Setelah kami selesai dengan kesibukan kami, kami berkumpul di CafeShop punya kak Eric. Kami bersantai sejenak di sana, sepintas akupun teringat pada ibu.
Melihatku yang tiba-tiba saja termenung, Kak Dom pun menghampiriku."Lagi mikirin Bu Sunny ya dek?"
"Eh,kakak nggak kok kak" balasku berkilah dan segera tersenyum.
"Masih ada waktu nih, ke arena dulu yuk...." ajak kak Eric.
Waktu di jam tanganku memang masih menunjukkan pukul 13.45 siang, kami pun pergi meninggalkan CafeShopnya kak Eric menuju parkiran. Aku tidak tahu kemana lagi aku akan dibawa oleh keenam kakakku yang selalu memberi kejutan. Setelah keluar dari area parkiran mall, kak Dom menancap gas mobil berjalan menuju ke sebuah area yang terlihat seperti arena balapan. Segera setelah memarkirkan mobilnya, mereka berjalan menuju sebuah bagunan yang beratap sangat tinggi dan mengganti baju mereka dengan baju ala pembalap.
Tiba – tiba saja ada sebuah suara yang mengagetkanku.
"Na, Dom dan yang lain udah ready?" rupanya itu adalah Febrian.
"Hi,Feb!" Sapaku agak sedikit terkejut."Kak Dom dan yang lain sudah hampir siap sih kayanya."
"Kamu nggak ikut turun ke arena?" aku hanya menggelengkan kepalaku menjawab pertanyaannya Febrian. Tak berapa lama kak Dom dan yang lainnya keluar dari ruang ganti dan membawakan satu set pakaian balap untukku. Kak Eric menyuruhku mengganti pakaianku, aku terpaksa hanya menurut saja, padahal aku tadi sudah menggelengkan kepalaku saat di tanya sama Febrian, membuatku merasa canggung saja. Setelah aku berganti pakaianku, kami berjalan menuju arena, rupanya ini adalah arena Gokart punya kak George, karena dulunya kak George sangat suka dengan Gokart dan balap.
Karena aku belum bisa bermain sendiri, terlebih ini adalah pertama kalinya aku datang ke tempat seperti ini, Febrian menawarkan diri untuk mengajariku cara menaikinya. Aku dan Febrian menggunakan satu Gokart yang sama, Aku duduk di depan sedangkan Febrian duduk di belakangku sambil mengarahkanku cara menyetirnya. Posisi Febrian yang sangat dekat denganku membuat pipiku sedikit merona, membuatku merasa sedikit canggung, kaku, degdegan dan juga menjadi kurang fokus dengan perkataanya. Rupanya wajahku yang memerah ini juga terlihat oleh kakak-kakak ku yang hanya bisa tersenyum dari kejauhan dan merasa puas dengan pemandangan yang Aku dan Febrian suguhkan.
Hari pun sudah mulai sore, jam dinding di samping arena juga sudah menunjukkan pukul 15.35. Kami bergegas kembali ke ruang ganti untuk mengganti pakaian kami dan membersihkan diri. Cukup melelahkan juga bermain Gokart seperti ini, setelah membersihkan diri Aku keluar menuju ruang tunggu arena yang memang disediakan untuk berteduh sambil menyaksikan para pembalap mengemudiakan Gokart mereka. Aku terlarut melihat pengunjung lain yang terlihat sangat lihai mengemudikan Gokart mereka, seakan-akan Aku benar-benar sedang menonton balapan, tanpa ku sadari sebuah benda dingin yang menempel di pipiku membuat aku terkejut. Rupanya Febrian yang datang dengan sebotol air mineral dingin untukku.
"Nih, di minum dulu, sambil nunggu yang lain." Kata Febrian sembari menyodorkan botol air yang sudah dibuka tutupnya agar aku lebih mudah untuk minum.
"Terima kasih." Kataku yang masih terasa canggung sambil menerima botol air tersebut.
Kami hanya duduk terdiam berdua sambil memandangi arena yang tepat berada di depan kami tanpa sepatah katapun kalimat yang keluar dari mulut kami untuk beberapa saat, sebelum akhirnya keheningan ini terpecahkan oleh teriakan Kak Edward. Kamipun bergegas menghampiri mereka, betapa terkejut dan menahan tawa melihat kak Edward yang hanya memakai celana boxer karena celananya yang robek akibat kejahilan kak Eric dan adiknya, untungnya mereka selalu meyediakan pakaian ekstra di setiap bagasi mobil mereka, setelah kak Edward memakai celananya, kami bergegas ke parkiran dan meninggalkan arena menuju Landscape Cafe.
Kami tiba di cafe tepat di saat akan sunset, di tempat VVIP yang hanya di sediakan untuk kami. Kami segera memesan makan dan beberapa minuman soda dan alkohol. Kami membincangkan banyak hal, dari pekerjaan, sekolah hingga bergosip ria tentang satu sama lain, saling melempar canda dan tawa, saling menjahili satu sama lain, hingga membuatku mulai sadar, harusnya aku bersyukur dan mulai menerima mereka yang notabenenya adalah keluarga dan saudara-saudaraku. Ketulusan yang mereka tunjukkan dalam waktu dekat ini membuatku merasa seperti tertampar oleh kenyataan. Aku termenung untuk sesaat melihat mereka, yang walaupun mereka terlihat seperti para Bos muda yang tegas dan dingin di Kantor, berubah menjadi anak ABG yang sedang bersenang-senang menikmati masa muda mereka tanpa ada sedikitpun raut wajah yang tertekan dan stress pada wajah mereka.
"Na, bentar lagi sunset, kita turun ke pantai yuk!" Ajak Febrian tiba-tiba.
"Udah sana gih, kamu bukannya suka jalan – jalan di tepi pantai seperti waktu kita liburan kemarin." Kak Dom mengijinkanku untuk turun ke tepi pantai.
Hari ini cuacanya cukup cerah membuat keadaan di pantai lebih berombak. Aku melepaskan sepatuku sebelum turun ke pantai. Aku segera berlari meuju bibir pantai berdiri diam menikmati suara deburan ombak dan aroma khas laut yang sangat indah sore ini, Febrian datang dengan camera polaroid miliknya dan seperti sebelumnya, dia memotretku tanpa aku sadari. Kami berjalan di sepanjang bibir pantai yang seperti tidak ada ujungnya, hingga kami berhenti di salah satu spot yang cukup terbuka dan tidak di tutupi oleh karang-karang dan bebatuan.
Febrian mengajakku untuk duduk di tepi pantai sambil menikmati sunset berdua, membuatku kembali sedikit canggung dan degdegan.
"Sunset hari ini beda." Kata Febrian tiba-tiba.
"Apanya yang beda? Menurutku masih sama saja seperti pertama kali Aku datang kesini." Jawabku.
"Ya berbeda, Sunset hari ini terasa lebih indah, Oh, bukan lebih indah, tetapi sangat indah."
"hmmm, memang terasa lebih indah sih, mungkin karena tempatnya lebih terbuka tanpa ada karang dan bebatuan yang menutupinya."
"Bukan!"
"Maksudnya?" perkataan Ferbrian membuatku sedikit bingung.
"Sunset hari ini lebih indah bukan karena tidak ada karang atau bebatuan yang menutupinya, tetapi karena kamu..." perkataan spontan dari Febrian membuatku agak sedikit terkejut.
"Apaan sih, emangnya Aku itu pawang sunset? Kalau tidak ada aku jadinya tidak ada sunset gitu?" balasku sedikit canggung dan tersenyum tanpa tahu apa maksud perkataan Febrian dan Aku hanya menganggap perkataan Febrian hanya perkataan spontan semata yang mungkin dilontarkannya untuk menghiburku.
Kami terdiam sejenak sebelum akhirnya, Febrian memasukkan tangannya ke saku celananya sambil merogoh sebuah kotak.
"Aku punya sesuatu untuk kamu."
"Untukku? Apa itu?"
"Ini, kamu buka saja sendiri." Kata Febrian sambil menyodorkan sebuah kotak perhiasan, Aku membukanya, tampak sebuah gelang simpel dengan mata gelang berbentuk matahari bulan dan bintang.
"Sebuah gelang? Tapi dalam rangka apa? "
"Gelang ini sebagai tanda terimakasihku karena bantuanmu waktu itu. Gimana, kamu suka sama gelangnya? "
"Suka, terima kasih"
"Sama-sama. Sini Aku bantu pasangkan."
Aleena memberikan gelang dan pergelangan tangan untuk Febrian memasangkan gelang tersebut.
Setelah memasangkan gelang pada tangannya Aleena,mereka segera kembali ke cafe dan bergabung dengan yang lainnya.