Senja tak lagi bersinar...
Malam tak lagi berbintang...
Hujan bahkan enggan menampakkan wujudnya...
Apalagi Mentari...
Malu-malu menyembunyikan sinarnya...
Sepoi-sepoi angin yang ada...
Hanya berbau Bangkai...
Tidak ada Rasa manis...
Tidak ada Bau Harum...
Hanya Ada tangisan...
Vania menulis dengan perasaan yang tidak menentu, entah sampai kapan Hutang Rasa ini berlalu.
Tinta hitam yang ia tulis..
kenapa tampak merah...
kecapi yang ia mainkan...
kenapa terdengar sumbang...
Sore hari Vania segaja menyibukkan diri sebentar dengan coretannya, kemudian bergegas ke pekerjaan selanjutnya..
Badannya lelah, jiwanya rapuh tapi ia tetap melangkah dan mengucap syukur kepada Sang illahi karena bisa menjalani semua ini.
Setelah sampai di Kantor ia pun bergegas mengambil kostum badut dan berdiri di depan Outlet, Rasa panas di kepalanya menahan keringat, kakinya lelah menopang badannya yang mulai lelah.
Dengan sabar ia sebarkan Flyer Outlet, terkadang ia juga lelah dengan orang yang berlalu lalang tidak mengambil flyernya, bahkan ada yang membuang Flyer tersebut.
1 jam tidak terasa ia berdiri dan saat ini adalah waktu dia berganti baju untuk menggantikan teman kerjanya istirahat.
Banyak orang yang berkunjung, tetapi tidak satupun membeli barang di Outlet.
Kunjungan pemilik Outlet di sana membuat Vania sedih, karena belum ada barang yang terjual, dengan tertunduk ia di maki dan di caci dan itu tidak sekali ini, sudah ribuan kali.
Vania tetap semangat dan tidak pantang menyerah, karena hari-hari di laluinya hanya mengandalkan sebuah DOA.
Setiap kalinya melangkah ia panjatkan DOA karena itu yang membuatnya Kuat seperti ini.
Tak terasa tibalah saatnya ia pulang karena ia mengambil pekerjaan di Outlet hanya Part time saja.
Terkejut bagai Rembulan datang di pagi hari, kedatangan Vano membuatnya mengurungkan niat untuk pulang, Vano kali ini sendirian, dan membeli beberapa baju untuk kekasihnya, Vania terkejut karena Vano ingin Vania memilih dan mencobanya, tetapi Vania tak mau.
Alhasil Vano membelikan satu T-Shirt warna biru untuk Vania, ( jangan di tanya berapa harga T-shirt tersebut )
Setelah kepergian Vano, Vania lalu berkemas untuk pulang, sesampai di depan Outlet Vania ingin menunggu Angkot atau Ojek Online tetapi dari kejauhan Vano menantinya.
Vano memanggil Vania, dan mengajak Vania pulang bersama, Vania menolak dan Vano memaksa, bukan tanpa Alasan.
Vania merasa tidak enak karena Vano sudah ada kekasih, Vano hanya ingin mengantar dirinya pulang.
Tak lama sampailah dia di depan Kost Vania, rumah yang di himpit persawahan tersebut dan jauh dari kata layak, membuat Vano Iba, Dulu Vano pernah memberikan tumpangan di Apartementnya.
Tetapi Vania menolak, Vania tidak banyak uang untuk Kost jadi dia di pinggiran kota untuk mempunyai Kost yang sederhana saja, bahkan Jika hujan air juga menetes di atas kasurnya.
Memang tidak banyak barang hanya Kasur busa ukuran 120x200, kipas angin dan lemari kecil, tidak ada TV karena gaji Vania di prioritaskan untuk pengobatannya.
Secret Admire juga pernah memberikan hadiah kecil tetapi Vania tolak, Dia meminta supir untuk mengantar di Gallery tempat Vania bekerja.
Gundah, Penat, lelah jangan di tanya...Vania seperti Kertas kosong yang terbuang dan terbang tak tentu arah.
Vano akan berpamitan, tetapi Vania secara spontan berkata " Maaf Vano, ada yang perlu kita bicarakan ".
Tolong jangan temui teman kecilmu ini, karena Hutang rasaku padamu terlalu dalam.
Vano langsung mencengkeram tangan Vania dan mengatakan " kita adalah sahabat, bahkan seperti saudara ", kemudian berlalu pergi.
Nantikan next kelanjutan kisahnya yah.
terimakasih🙏🙏🙏💙💙💙