar patuh.
Kejora langsung diajak indah menuju kamar barunya, adik iparnya itu memiliki watak ramah dan periang, membuat Kejora merasa nyaman.
"Ini kamarnya Kak Kejora, pasti deg-degan menunggu nanti malam kan?" goda Indah.
"Memang nanti malam ada apa?" tanya Kejora polos.
"Ah, kakak iparku ini lucu sekali. Masa iya tidak tahu apa yang dilakukan untuk malam pertama bagi pengantin baru," sela Indah menahan tawa.
"Sudah ah aku mau istirahat, terima kasih ya sudah mengantarku sampai di sini," jawab Kejora pura-pura tersipu malu layaknya pengantin perempuan pada umumnya.
Setelah Indah berpamitan pergi Kejora segera menutup pintu.
Kedua bola matanya hanya bisa menatap risih saat melihat kamar barunya dihias layaknya kamar pengantin yang di atas ranjangnya banyak taburan bunga mawar merah.
Beberapa detik kemudian, terdengar suara ketukan dari pintu. Setelah di buka ternyata adalah pembantu dari rumah ini yang membawakan seluruh barang-barangnya.
"Ini barang-barang Mbak Kejora, mau ditaruh di mana? Ada yang bisa dibantu?" tanya pembantu tersebut.
"Tidak, terima kasih. Taruh di sini saja, biar saya sendiri yang membereskan," jawab Kejora bersikap sopan.
Awalnya Kejora berniat tidak membawa apapun saat tadi ke sini, agar besok paginya bisa pulang ke rumah dengan alasan mengambil pakaian dan lain-lain. Namun rupanya orang tuanya sudah menyiapkan semua ini untuk dikirim ke sini.
"Ayah dan ibu seolah tidak ingin melihat putrinya lagi, semua barang milikku di kamar sudah terbungkus rapi di sini," gumam Kejora merasa kecewa.
Kejora merasa lelah hati dan lelah pikiran. Badannya juga terasa pegal-pegal karena menjadi ratu sehari memakai gaun pengantin dan riasan yang berat sekali. Kejora memutuskan mandi dan berganti pakaian dengan baju tidur.
Kejora mulai membuka koper besarnya, dia bingung kamu menaruh semua barang itu di mana? Dia takut jika suaminya marah kalau barang-barangnya memenuhi kamar.
Kejora mencoba membuka lemari besar, ternyata isinya sudah penuh dengan pakaian suaminya. Kemudian Kejora membuka lemari yang satunya, dan di sana kosong. Kejora berpikir mungkin lemari ini memang dengan untuk menyimpan barang-barang miliknya.
Setelah itu Kejora memilih untuk berbaring di sofa panjang depan televisi. Kejora tidak ingin tidur di ranjang bersama suaminya yang sepatah katapun tidak mau menyapa.
Kejora sendiri juga tipe gadis pendiam, dia akan berbicara jika diajak ngobrol duluan.
Karena terlalu penat, dalam sekejap Kejora sudah terlelap.
Namun di tengah malam kejora merasa tubuhnya melayang, ketika terbangun dia sudah berada di ranjang. Bahkan ada suaminya yang sedang mencumbunya.
"Sebentar, aku masih belum siap!" kata Kejora ketakutan.
"Kamu istriku, aku bebas melakukan apapun terhadapmu," jawab Haidar dingin.
Tangan pemuda itu langsung mencengkeram kedua lengan Kejora, dan dengan penuh nafsu Haidar mencium bibir serta lehernya. Tenaga kejora tidak cukup untuk mempertahankan diri dari serangan suaminya, satu persatu pakaiannya mulai ditarik secara paksa.
Ironis sekali, malam pertamanya justru menjadi sebuah tragedi layaknya pemerkosaan. Andaikan dia mengadu pada polisi atau orang lain mungkin dia hanya akan menjadi bahan tertawaan.
Haidar tanpa ampun terus melancarkan aksinya, sampai di suatu titik bagian tubuhnya yang selama ini di jaga dengan baik tiba-tiba merasakan sesuatu yang hendak menjebolnya. Kejora hanya bisa merintih kesakitan, tiba-tiba Haidar yang melihatnya menangis mulai memperlakukan dirinya dengan lembut.
Walaupun Haidar sudah pelan-pelan, tapi tetap saja Kejora merasakan sakit. Apalagi saat bagian tubuh Haidar yang keras menerobos masuk ke daerah paling sensitif miliknya.
Kejora hanya bisa menangis, kedua tangannya mencengkeram sprei sampai berantakan. Namun luka hatinya lebih terasa menyakitkan. Karena kesuciannya telah lenyap pada pemuda yang sama sekali tidak dicintainya.
Setelah cukup lama, Kejora merasa ada suatu cairan kental yang masuk ke tubuhnya. Seperti ombak badai yang menerjang. Haidar masih berada di atas tubuhnya dengan keringat yang bercucuran, baru kemudian pemuda itu menggeser tubuhnya dan membalikkan badan kemudian tertidur tanpa sepatah kata.
Kejora hanya bisa melihat punggung suaminya, hatinya merasa kesal karena suaminya itu sangat cuek.
"Terserahlah dia mau bagaimana, lagi pula kami memang tidak saling mencintai," batin Kejora juga mencoba tidak peduli.
Kejora bangkit dari tidurnya, tubuh langsingnya terasa remuk, selangkangannya juga terasa perih. Kejora melangkah pelan-pelan menuju kamar mandi dan membersihkan diri.
Adegan tadi masih terbayang dengan jelas, saat suaminya seperti serigala buas yang hendak memakan domba. Lalu tiba-tiba berubah lembut ketika memulai hubungan badan. Namun setelah mendapatkan kepuasan suaminya berubah dingin dan berwajah kaku.
Kejora tidak tahu orang seperti apakah yang kini dihadapinya, dia hanya bisa pasrah semoga suaminya bisa bersikap lebih baik kedepannya. Karena bagaimanapun juga mereka kini sepasang suami istri.
Setelah mandi Kejora mengganti bajunya lagi. Ketika ingin tidur di ranjang, dia melihat bercak darah di atas sprei. Hatinya pilu, ada rasa luka yang tak bisa diucapkan. Perasaan seperti menjadi sampah yang tak memiliki nilai. Meskipun keperawanannya di renggut oleh suaminya sendiri, tapi dilakukan bukan karena dasar cinta.
Kejora berjalan secara tertatih-tatih menginjak bunga mawar yang berserakan di lantai. Entah kenapa, semenjak hari itu dia amat membenci dengan bunga tersebut. Baginya mawar merah akan selalu mengingatkan dirinya tentang peristiwa menyakitkan malam ini.
"Mereka berbohong, kata teman-teman yang sudah menikah duluan jika malam pertama adalah kenangan terindah tak terlupakan. Nikmat apanya? Sakit justru iya," gumam Kejora pada diri sendiri.
Kejora memilih tidur di sofa lagi, walaupun sempit tapi dia merasa lebih nyaman dibanding tidur bersebelahan dengan pemuda yang baginya masih asing.
Secara perlahan-lahan mata Kejora terpejam dengan sendirinya. dia merasa lelah seakan seluruh energinya terkuras habis. Dalam tidurnya Kejora bermimpi tentang kejadian yang tadi kembali. Air matanya mulai mengalir ditengah tidur lelapnya.