"Ugh…"
Dengan jelas sekali aku bisa mendengar suara dari gadis Elf yang ada di depan mataku sedang terbangun dan dia sekarang berada dalam keadaan setengah terduduk sambil memandangiku bersama dengan Shigure.
Dia menoleh ke kanan dan ke kiri berusaha untuk memastikan dimana dirinya dalam keadaan setengah tersadar.
Begitu melihat penampakan dari kami berdua dia langsung berhenti melakukan apapun itu yang sedang dilakukannya lalu memfokuskan pandangannya hanya kepada kami berdua.
"Kalian siapa?"
Dengan suara yang pelan sekaligus halus dia bertanya kepadaku, nada bicaranya mirip sekali dengan Shigure tetapi cara bicaranya benar-benar berbeda, jika Shigure masih menunjukan kesopnanan maka gadis ini terkesan bereaksi biasa saja.
Aku sesaat memandangi gadis yang sebelumnya telanjang tersebut dan untuk saat ini tengah mengenakan jubah hitam milikku (hasil temuan pada saat melawan naga sialan kemarin).
"Aku adalah… yah panggil saja aku Sakaki dan panggil gadis yang ada di sebelahku ini sebagai Shigure, anggap saja kami ini seorang Adventurer yang secara kebetulan mendatangi desamu ini."
"Desa…? Hah!"
Dengan cepat dia segera menoleh ke segala arah untuk memastikan keadaan desanya, sangat sakit sekali rasanya pada saat dia menoleh ke belakang hanya untuk menemukan sekumpulan reruntuhan yang juga telah menjadi arang.
"De—desaku…"
"Maafkan aku… tapi begitu kami sampai di sini sudah seperti itu keadaannya."
Secara perlahan aku menundukan kepalaku ke arah gadis yang masih terus memandang ke arah sisa-sisa desa yang ditinggalinya sementara aku hanya bisa terus menundukan kepalaku terus seperti ini.
Shigure sepertinya ingin angkat bicara tapi aku menggunakan gestur tanganku untuk memastikan dia tidak ikut angkat bicara kali ini.
Semuanya sudah kaca balau .…
Seandainya saja Shigure mengatakan sesuatu yang berusaha untuk menanangkan maka yang ada semuanya akan menjadi nampak jauh lebih buruk untuk gadis ini.
Aku tidak bisa dengan jelas melihat wajah milik sang gadis Elf karena ia memalingkan wajahnya dari pandanganku sehingga aku juga tidak tahu ekspresi macam apa yang sedang dipasanganya tetapi aku tahu kalau ada sesuatu yang hangat menetes dari matanya.
Itu adalah air mata.
Sesuatu yang begitu jelas sebenarnya dan tak usah dilebih-lebihkan.
Pandangan mataku kualihkan dari gadis tersebut.
Dia yang sedang meratapi perasaan akan kehilangan segalanya, kehilangan tempat tinggalnya beserta sudah sendirian karena tidak kutemukannya orang lain yang masih bertahan hidup di reruntuhan desa.
Walau sudah menggunakan segenap kemampuanku untuk menemukan setidaknya satu orang lainnya tetapi sayangnya hal semacam itu sama sekali tida terjadi.
Sepertinya gadis ini berhasil bertahan hidup saja adalah sesuatu yang benar-benar ajaib sendiri.
Terlebih dia begitu beruntung bisa bertemu dengan kami berdua sehingga luka bakar miliknya bisa disembuhkan, kalau bertemu dengan Adventurer atau orang lainnya maka aku tidak tahu lagi apa yang bisa mereka lakukan kecuali menguburkannya atau membuatnya terlepas dari kesengsaraan.
"Maafkan aku…"
Aku pun akhirnya menaikan kepalaku sambil memasang wajah seriusku, wajah yang kugunakan sebagai poker face kalau menghadapi situasi semacma ini.
"Ayah… Ibu… Kakak…"
Dia pun mulai terisak dan sama sekali tidak ada yang bisa kulakukan, sama sekali tidak ada.
Aku hanya bisa berdiri di sana sambil menunggu dia berhenti menangis tetapi yang ada raungannya menjadi lebih keras.
Pada saat aku sudah membiarkan segalanya untuk terjadi begitu saja, seorang gadis berambut perak pendek merubah segalanya dengan berjalan maju ke depan lalu memeluk gadis Elf tersebut.
Aku tidak bisa mendengar apa yang dibisikan oleh Shigure kepada gadis Elf tersebut tetapi apa yang kutahu apapun bisikan tersebut pada akhirnya berhasil menghentikan tangisan dan isakan dari gadis Elf.
Dia pun mulai menjadi lebih tenang.
Apa yang sebenarnya terjadi?
Tentu saja aku sendiri tidak tahu.
Aku hanya menoleh ke arah Shigure sebentar, mataku terarah kepada sosok gadis bertubuh kecil yang kini terus memeluk gadis Elf.
Begitu dia menyadari kalau aku sedang menatapnya, sebuah senyuman menghiasi wajah manisnya.
Sontak saja aku langsung mengalihkan pandangan.
Entah kenapa dia terlihat begitu keibuan sekarang dengan dirinya yang sedang menenangkan gadis Elf sementara aku terlihat seperti seseorang yang benar-benar tidak cocok untuk berada di situasi ini.
Akhirnya sang Elf bisa kembali tenang dan bisa untuk diajak berbicara.
Dia kemudian bercerita kepada kami berdua.
Cerita miliknya lumayan panjang sehingga aku hanya akan memberikan versi singkatnya saja demi menghemat waktu.
Pada intinya desa tempat tinggal si gadis Elf adalah sebuah tempat perkumpulan bagi para petualang untuk beristirahat tapi bukan berarti hanya diisi oleh para petualang saja, tentu saja masih ada penduduk desa asli yang meninggalinya.
Desa ini adalah, bisa dibilang, merupakan tempat peristirahatah sebelum mencapai ibu kota dan ada beberapa desa lainnya yang memiliki kegunaan sama persis di beberapa daerah lainnya yang letaknya tidak terlalu jauh dari desanya.
Tempat ini adalah penghubung yang akan menjadi titik penting perpindahan bagi jalurnya petulang dan pedagang juga.
Sehingga desa ini bisa dibilang adalah tempat yang cukup penting juga bagi ibu kota dengan perdagangannya dan pendatang serta lain sebagainya.
Tentu saja ini berarti desa dijaga dengan ketat, karena terletak paling dekat dengan ibu kota jumlah penajaganya jauh lebih banyak daripada desa lainnya sehingga walau ada serangan pun seharusnya bisa dipukul mundur dalam waktu singkat.
Tetapi kemudian mereka datang.
Pasukan Undead yang entah darimana asalnya datang menuju desa dan meminta mereka semua untuk menyerahkah segala hal yang mereka miliki, tentu saja perlawanan dinaikkan demi mengusir mahluk-mahluk dengan tubuh yang sudah membusuk itu.
Dipimpin oleh seorang Skeleton Knight yang berada di balik balutan armor hitam legam yang menakutkan dengan iringan api di belakangnya memantulkan cahaya dari luar tersebut sehingga zirah yang dikenakan oleh Skeleton Knight tersebut sangat mirip dengan arang yang memembara.
Serbuan mereka tentunya adalah sebuah kejutan yang tidak diinginkan.
Semua prajurit dan warga desa yang ada di luar dugaan bisa dikalahkan dengan mudah oleh pasukan Undead di bawah naungan kepimpinan Skeleton Knight tersebut.
Tak perlu waktu lama, justru yang berada dalam keadaan terdesak adalah orang-orang desa.
Baik para prajurit maupun orang desa sudah tahu kalau mereka sudah tidak memiliki harapan lagi sehingga tindakan yang mereka ambil adalah mengirim seseorang untuk memberitahu desa lain akan keberadaan pasukan Undead.
Sementara semuanya berlangsung, sang gadis Elf bersama keluarganya bersembunyi di dalam rumah mereka untuk menunggu semuanya berakhir.
Semuanya memang berakhir.
Tetapi tidak sesuai dengan harapan mereka dimana semuanya berakhir dengan kekalahan serta kehancuran total dari seluruh desa.
Gadis Elf itu sendiri menceritakan semuanya sambil merinding sendiri.
Pasti itu adalah sesuatu yang benar-benar menakutkan bagi dirinya sampai dia berada di kondisinya sekarang; merinding serta berusaha untuk menahan dirinya untuk tidak berteriak, dia seolah sedang menjaga kewarasan miliknya.
"Bagaimana dengan para Adventurer atau petualang lainnya? Apakah mereka ikut membantu atau malah lari?"
Aku bertanya kepada sang gadis Elf untuk memastikan suatu hal yang seharusnya bisa menjelaskan alasan akan mengapa mereka bisa bertahan selama ini.
Maksudku, tempat ini terlihat seperti baru saja dibakar beberapa jam yang lalu sehingga pastinya diperlukan perlawanan yang hebat supaya mereka bisa terus mempertahankan semuanya.
"Mereka ada yang lari namun kebanyakan berdiri dan menghadapi para Undead dengan menggunakan segenap kemampuan mereka."
"Begitu kah…."
Kerja bagus, Adventurer yang tidak kukenal.
Walau berakhir dengan kematian kalian, tetapi kalian sudah bekerja dengan begitu keras.
Aku tidak akan membiarkan pengorbanan kalian di sini semuanya sia-sia walau sebenarnya aku tidak ingin menjadi salah satu bagian dari masalah ini semua.
"Sakaki…"
Shigure menggenggam erat tanganku yang sudah terkepal dengan begitu kuat.
Aku sekarang sudah bersiap untuk menghajar apapun yang menghalangiku untuk membalaskan dendam desa ini.
Kalian ingin bilang kalau aku aneh dan tiba-tiba berlagak sok pahlawan?
Bodoh sekali.
Pada dasarnya aku adalah seorang Pahlawan Legendaris yang telah terpilih dan berhasil menyelamatkan dunia, menyelamatkan Eos, sehingga sudah menjadi kewajiban… lebih tepatnya keinginan sendiri dari dalam diriku untuk menegakkan hal yang ingin kutegakkan.
Walau memang benar keinginanku adalah menjalani kehidupan damai tetapi hal semacam itu tidak akan bisa terjadi kalau aku terus dihantui oleh perasaan bersalah ketika meninggalkan seseorang yang sebenanrya bisa kubantu dengan menggunakan kekuatanku sendiri.
Aa, aku melakukannya semuanya demi diriku sendiri, sama sekali tidak ada yang salah dengan itu kan.
Aku adalah seseorang yang sudah seenaknya sejak awal jadi aku akan terus bertingkah seenaknya sampai menjelang akhir dan bukti dari semau itu adalah dengan menolog gadis Elf yang tengah dilanda kesedihan dalam ini.
Ahh~ aku hanyalah seseorang yang seenaknya jadi mau bagaimana lagi?
Mari kita tolong dia…
Dengan segenap tenaga.
"Maafkan aku, itu… anu…"
"Namaku adalah Leena."
"Baiklah, Leena. Aku tahu ini terkesan begitu bodoh dan tidak masuk akal tapi bisakah kau memberitahuku ke arah mana pasukan Skeleton Knight itu pergi?"
"Memangnya kau mau melakukan apa kepada mereka?"
Nada bicaranya menunjukan keraguannya untuk memberitahuku akan ke mana mereka akan pergi.
Dia sepertinya khawatir kalau aku akan melakukan tindakan bodoh dan mengejar mereka lalu berakhir dengan keadaan yang sama dengan keluarganya.
Hanya saja hal semacam itu tidak akan terjadi kepadaku kan?
"Tentu saja menendang kepala mereka sampai berlutut di depanmu kalau kau mau tapi kemungkinan besar mereka sendiri yang bakalan bersujud sambil memohon dari hati mereka yang paling dalam kepadaku sih."
Wajah gadis itu menunjukan perasaan ketidak percayaan.
Bukan karena dia baru saja mendengarkan deklarasiku yang terkesan bodoh bahkan bisa membuatku dipanggil tidak waras, melainkan karena ku bisa mengatakan semuanya dari hatiku yang paling dalam, pasti karena itu walau aku tidak bisa tahu pikiran orang lain secara pasti.
Apalagi aku mengatakannya sambil menyeringai lebar untuk menunjukan kepercayaan diriku.
"Tetapi kalian hanya berdua."
Akhirnya sang gadis menyinggung keberadaan Shigure yang bersamaku.
Seringai menjadi semakin lebar.
"Hng, bagaimana ya? Aku ini adalah seorang Adventurer dengan Rank F sehingga mungkin saja tidak bisa melakukan apapun kepada mereka—"
"Kalau begitu—!"
"Tetapi gadis kecil berambut perak yang ada di depanmu ini adalah seseorang dengan Rank A sehingga mungkin saja dia bisa melakukan sesuatu kan?"
"Eh? Sakaki!?"
"Rank A?"
"Benar sekali, dia adalah seorang Rank A walau terlihat begitu muda dari sudut pandang seorang Elf sepertimu, Leena. Hanya saja dia memiliki kemampuan yang hebat untuk menggunakan sihir cahaya seperti apa yang sebelumnya dia lakukan untuk menyembuhkanmu."
"Menyembuhkanku?"
"Oo, benar juga. Kami belum bercerita akan bagaimana caranya bisa sampai ke sini ya? Karena aku bukan tipe orang yang suka berpanjang lebar maka aku akan memberikan cerita pendek saja. Kami berada di tengah suatu pekerjaan kemudian melihat asap dari daerah desamu sehingga kami memutuskan untuk melihatnya dan akhirnya menemukanmu dengan keadaan luka bakar yang sangat parah, lalu mengikuti instruksiku akhirnya gadis bernama Shigure ini berhasil menyembuhkanmu."
"Ga—gadis ini, menyembuhkanku?"
"Tepat, tepat sekali. Tubuhmu sudah hampir tidak dikenali lho, bukankah itu berarti dia ini memiliki kemampuan yang hampir menyamai Saints ya?"
"A—aa, benar sekali."
"Kalau kau masih belum bisa percaya maka aku bisa melukai diriku sendiri dengan parah dan menyuruh Shigure untuk menyembuhkanku lho."
"Tidak perlu jauh itu—!"
"Oleh karena itu beritahu kami, pergi ke mana para Skeleton Knight itu agar kami bisa memberikan pelajaran kepada mereka."
Shigure entah mengapa menatapku dengan pandangan takjub, sementara Leena hanya bisa menghela napasnya lalu memandang ke arah timur desa.
"Sebelum aku kehilangan kesadaran… aku melihat mereka pergi ke arah jalan sana."
"Oo, makasih~ sekarang saatnya Shigure-chan untuk beraksi. Ayo pergi, Shigure~"
"Sakaki! Tunggu aku!"
Aku berjalan duluan dengan begitu santai sambil terus memasang seringai di wajahku lalu aku sesaat memandang kembali ke arah Leena yang sudah berada beberap meter di belakang kami.
"Ahh, kau bisa menyimpan jubah itu sampai aku kembali~ gunakan itu untuk menutupi tubuhmu yang indah itu~!"
Suara tawa kemudian mengisi udara yang hening.
Suara tawa milikku yang lalu diikuti dengan suara langkah kaki terburu-buru milikku serta Shigure.
Aku tidak tahu bagaimana keadaan Leena setelah kami lari cukup jauh tapi kurasa dia tidak akan apa-apa karena bala bantuan pasti akan datang dengan segera dan akan melindungi dia.
Di sampingku Shigure terus memandangiku yang secara tiba-tiba berhenti berjalan.
"Sakaki, di luar dugaan sebenarnya kau panda berbicara walau buruk dalam menangani orang."
"Selama itu bukanlah pidato maka aku bisa menarik seseorang dengan mengucapkan setengah kebenaran saja, satu orang lebih mudah dipengaruhi daripada begitu banyak orang karena aku bukanlah orang kharismatik."
"Jangan berbicara seperti itu, setidaknya kau tadi baru saja memberikan secercah harapan kepada Leena-san."
"Harapan ya, menurutmu begitu ya?"
Aku hanya menggosok dahiku sebentar sambil mulai menggerakan jariku ke sana ke mari dan membuat simbol yang hanya bisa dilihat oleh diriku seorang.
Shigure juga melihatku yang bertingkah seperti ini dan menyadari kalau ini bukanlah tingkah anehku yang biasanya.
"Apa yang sedang kau lakukan?"
"Ah ini? Sedang mempersiapkan sihir [Fly]."
"Fly?"
"Seperti namanya, itu adalah [Magic] yang memungkinkan kita untuk terbang di atas udara dan meluncur bagaikan burung."
"Ehhh?! Sihir semacam itu ada?!"
"Di dunia ini hampir tidak ada sihir yang tidak ada, perbedaannya hanyalah cara implemnetasinya saja. Dalam kasusku Fly yang kupelajari memanfaatkan gaya gravitasi dan angin di saat yang bersamaan sehingga daripada terbang menjadi burung akan lebih mirip dengan peasawat walau lebih mudah melakukan manuver demi menghindari serangan."
"Eos benar-benar hebat dalam berbagai arti…"
"Persiapannya sudah siap."
"Cepatnya!"
"Mereka memanggilku sebagai Lord Wizard bukan karena tanpa alasan lho."
Tanpa berbicara appun sebelumnya aku langsung menggendong Shigure dengan gaya layaknya seorang tuan putri diangkat oleh ksatrianya dan hal ini mengejutkan Shigure.
Wah, aku harusnya minta ijin dulu tapi kami sudah terburu-buru sehingga susah juga.
Aku kemudian mengedpikan mataku sambil tertawa kecil.
"Untuk sekarang berpengangan lah yang kuat, walau jarak dari satu desa ke desa lainnya lumayan jauh kalau menggunakan kaki tapi dengan Fly kita bisa mencapainya dalam beberapa menit saja."
Shigure sepertinya tidak tahu harus mengatakan atau melakukan apapun.
Bagaikan anak kucing yang kebingungan, dia hanya menganggukan kepalanya saja tanpa terlalu mengerti apa yang sedang kukatakan.
Apakah teori yang kukatakan terlalu tiba-tiba sehingga membingungkan dia atau gadis ini malu karena digendong dengan gaya semacam ini?
Yah aku ragu kalau dia sebenarnya malu kalau digendong oleh seorang paman bisa membuatnya malu, paling banter justru seharusnya dia merasa jijik sih… aku mewajari hal semacam itu sehingga aku tidak akan sakit hati!
Akhirnya kami meluncur dari tanah dan berada di atas udara.
Shigure langsung berteriak dengan suara yang pelan tetapi masih bisa tertangkap oleh telingaku.
"Baiklah mari kita pergi sekarang!"
Aku pun menggunakan pikiranku untuk mengatur segala mekanisme yang diperlukan untuk menggerakan tubuhku menuju tempat tujuan.
"Kyaaaaaaah!"
—***—
"Gyah!"
Semua orang berteriak dari ujung paru-paru milik mereka pada saat pasukan dari Skeleton Knight datang menyerbu desa sebelah.
Di belakang pasukan tersebut terdapat si kepala tengkorak yang sedang berada di balik keteguhan zirah yang seolah tak bisa dihancurkan tersebut.
"Perintah dariku adalah… bunuh semuanya!"
"Kii!"
"Kiiiii!"
"Hiiiiii!"
Pembantaian baru saja akan dimulai namun kemudian…
*Wham!*
"Huh?"
"Fyuh, hanya dalam waktu beberapa menit saja kita sudah sampai kan, Shigure?"
"Uhh, perutku rasanya mual Sakaki…"
"Kau ini bicara apa? Masih muda harus kuat lho."
"Uhh… iya~"
Tepat di belakang sang Skeletong Knight terdapat kerak tanah yang hancur akibat dijatuhi oleh sesuatu yang memiliki massa berat serta kuat di saat yang bersamaan.
Sebelum pembantaian para pasukan dari Skeleton Knight, kedua orang yang mencoba menjadi pahlawan hari ini baru saja muncul.
Dipenuhi oleh perasaan ketidak sabaran dan amarah, sang Skeleton Knight pun mengaum.
Suaranya langsung menyusutkan hati semua orang yang berada di sana bahkan pasukan Undead miliknya.
Semuanya dilanda oleh perasaan penuh akan rasa takut.
Tetapi itu tidak terjadi kepada dua orang tersebut.
Dua orang yang muncul dari langit tersebut segera memberikan tatapan tajam ke arah para Undead sampai semuanya malah balik menjadi tidak bisa mengatakan apapun.
Kemudian dilanjutkan dengan salah satu dari dua orang tersebut tertawa kecil.
"Jadi kalian lah pasukan Undead itu ya? Baiklah, sekarang waktunya pemusnahan bagi kalian!"
Orang yang berbicara seperti itu adalah seorang pria tampan dengan rambut berwarna putih yang membuatnya nampak menjadi begitu tua walau pada aslinya usianya masihlah 27 tahunan.
Dengan mata keemasannya dia pun melotot.
Sementara itu gadis yang ada di dekapan tangannya juga ikut melotot ke arah para Undead.
"Jadi siapa yang akan maju duluan?"