Chereads / UGLY HUSBAND 2 (Season II) / Chapter 5 - Chapter 4

Chapter 5 - Chapter 4

Makan malam bersama, Monika dan Nico menikmati sajian makan malam di meja. Sementara nenek Gwen sudah diantar ke kamar untuk istirahat.

Hening, tak ada suara yang mengangkat sebagai suasana di malam ini. Hanya irama dari garpu, sendok, dan piring terdengar. Tak lama kemudian, suara ponsel berdering sangat garing disaku celana Nico.

Nico tak akan mengangkatnya, kewajiban dijam makan malam. Masih saja tak beretika menelepon. Ia membiarkan lagu ringtone itu bernyanyi hingga berhenti sendiri.

Monika yang duduk di dekatnya merasa terganggu. Dengan berani ia mencoba bersuara. "Diangkat saja dulu panggilan telepon, mana tau penting," ucapnya.

"Biarkan, mereka pikir sekarang sudah jam berapa? Urusan pekerjaan bisa dibahas di kantor bukan diluar kantor," balas Nico kembali menikmati sajian depan matanya.

Monika tak menanyakan apa pun lagi. Ini yang di sukai sifat Nico, walau tak pernah ditunjukkan olehnya. Kadang pula Monika merasa tak mengerti apa yang diinginkan oleh Nico.

Setelah selesai makan malam, Nico langsung menuju ke kamar. Monika yang akan membereskan piring-piring kotor dimeja. Lalu, pembantu yang menjaga nenek Gwen itu kembali ke dapur.

"Apa nenek sudah tidur?" tanya Monika pada pembantunya.

"Sudah, bu," jawabnya membantu mencuci piring kotor di wastafel.

Kembali hening, merasa sunyi tak ada bahan untuk percakapan. Pembantu itu sesekali melirik majikannya.

"Hem, bu Monik. Saya mau minta izin pulang kampung lusa nanti. Bisa, bu?" Pembantu itu bersuara.

Monika menoleh menatap pembantu itu. Pembantu itu tidak berani menatap Monika. Karena ia takut tak diizinkan oleh majikannya. Selama ini ia bekerja tak pernah meminta apa pun. Apalagi majikan yang ia temui sangat baik, begitu baik malahan. Mana ada yang bisa berjumpa seperti Monika. Tak pernah berneko-neko soal keuangan.

"Kalau ibu Monika tak izinkan, saya tidak keberatan, kok, bu. Soalnya saya hanya pulang kampung cuma mau lihat keadaan rumah," ucapnya lagi berbicara.

"Siapa bilang saya tidak mengizinkan kamu. Kalau memang rindu sama kampung, pulanglah. Saya tidak pernah melarangmu untuk tidak keluar dari rumah ini. Itu hak kamu, bukankah kamu juga memiliki orangtua?" tutur Monika berbicara, ia malah mengizinkan pembantu itu pulang ke kampung.

"Tetapi, bagaimana dengan nenek? Siapa yang menjaganya?" Sebaliknya pembantu itu masih sempat menanyakan nenek Gwen.

Monika mendekati pembantu itu, sebenarnya Monika sudah menganggap pembantu ini seperti saudara sendiri. Tidak mungkin ia harus melarang orang lain untuk tak mengunjungi kampungnya. Jika bisa, Monika juga ingin pulang kampung melihat keadaan saudara-saudaranya. Namun apa yang bisa Monika lakukan sedangkan ia harus mengurus segala kegiatan suaminya dan rumah berlantai dua.

"Biar saya yang mengurus nenek. Kapan kamu pulang? Biar saya pesanan tiket kepulanganmu." Pembantu itu begitu terharu. Tetapi ia merasa tak enak hati kalau misalkan ia tidak bisa kembali bekerja.

"Lusa, bu," jawabnya.

"Ya sudah, nanti saya pesan tiket kepulanganmu. Sekarang kamu istirahat, biarkan pekerjaan dapur saya yang selesaikan sendiri," kata Monika, pembantu itu pun mengiakan.

Beberapa menit kemudian, Monika pun selesai dengan pekerjaan dapur. Ia pun menyusul ke kamar. Di kamar Monika menemukan suaminya kembali sibuk dengan laptop di pangkuan sangat serius.

Monika membesuk wajah dan mengganti baju dengan baju tidur. Setelah itu ia naik ranjang, untuk beristirahat. Nico masih mengutat sama laptopnya.

"Lusa nanti, aku antar nenek ke rumah Bibi Rika, aku masuk agak siang. Soalnya Rina minta izin untuk pulang ke kampung," ucap Monika beritahukan kepada Nico.

Nico yang sedang serius dengan ketikan pada keyboard laptop berhenti. "Berapa hari?" Nico bertanya.

"Mungkin satu minggu," jawab Monika asal, karena ia lupa menanyakan kapan Rina kembali dari kampung.

"Kamu yakin? Alasan apa dia ingin pulang kampung?" Nico bertanya lagi, Monika segera mencari alasan lebih tepat. Salah sedikit pasti Rina tak diizinkan untuk pulang.

Bukankah dia sudah berjanji akan membelikan tiket kepulangannya. "Katanya dia hanya ingin melihat keadaan kampung. Bukankah dia juga punya saudara-saudara juga? Besok aku akan cari tiket untuknya. Untuk sementara nenek Gwen titip di rumah Bibi Rika dulu," jawab Monika tenang.

"Oh." Hanya "Oh" saja yang keluar dari mulut Nico.

"Kamu tidak keberatan kalau nenek Gwen titip di rumah Bibi Rika?" Monika kembali bertanya sesekali melirik suaminya serius dengan laptop.

"Kalau mereka tidak keberatan, bagiku tak masalah. Kalau memang benar Rina hanya satu minggu saja di kampung. Aku pegang kata-kata mu. Apabila dalam waktu satu minggu dia tidak kembali ke rumah ini. Kamu yang penanggungjawabnya. Jangan karena nenek Gwen sudah lansia suka-suka kamu oper dia ke sana ke mari. Dia bukan bola?!" ungkap Nico panjang lebar.

Monika hanya bisa diam, tak membalas ungkapan dari suaminya. Beberapa detik tak ada lagi pembahasan, Monika pun memejam matanya dan untuk beristirahat. Nico masih pacaran dengan laptop-nya. Sesekali Nico melirik arah samping ranjang. Seorang wanita yang tengah tidur terlelap begitu tenang. Ia menyingkirkan laptopnya kemudian ikut menyusul tidur memandang wajah cantik istrinya.

****

Update untuk cerita ini.

Semoga suka.

Jangan lupa kasih bintang.