Alaia pikir dirinya benar-benar akan menemukan pekerjaan yang jauh dari gelar yang diperolehnya. Menempuh pendidikan untuk mencapai gelar sarjana peternakan belum pernah dia pikirkan sebelumnya. Karakternya yang pemalas dan sulit untuk keluar dari zona nyamannya tidak cocok dengan pekerjaan mengurus sapi, kambing, ataupun hewan seperti ayam yang bisa membuatnya pusing tujuh keliling. Dan disinilah dia, di salah satu peternakan modern di tengah kota Lembang dengan suasana sejuk dan kabut pagi yang menyegarkan sekaligus dingin.
"Eneng bisa keliling peternakan dulu, saya disini jadi pemandu eneng sebelum mulai kerja." Ucap Mang Asep, salah satu pegawai peternakan yang sudah bekerja berpuluh-puluh tahun.
"Mang, bener kita mulai kerja jam setengah enam pagi?" Tanya Alaia memastikan kembali setelah memikirkan penjelasan Mang Asep.
"Iya atuh, Neng. Disini semua pegawai harus rajin. Pak Elang tidak suka pegawainya malas-malasan. Lagipula sapi-sapi itu diperah pagi-pagi, Neng." Jelas Mang Asep.
"Pak Elang siapa, Mang?" Alaia sepertinya melewatkan nama itu saat Mang Asep menjelaskan dari awal.
"Aduh, jadi Eneng dari tadi tidak mendengarkan penjelasan saya?" Mang Asep mulai geram dengan tingkah Alaia.
"Maaf, Mang. Abisnya Mamang jelasin nggak pake titik koma sih, kan saya jadi bingung sendiri."
Alaia berjalan menyusuri kandang sapi perah yang ada di peternakan tersebut. Dia tampak takjub dengan penataan kandang yang memanfaatkan lahan terbatas. Di samping kandang sapi perah yang berjajar terdapat hamparan tanah yang cukup luas biasa digunakan untuk exercise dan menunggang kuda. Di tanah lapang tersebut, Alaia melihat seorang laki-laki yang nampak ahli dan lincah menunggang kuda. Ketika pandangan Alaia dan laki-laki tersebut bertemu, seketika penunggang kuda tersebut menepi mendekati Alaia yang berada di tepi lapangan tersebut. Ketika laki-laki tersebut turun dari kuda yang ditungganginya, Alaia baru menyadari bahwa dia mengenali si lelaki penunggang kuda.
"Ya ampun, El. Jadi ini elo, elo yang itu?" Tanya Alaia yang mendadak pucat menyadari siapa lelaki di hadapannya.
"Memangnya elo kenal berapa Elang dalam hidup loe?" Lelaki, yang Alaia kenali sebagai Elang si Legenda SMA Karisma beberapa tahun lalu.
"Sumpah ya, beruntung banget gue bisa kenal deket sama bos gue." Alaia tampak senang dan menyunggingkan senyum lebar.
"Loe masih segila dulu ya, Ia. Jelas-jelas kita dulu nggak kenal deket karena loe cuma adek kelas gue, dan satu lagi, gue masih inget ya kelakuan loe dulu bikin gue malu di tengah-tengah lapangan basket." Elang tampak menahan amarahnya dengan muka semerah tomat.
"El, itu udah dulu banget lagi. Masih aja di inget-inget, atau jangan-jangan elo ada rasa ya sama gue?" Kata Alaia dengan menahan seringainya.
"Gue udah males berurusan sama elo lagi sebenernya, Ia. Tapi karena gue orangnya profesional, jadi gue tetep terima loe kerja di sini karena gue tau kemampuan loe." Elang mulai malas menanggapi Alaia, dia bergegas melepas helm dan sepatu menunggangnya sambil berlalu meninggalkan Alaia.
"Gue pasti betah kerja disini El, jangan bosen-bosen sama gue ya!" Teriak Alaia berharap Elang mendengarkan perkataannya yang sengaja menggoda bosnya tersebut.
Alaia tersenyum mengingat Elang yang baru saja berlalu. Alaia tidak pernah lupa, bahkan dengan sengaja tidak melupakan Elang dari memori ingatannya. Erlangga Elang Dirgantara, begitu kakak kelasnya tersebut memperkenalkan diri saat pembukaan Masa Orientasi Siswa di SMA Karisma hampir 10 tahun yang lalu. El sapaan akrab Elang, merupakan salah satu panitia yang mencuri perhatian hampir seluruh siswa baru saat MOS. Pembawaannya yang tegas, terkesan cuek, dengan tatapan setajam Elang, sesuai dengan namanya. Mungkin orangtuanya tau bahwa anaknya akan memiliki tatapan setajam elang ketika dewasa, dan mengambil nama tersebut untuk diberikan pada anak sulungnya. Alaia bukan golongan teman-teman perempuannya yang langsung bergabung dengan anggota fans Elang, dia bahkan cenderung biasa-biasa saja kepada lelaki tersebut. Perhatian Alaia mulai tertuju pada Elang saat dirinya dinyatakan kalah bermain TOD (Truth or Dare) saat acara kumpul dengan kakak pembimbing MOS. Kakak pembimbing MOS bernama Wisnu tersebut memberikan tantangan kepada Alaia untuk menyatakan cinta pada Elang di tengah lapangan basket SMA Karisma. Alaia yang merasa tantangan tersebut konyol mencoba menolak secara halus, tetapi desakan kakak pembimbingnya yang gigih tersebut juga sulit untuk digoyahkan. Maka, dengan berbekal keyakinan dan menebalkan muka, Alaia berjalan menuju lapangan basket. Merasa membuang-buang waktu hanya berdiam diri, Alaia mulai berteriak dengan lantang memanggil nama Elang.
"Kak Erlangga Elang Dirgantara, gue mau ngomong sama eloooo!!! Kak Elangg!!! Elll!!!" Teriak Alaia dengan peluh bercucuran karena panas yang mulai menyengat. Para siswa yang berada di sekitar lapangan basket, tanpa komando langsung mendekat ke arah Alaia membentuk lingkaran sambil berdengung memikirkan apa yang akan dilakukan oleh anak baru yang belum genap 24 jam masuk ke sekolah.
Elang yang mendengar seseorang memanggilnya otomatis berjalan keluar dari kelasnya, teman-teman yang berpapasan dengannya mulai memperhatikan dan berkasak-kusuk membicarakan.
"Eh Lang, ada anak baru teriak-teriak nama loe tuh di lapangan basket, sumpah bar-bar banget tuh cewek. Sampe mau pecah ini gendang telinga gue denger teriakan suara cempreng tuh anak." Radit teman sekelasnya yang datang dari arah lapangan basket berkata dengan heboh dan menarik tangan Elang.
"Elo gila apa sarap sih, anak baru!" Tanya Elang begitu sampai di lapangan basket yang sudah dipenuhi oleh seluruh siswa mulai dari kelas 1 sampai kelas 3.
"Gue mau ngomong sama elo, Kak. Penting banget ini, dengerin baik-baik ya. Kak Elang, dari seluruh cowok di SMA ini, gue udah putusin kalo gue suka sama elo, cuma sama elo nggak ada yang lain. Jadi, elo mau kan ngejadiin gue pacar loe kak, gausah mikir masa depan kapan kita nikah nanti, yang penting kita jadian dulu." Alaia memastikan sekarang wajahnya sudah semerah kepiting rebus akibat sengatan matahari dan rasa malu dengan perkataannya sendiri.
"Sorry ya, anak baru. Gue nggak suka anak kecil, dan gue nggak suka cewek nggak punya malu kayak loe." Elang berkata dengan tenang dan gerombolan siswa yang memenuhi lapangan basket berhenti berdengung seperti lebah dan mulai hening.
"Gue nggak minta aneh-aneh kok." Suara Alaia terdengar lirih.