Namaku Nana, bukan nama sebenarnya sih, karena dari kecil aku hanya di panggil seperti itu sama ibuku, dan aku juga tak pernah merasakan bangku sekolah. Setiap hari ibu yang mengajarkan aku. Bisa di maklumin, karena kami tinggal di desa yang jauh dari kata layak. Aku hidup dengan ibuku dan setiap hari kami hanya hidup dari hasil berkebun. Hingga suatu hari ibu jatuh sakit dan meninggal.
Kini aku hidup sendiri di gubug peninggalan ibu bersama beberapa ekor ayam dan kucing peliharaan kami, dan untungnya masih ada tetangga-tetangga kami yang baik hati yang memberiku sepiring nasi setiap harinya, hingga suatu hari.....
Tok...Tok...Tok...
Aku membuka kan pintu mengira yang datang adalah Sheila, tapi bukan. Ada tamu lain yang belum pernah aku temuin sebelumnya, dan jika di lihat dari cara berpakaian mereka, sepertinya mereka berasal dari kota.
"Permisi, apa benar ini rumahnya Ibu Sunny?"
"Iya benar, tapi...."
"Tapi kenapa dek?"
"Tapi ibu sudah meninggal 3 bulan yang lalu. Saya Nana, anaknya. Maaf sebelumnya, kalian siapa? ada keperluan apa bapak-ibu semua kemari?Silahkan masuk."
"Perkenalkan saya Benny, pengacara dari keluarga Arthawijaya, dan ini adalah Ibu Monica Arthawijaya dan suaminya William Arthawijaya. Dan yang ini Pak Harry, dokter keluarga Arthawijaya. Saya mau tanya sama adek, adek disini tinggal sama Bu Sunny berapa bersaudara dan sudah berapa lama?"
"Saya hanya tinggal berdua sama ibu dan kita sudah lama tinggal di sini. Sebenarnya ada apa ini ya pak? apa ibu saya bermasalah dengan keluarga ini?"
"Bukan begitu dek. Begini, Ibu Monica ini punya seorang anak perempuan, dan 15 tahun yang lalu bayi itu hilang bersama Ibu Sunny, orang tuanya dek Nana. Jadi, boleh saya bertanya sedikit lebih dalam?"
Aku mulai bingung dengan situasi seperti ini, tapi aku mengizin mereka untuk bertanya.
"Baiklah terima kasih kalau begitu. Saya mau bertanya, selama adek tinggal di sini, apakah Bu Sunny pernah bercerita tentang adek?"
Aku menggelengkan kepala tanda tidak.
"Nama asli adek siapa? dan Kapan adek ulang tahun?"
"Dari kecil ibu selalu memanggil aku Nana, dan Aku ulang tahun tanggal 12 Oktober, tapi ibu tidak pernah memberitahukan padaku tahun berapa aku lahir."
"Baiklah, apakah adek mengenal beberapa benda di foto ini?"
Pak Benny menyodorkan beberapa foto. Ada sebuah foto cincin, lalu sebuah foto gelang, lalu sebuah foto kalung, dan kemudian sebuah foto bayi.
"Maaf pak, tapi Nana belum pernah melihat foto-foto itu, bahkan selembar foto ibu pun tidak ada di rumah ini."
"Begitu ya... baiklah. Mohon maaf sebelumnya jika saya lancang. Ini adalah foto terakhir yang ingin saya tunjukkan. Ini adalah foto tanda lahir anak perempuannya Ibu Monica. Dan yang satu lagi adalah foto Ibu Sunny ketika bekerja di rumah keluarga Arthawijaya."
Aku terkejut bukan main ketika Pak Benny menyodorkan kedua foto itu.
"Ini adalah tanda lahirku dan ini benar foto Ibu. Bagaimana kalian bisa dapat foto-foto ini?"
Kali ini giliran si Perempuan yang berbicara dengan mata yang mulai sembab dan seperti menahan tangis.
"Maaf dek, tapi tante boleh lihat tanda lahir kamu yang ada di pinggang kanan kamu dan tanda yang ada di bahu kanan kamu? pinggang kanan kamu ada tanda hitam berbentuk hati dan bahu kanan kamu ada 3 bintang merah"
"Foto ini memang menunjukkan tanda lahirku, tapi bagaimana tante tahu tentang bintang merah?"
"Tentu saja saya tahu, karena kamu anak saya, saya yang melahirkan kamu,dan tanda bintang itu adalah tanda dari keluarga kita."
"Bohong! kata ibu ini adalah tato yang sengaja ayah buat untuk mengenali aku, jika aku di culik atau hilang, karena ayah..... karena ayah...."
"Karena ayahmu adalah orang yang selalu di cari-cari dan banyak musuh ayahmu yang berusaha ingin membunuh ayahmu dan keturunannya kan?"
"Kok Om bisa tahu? Kalian itu sebenarnya siapa?" Aku mulai panik saat mereka mulai tahu semua tentang aku.
"Sayang.... ini mama nak, ini mama yang melahirkan kamu, mama sudah hampir gila mencari kamu selama belasan tahun ini. Kamu adalah anak perempuan kami yang hilang nak... kamu adalah..."
"Lepaskan..... lepaskan aku.... Saya tidak tahu apa yang sedang Tante dan Om bicarakan disini, yang jelas, yang Nana tahu adalah, ayah Nana sudah meninggal waktu Nana masih kecil, dan nama ibunya Nana adalah Sunny Melati, dan ibunya Nana sudah meninggal 3 bulan yang lalu, jadi sebaiknya kalian semua pergi dari sini... pergi.... pergiiiii!!!" aku mendorong dan mengusir mereka semua pergi dan mengunci pintu rumahku, dan tante-tante yang tadi menangis masih saja mengetuk pintu ku.
"Pergi kalian.... pergi!!!! jangan ganggu aku!!! pergi!!!"
Aku terduduk dan menangis di belakang pintu. pikiranku bercampur aduk, otak terasa seperti ingin meledak. Bagaimana mereka bisa tahu begitu banyak tentang aku? Aku pun mulai mengingat perilaku-perilaku ibu yang seperti menyembunyikan sesuatu dulu ketika ia masih hidup. Bagaimana mungkin aku itu anak orang-orang kota, sedang kan aku setiap hari hidup seperti upik abu yang harus mengerjakan semuanya sendiri dari nol? Tapi, Bagaimana kalau memang yang mereka katakan itu benar? Jika memang yang mereka katakan itu benar, lalu kemana mereka selama ini? kenapa baru sekarang mereka muncul dan menganggu ketenangan ku?