Fatma baru saja selesai menunaikan ibadah shalat maghrib, tak lama kemudian sang ibu memanggil dirinya sambil mengetuk pintu kamarnya secara perlahan. Fatma pun segera membukakan pintu untuk sang ibu.
"Fatma, makan malam sudah siap. Kita makan sekarang yuk, ayah sudah nunggu kamu di meja makan". Ujar sang ibu.
"Iya bu". Sahut Fatma sambil berjalan mengekori sang ibu di belakangnya.
Suasana makan malam kali ini terasa ada yang berbeda bagi sang ibu, pasalnya sang ibu menyadari kerisauan sang anak sejak pagi. Namun sang ibu tidak ingin membahasnya sekarang, karena takut menyinggung perasaan Fatma.
"Fatma, ini ditambah lagi lauknya nak. Kamu harus makan banyak untuk kesehatan kamu dan juga bayi yang kamu kandung". Ujar sang ibu.
"Tidak bu, terimakasih. Aku sedang tidak enak makan, bu". Sahut Fatma.
"Kamu mau apa, nak? Nanti biar ayah yang belikan". Tanya sang ayah.
Fatma tersenyum. Terimakasih ayah, tapi aku tidak ingin apa-apa. Sepertinya anak yang aku kandung ini mengerti dan tidak mau merepotkan ibunya". Gumam Fatma.
Mendengar ucapan Fatma seperti itu membuat kedua orangtuanya mengernyitkan dahinya dan saling menatap satu sama lain. "Maksud kamu apa, nak? Bicara seperti itu?". Tanya sang ibu.
"Bukan apa-apa bu, alhamdulillah aku sudah selesai makannya. Kalau begitu aku ke kamar dulu ya yah, bu". Ujar Fatma.
"Iya nak". Sahut sang ayah.
Melihat tingkah sang anak seperti itu, membuat kedua orangtua Fatma bertanya-tanya. Ada apa sebenarnya dengan anak mereka, kedua orangtuanya seperti tidak mengenali sosok sang anak yang begitu ceria.
"Yah, ibu khawatir sama Fatma. Dari pagi ibu liat sikap Fatma agak aneh, kaya orang gelisah gitu yah". Ujar sang ibu.
"Mungkin bawaan orok bu, jangan di ambil pusing. Kita doakan saja semoga anak dan calon cucu kita di berikan kesehatan". Sahut sang ayah.
Tak lama kemudian terdengar suara ketukan dari luar, sementara sang ibu langsung bergegas menuju ruang tamu untuk membukakan pintu. Dilihatnya sang menantu sudah berada di hadapannya.
"Ya Allah, Hendra. Kamu apa kabar, nak? Ibu kangen banget sama kamu". Ujar sang ibu mertua dan langsung memeluk menantunya.
"Alhamdulillah, aku baik bu". Sahut Hendra sambil membalas pelukan sang mertua.
Yah, ayah!! Cepat kemari, Hendra datang yah. Teriak sang ibu.
Sang ayah pun langsung bergegas menuju ruang tamu untuk menemui menantunya.
"Hendra, ya Allah. Ayah kangen sama kamu, nak. Gimana kerjaan kamu di Jakarta? Semua berjalan lancarkan?". Ujar sang ayah mertua yang langsung memeluknya.
"Alhamdulillah yah semuanya berjalan lancar". Sahut Hendra.
"Ayo, nak silahkan duduk. Kamu mau minum apa?". Tanya sang ibu mertua.
"Apa aja bu". Sahut Hendra.
"Sekalian panggil Fatma ya bu". Ujar sang ayah.
"Iya yah". Sahut sang ibu dan langsung bergegas menuju dapur.
Sementara itu Fatma yang masih berada di dalam kamar tidak mengetahui kedatangan Hendra. Ia masih menatap langit malam dari balik tirai kamarnya. Tak lama kemudian sang ibu masuk ke dalam kamarnya dan menghampiri Fatma.
"Fatma". Panggil sang ibu sambil memegang pundak sebelah kiri.
"Ibu, bikin kaget aja. Ada apa bu?". Tanya Fatma.
"Maaf kalau ibu bikin kamu kaget, tapi dari tadi ibu ketuk pintu kamar kamu dan panggil-panggil kamu gak ada jawaban dari dalam. Makanya ibu langsung masuk aja ke dalam, di luar ada Hendra, nak". Sahut sang ibu.
"Apa? Mas Hendra sudah datang?". Seru Fatma.
"Iya, yaudah yuk kita keluar sekarang". Ajak sang ibu.
Fatma pun mengiyakan ucapan sang ibu dan langsung bergegas menuju ruang tamu. Jantungnya berdegup dengan cepat, amarahnya seakan-akan meluap seketika. Namun Fatma harus bisa menahan semua emosinya, karena Hendra baru saja tiba.
"Fatma". Ujar Hendra lirih.
Fatma pun langsung menghampiri Hendra dan langsung mencium punggung tangan suaminya. Tanpa basa-basi Fatma langsung duduk di samping sang ayah.
"Loh kok kamu malah duduk disini, duduk di sana lah nak bersama suamimu". Ujar sang ayah.
"Aku mau disini aja sama ayah". Sahut Fatma singkat.
"Yaudah, sini duduk dekat ayah"
Sementara Hendra menghela nafas. "Ayah, ibu, pertama-tama saya mau minta maaf karena datang kemari tidak berbarengan dengan Fatma, karena saya kemarin masih sibuk. Dan maksud kedatangan saya kemari—". Seketika Hendra tidak bisa lagi melanjutkan kalimatnya dan hanya bisa tertunduk lesu.
"Kenapa nak Hendra? Ada apa? Kenapa kamu diam?". Ujar sang ibu mertua, namun Hendra tetap diam tak bergeming sepatah katapun.
"Hendra, ayo bicara. Apa yang ingin kamu bicarakan pada kami?". Gumam sang ayah mertua.
Hendra mencoba untuk mengangkat kepalanya lalu menghela nafas dalam-dalam. "Fatma meminta saya untuk menceraikannya bu, yah". Seru Hendra lirih sambil menitikan airmata.
Ucapan Hendra membuat kedua orang tua Fatma shock tidak percaya, sang ibu langsung menatap wajah Fatma dalam-dalam. Dan masih bertanya-tanya tentang apa yang terjadi di rumah tangga anak semata wayangnya.
"Ada apa nak? Apa yang terjadi dengan kalian berdua?". Ujar sang ibu sambil menitikan air matanya.
Fatma menyeka airmatanya. "Sebelum Mas Hendra menikahi aku, ternyata ia sudah beristri bu". Sahut Fatma dan tangisannya langsung pecah.
Mendengar ucapan sang anak membuat ayahnya naik pitam dan langsung memaki menantunya.
"Kurangajar kamu Hendra, beraninya kamu membohongi keluarga kami. Apa salah ayah sama kamu, Hendra. Sampai hati kamu membohongi kami semua". Ujar sang ayah.
Namun Hendra tetap diam tak bergeming sambil menundukkan kepalanya.
"Ceritakan sejujurnya pada kami nak, apa saja yang kamu alami selama kamu tinggal di Jakarta? Apakah suamimu ini tidak menafkahi kamu?". Cecar sang ayah.
Fatma menghela nafas. "Tidak yah, Mas Hendra sangat bertanggung jawab dalam menafkahi aku. Tapi saat itu, ia sempat tergoda dengan wanita lain yang tak lain adalah tetangga kami sendiri. Dan wanita itu pernah mencoba untuk membunuh aku, untungnya Allah masih melindungiku dan luka bekas jahitan ini adalah perbuatan dari wanita itu". Gumam Fatma sambil menunjukkan bekas luka tusuk yang dilakukan oleh Kinar.
"Astagfirullahaladzim, benar-benar biadap kamu, Hendra. Menyesal ibu benar-benar tulus menyanyangimu sebagai menantu". Bentak sang ibu mertua.
Hendra pun langsung berlutut di hadapan ibu mertuanya, tangisnya pecah meminta maaf dari sang ibu mertua. Namun tak lama kemudian seorang perempuan tiba-tiba merangsak masuk ke dalam rumah Fatma.
"Cukup mas!! Untuk apa kamu bersimpuh seperti itu". Tegas Annisa.
Kedatangan Annisa membuat orang-orang yang berada di sekitarnya terdiam sejenak.
"Beraninya kamu bawa dia ke rumah orang tuaku mas? Jadi kamu memang benar-benar masih mencintainya kan". Ujar Fatma.
"Nggak Fatma, ini salah paham. Aku datang kesini sendirian, aku gak tau kenapa Annisa bisa ada disini". Sahut Hendra mencoba menenangkan Fatma.
Namun Hendra tak dapat kesempatan untuk memberikan penjelasan, karena ayah Fatma yang sedari tadi sudah naik pitam keburu mengusir Hendra dari rumahnya.
"Cukup Hendra, tak ada yang perlu dijelaskan. Cepat pergi dari sini, ayah muak melihat muka kamu. Setelah cucu ayah lahir, ayah akan mengurus semua berkas perceraian kalian. Demi Allah, Hendra ayah tidak akan mengijinkan kamu melihat anak kamu setelah lahir". Tegas sang ayah mertua.
Annisa yang sedari tadi juga sudah geram dengan keluarga Fatma, langsung menarik paksa Hendra untuk mengajaknya pergi.
"Ayo mas, ngapain sih masih disini gak penting juga". Ujar Annisa sambil menarik paksa Hendra.
Akhirnya Hendra pun menyerah dan pergi dari rumah orang tua Fatma, sementara Annisa langsung mengajak Hendra masuk ke dalam mobil yang sudah ia sewa jauh-jauh hari sebelumnya.