Chereads / Play Mate - The Mission Series / Chapter 3 - 03 - Dilema

Chapter 3 - 03 - Dilema

ada yang nungguin ya?

Penasaran sama cowoknya gimana?

Nanti dong, sabar selow selow dulu, kenalin karakternya Sally aja dulu biar nanti gak kaget pas ketemu cowoknya

๐Ÿ˜†๐Ÿ˜†๐Ÿ˜†๐Ÿ’ƒ๐Ÿป๐Ÿ’ƒ๐Ÿป๐Ÿ’ƒ๐Ÿป๐Ÿ’ƒ๐Ÿป

Happy reading!

Bhay!

๐ŸŒน๐ŸŒน๐ŸŒน๐ŸŒน๐ŸŒน

Sally memukul setir mobilnya kuat. Ucapan Selena tadi terngiang-ngiang di telinganya. Gadis cantik ini memilih untuk kabur dari mata kuliah pertamanya, ia sudah kehilangan mood untuk belajar, apalagi satu kelas dengan Selena.

Harga dirinya jatuh begitu saja. Lebih mengejutkan lagi, ternyata Zena membeli pulau di Spanyol. Oh, sial! Di sana pulaunya indah dan juga mahal. Lalu ucapannya mengenai Pulau Chora di Yunani, pulau yang harganya hampir $40 juta bahkan lebih yang ia katakan pada teman-temannya akan menjadi pulau pribadinya, bagaimana caranya ia memilikinya? Ah- sialan! Itu semua karena Zena, wanita ular itu memancingnya dan kini ia terpancing.

"Shit! $40 juta, apa Daddy akan membelikan pulau itu untukku? Bagaimana mungkin Zena bisa membeli Pulau di dekat Ibiza yang harganya wow itu? Dari mana ia mendapatkan uangnya? Astaga- kepalaku sakit karena memikirkan semua ini!" gerutu Sally pada dirinya sendiri.

Sally mengambil ponselnya dan mencoba menghubungi sahabatnya, Feli. Namun, ponsel Feli tidak bisa dihubungi. Sally melempar ponselnya ke atas jok mobil lalu menginjak gas mobilnya, memacunya dengan perasaan kesal yang luar biasa.

Satu-satu tujuan Sally adalah kantor Daddynya. Mobilnya di parkir tepat di depan pintu lobi dan penjaga di sana dengan sigap mengambil kunci mobil lalu memindahkannya ke parkiran khusus.

Sally berjalan dengan angkuhnya, mengabaikan beberapa pegawai yang menyapanya dengan ramah. Ia masuk ke dalam lift khusus petinggi perusahaan tanpa penjagaan ketat.

Alexis, sekretaris pribadi Daddy nya melemparkan senyuman manis pada Sally namun, dibalas dengan ekspresi datar dan dingin dari wanita itu. Tanpa mengetuk dan memperdulikan keadaan dalam ruang kerja Daddy nya, Sally masuk tanpa izin.

Peter yang sedang fokus menunduk membaca berkas, lantas mengangkat kepalanya, mengerenyitkan dahi melihat anak semata wayangnya sudah duduk di hadapannya dengan ekspresi kesal yang begitu ketara.

"Apa yang terjadi? Kenapa kau membolos kelas pagi ini?" tanya Peter tanpa basa-basi.

Sally mendesah dan mencebikkan bibirnya menatap Daddy nya.

"Aku ingin mengganti pulau yang aku inginkan," ucap Sally.

Peter mengangkat kedua alisnya.

"Aku ingin Northern Aegean Island, bukan Pulau di Kepulauan Maladewa," kata Sally tegas tanpa ragu.

Peter menutup berkas di tangannya dan menatap lekat wajah putrinya.

"Lewati dulu misi yang Daddy berikan. Jika kau berhasil melewatinya, pulau mana pun dan berapa pun harganya, akan Daddy belikan untukmu," ucap Peter tenang.

Mata Sally berbinar mendengar ucapan Peter.

"Really? Hanya menjadi maid, bukan? Oke, aku setuju. Aku pasti memenangkan misi ini," ucap Sally penuh percaya diri.

Peter tersenyum miring.

"Mari kita buktikan ucapanmu,"

"Keluarga James tidak akan mengingkari ucapannya, kau tahu itu, bukan?" kata Peter pada Sally.

Wanita itu mengangguk bersemangat.

Peter kembali memegang kertas-kertas dihadapannya. "Daddy akan mengurus segala persyaratan dan perlengkapanmu. Kau harus siap di tempatkan di mana saja oleh penyalurmu, termasuk di luar dari negara ini,"

Sally melotot sambil menggigiti bibirnya kuat. Mau tak mau, ia mengangguk lemah, menyetujui ucapan Daddy nya.

"Kembalilah ke kampus. Persiapkan dirimu dari sekarang, jika kau ingin menang dari Daddy," kata Peter mengusir halus anaknya.

Sally mendesah pasrah.

"Baiklah. Terima kasih, Daddy," ucap Sally meninggalkan ruang kerja Peter dengan langkah lesu.

Tindakannya terbilang cukup berani. Termasuk risiko yang akan ia hadapi nanti ketika menjadi maid. Namun, begitulah Sally, ia tidak akan menyerah sampai keinginannya tercapai.

๐ŸŒน๐ŸŒน๐ŸŒน๐ŸŒน๐ŸŒน

Sally duduk di sebuah kafe yang tidak jauh dari kampusnya. Ia menjadi sorotan para pengunjung karena membawa mobil sport mewah yang harganya sangat luar biasa mahal. Semua yang dipakai Sally pun dari ujung rambut sampai ujung kaki bernilai jutaan dollar.

"Kau sendirian di sini?" sapa seorang pria berjas hitam dan berkacamata hitam mengambil tempat duduk di hadapan Sally.

Wanita itu memutar bola matanya malas. Kehadiran pria itu sangat tidak diminati oleh Sally. Johanes Joseph, anak dari rekan bisnis ayah Sally yang tergila-gila padanya. Joseph adalah satu dari sekian banyak pria yang menggilai Sally namun, tidak pernah mendapat tanggapan manis.

"Apa mau mu?" tanya Sally ketus.

Joseph tersenyum kecut mendengar tanggapan dingin Sally yang tidak pernah berubah padanya.

"Nanti malam akan ada pesta di rumahku. Aku harap kau bisa datang," kata Joseph tanpa basa basi.

Sally menyedot milkshake strawberry miliknya hingga tandas.

"Aku banyak urusan. Aku tidak tertarik dengan pestamu," ucap Sally sambil bersiap beranjak pergi dari tempat duduknya.

Joseph berdiri hendak menahan lengan Sally namun, ditepis begitu saja oleh wanita itu.

"Jangan menyentuhku sembarangan!" desis Sally dan Joseph mengangkat kedua tangannya.

"Oke. Aku tidak menyentuhmu. Aku hanya ingin kau datang ke pestaku. Aku mohon, aku sudah menyiapkan wine paling mahal untukmu," ucap Joseph.

Sally menatap Joseph tajam dari atas sampai ke bawah.

"Aku tidak janji, tapi akan aku pikirkan. Ah- mengenai wine, aku sama sekali tidak tertarik. For your information, aku menyukai milkshake strawberry not wine," ucap Sally sebelum berbalik meninggalkan Joseph yang menggeram kesal.

"Kau jual mahal sekali! Dasar wanita sialan!" kesal Joseph.

๐ŸŒน๐ŸŒน๐ŸŒน๐ŸŒน๐ŸŒน

Mengamati kerja maid di rumahnya menjadi rutinitas Sally satu hari penuh ketika ia tidak memiliki jadwal kuliah. Wanita itu tidak melepaskan pengamatannya sama sekali. Pada akhirnya Sally memukul meja dihadapannya membuat semua maid yang sedang bekerja tiba-tiba berhenti dan menunduk.

"Kau! Kemari cepat!" panggil Sally pada salah satu maid di rumahnya.

"Ya, Miss," ucap Maid itu dengan menunduk sopan serta takut.

"Sebutkan saja apa pekerjaanmu di rumah ini? Aku ingin kau menyebutkannya dengan detail," perintah Sally.

Maid itu cukup terkejut mendengar pertanyaan Sally yang terbilang aneh.

"Hm- pagi hari saya menyiapkan sarapan, membersihkan meja makan, beranjak siang saya akan membersihkan beberapa ruangan di rumah ini, sore hari saya bertugas membersihkan kolam renang dan malam saya membersihkan meja makan sehabis dipakai. Kami semua di sini, memiliki rutinitas pekerjaan yang beda," ucap Maid itu pada Sally.

Sally menjambak rambutnya frustasi mendengarnya. Gadis itu merasa jika dirinya bisa gila hanya karena mendengarkan rentetan jadwal pekerjaan maid di rumahnya saja.

"STOP! Tidak perlu diteruskan. Kau bisa pergi sekarang juga," usir Sally dan maid nya itu permisi undur diri dari hadapan Sally dengan sopan.

Namun, jika dipikir lagi, misi yang ayah nya berikan sangatlah sebanding dengan apa yang akan ia dapatkan. Tapi bukankah ia harus memikirkan juga bagaimana majikannya nanti. Jika majikannya seperti kedua orangtua nya maka, dipastikan dirinya akan bekerja dengan tenang dan bahagia. Bagaimana tidak, kedua orangtua nya tidak pernah memberi komplain atas pekerjaan yang dilakukan oleh para maid di rumahnya.

"Awas saja, jika aku mendapatkan majikan yang mengesalkan. Aku tidak akan segan untuk mencampuri minuman atau makanannya dengan racun. Ah- tolol! Bagaimana mungkin aku bisa lupa memikirkan hal ini,"

"Astaga! Otakku rasanya mau meledak. Hanya karena sebuah pulau, kehidupanku jadi kacau balau padahal aku belum memulai apa pun," Sally bermonolog pada dirinya sendiri.

"Sally, kau tidak boleh menyerah. Kau pasti memenangkan misi ini. Reputasimu akan kembali menanjak ketika kau sudah memiliki pulau itu. Kau pasti bisa, Sally!" Gadis itu menyemangati dirinya sendiri.

Ia kembali mengamati kerja maid di rumahnya secara bergantian. Gadis manja, angkuh dan tidak suka diperintah ini tengah belajar untuk menjadi manusia baru layaknya baru dilahirkan. Demi sebuah ambisi yang mungkin bagi sebagian orang adalah hal yang tidak penting.

"Ya Tuhan, aku minta jangan sampai orang-orang terlebih teman kampusku tahu jika aku akan menjadi seorang maid. Bisa hancur lebur imej yang telah ku bangun bertahun-tahun. Aku harus sangat berhati-hati," tekat Sally.

๐ŸŒน๐ŸŒน๐ŸŒน๐ŸŒน๐ŸŒน