Cerita baru yang ala-ala dan mainstream pokoknya!
Sebenarnya ini project kollaborasi bareng salah satu author, cuma karena Shin dah gatel update, jadi Shin update duluan deh wkwkwk!
Cerita ini bakal di update seminggu sekali setiap hari SABTU! Jadi, gak usah minta Double Update, Tripel Update blablabla ya...
Silakan tinggalin jejak kalian di cerita ini ๐๐
Muaaaaachh
๐น๐น๐น๐น๐น
Feli berlari tergesa-gesa menemui sahabat karibnya, Sally. Gadis berambut cokelat terang itu ingin memberitahu Sally sesuatu hal yang sangat penting menyangkut hidup dan mati mereka berdua. Kedua bola mata cokelat terang Feli menangkap sosok Sally yang sedang duduk sendirian dengan airpod di telinga dan ponsel ditangannya.
Feli menepuk pundak Sally membuat gadis berhidung mancung itu terperanjat dan melotot garang pada Feli.
"Astaga! Feli, kau ini kebiasaan sekali, datang mengejutkanku. Bagaimana nanti jika aku mati jantungan? Kau akan kehilangan sahabat sepertiku," omel Sally.
Feli meringis.
"Maaf, aku tidak sengaja. Aku hanya ingin segera memberitahumu beberapa hal penting," ucap Feli.
Sally menyatukan kedua alisnya dan mengangkat dagunya tinggi sambil menatap lekat sahabatnya itu.
"Hal penting apa yang kau maksud, Fel?" tanya Sally penasaran.
Feli menarik napas dalam-dalam lalu membenahi rambutnya.
"Kau tahu. Ini berita hot! Zena, si wanita ular membeli sebuah pulau," kata Feli memberitahu Sally.
Sally melotot dan mulutnya menganga lalu menggeram kesal.
"SHIT!" umpat Sally.
"Apa-apaan ini? Dia membeli pulau? PULAU? Dia menguping pembicaraan kita? Oh, sialan. Bagaimana mungkin aku kalah cepat dengan wanita ular itu," gerutu Sally sambil berjalan bolak-balik di hadapan Feli.
Feli mengangguk sambil memutar bola matanya malas.
"Sepertinya begitu. Dasar ular! Selalu saja mengikuti apa yang kita inginkan," kesal Feli.
"Dengar, Feli, ini tidak bisa dibiarkan. Aku tidak ingin berada satu level di bawahnya. Bukankah, kau tahu jika aku yang lebih dulu menginginkan untuk membeli sebuah pulau pribadi. Aku yakin, dia sudah menguping pembicaraan kita minggu lalu. Aku harus segera meminta pada Daddy ku untuk dibelikan pulau di salah satu Kepulauan Maladewa," jelas Sally dengan emosi memburu.
"WHAT! Kau mau pulau di Maladewa? Itu pasti sangat mahal sekali, Sally. Kau yakin Daddy mu akan mengabulkan permintaanmu satu ini?" tanya Feli sanksi.
Sally mengedikkan bahunya tak acuh.
"Aku tidak tahu. Aku belum membicarakan semua ini pada Daddy ku, tapi aku yakin, ia akan mengabulkan permintaanku, tanpa kecuali," ucap Sally setengah tak yakin.
Feli menepuk pundak sahabatnya itu sebagai dukungan semangat.
"Aku doakan, Daddy Peter mengabulkan lagi permintaanmu ini setelah kau menghabiskan uang jutaan dollar kemarin demi mobil Bugatti Veyron by Mansory Vivere dua bulan lalu, serta party kita tiga hari yang lalu," lirih Feli dan Sally mengangguk lemah dan mendesah pasrah.
Namun hanya beberapa detik berselang, Sally mendadak membalikkan tubuh Feli menghadapnya.
"Tidak hanya aku yang ditikung, Feli. Kau juga," kata Sally histeris.
Feli menggaruk dagunya dan menatap bingung Sally karena ucapan sahabatnya itu.
"Apa maksudmu?" tanya Feli polos.
"Selena baru saja membeli private jet limited edition yang kau incar beberapa waktu lalu. Aku mendengarnya saat wanita sialan itu memamerkannya di kelas tadi," ucap Sally.
Kini gantian Feli yang memekik geram.
"WHAT! SELENA MEMBELI PRIVATE JET?" pekik Feli histeris.
Sally mengangguk.
"Astaga! Brengsek, berani-beraninya dia mendahuluiku. Aku tidak rela. Aku harus memilikinya juga," geram Feli.
Sally mengangguk antusias.
"Well, kita memang tidak boleh berdiam diri. Kita harus segera bertindak, Fel. Aku tidak ingin kalah saing dari mereka," ucap Sally.
"Benar. Tidak ada yang boleh berada satu level di atas kita di kampus ini. Apalagi dua wanita sialan itu, si Ular Zena dan si bitch Selena, wanita fotocopy kehidupan kita. Aku tidak rela mereka memiliki apa yang tidak aku miliki," geram Feli.
"Aku setuju. Queen di kampus ini hanya dua, Sally Beatrice dan Felicity Jolicia, yang lain hanya dayang-dayang yang tidak penting," ucap Sally sombong.
๐น๐น๐น๐น๐น
Sally Beatrice James, anak semata wayang dari pasangan salah satu Triliuner Inggris bernama Peter James dan Liza Mombebe. Dilahirkan dikeluarga berlimpah harta membuat Sally tumbuh menjadi gadis sosialita, manja dan cukup angkuh terhadap orang lain.
Bagi Sally, belanja dan pesta adalah bagian dari kehidupannya yang tidak bisa dipisahkan. Tidak ada dalam kamus hidupnya tentang pria tampan yang menjadi kekasihnya. Di mata Sally hanya Daddy nya yang paling tampan karena bisa memenuhi apa pun yang ia inginkan.
Di usia yang menginjak 21 tahun, Sally Beatrice sama sekali belum pernah merasakan berhubungan dengan lawan jenis. Pacaran, berciuman apalagi melakukan hubungan sex meskipun ia begitu mencintai pesta dan dunia malam. Ia juga bukan seorang lesbian. Menurutnya pria bukanlah bagian dari hal penting.
Pria mana pun akan tertarik pada Sally, apalagi melihat penampilan fisiknya yang nyaris sempurna.
๐น๐น๐น๐น๐น
Waktu makan malam telah tiba, Peter dan Liza sudah duduk manis di meja makan. Baru saja ingin menyuapkan sendok ke dalam mulut mereka, suara teriakan Sally mengejutkan keduanya.
"Daddy... Mommy... Aku pulang!" teriak Sally sambil berlari-lari kecil menuju kedua orangtuanya.
Ada tiga paperbag yang berada dalam genggaman tangan Sally, belanjaan itu dari beberapa brand terkenal mahal harganya Victoria Secret, Gucci dan Channel. Entah apalagi yang dibelanjakan Sally setiap hari.
"Mommy..." Sally memeluk manja pada Liza sambil melemparkan ketiga paperbag itu ke lantai secara sengaja.
Dengan cepat beberapa maid memunguti dan memeganginya sambil berjajar berdiri tidak jauh dari meja makan.
"Kau belanja lagi?" tanya Liza pada Sally.
Gadis itu memasang cengiran lebar menghadap Liza.
"Ya. Aku hanya membeli beberapa underwear, t-shirt. Tidak mahal, hanya menghabiskan beberapa ratus ribu dollar," jawab Sally santai.
Liza menggelengkan kepalanya sambil mengelus lembut puncak kepala Sally.
Ekspresi Sally berubah seperkian detik menjadi wajah muram saat ia berjalan menuju kursi Daddy nya, Peter. Sally mengalungkan kedua lengannya pada leher Peter dan menyandarkan dagunya di pundak Daddy nya.
"Sepertinya aku mencium aroma godaan lagi kali ini," sindir Peter dan Liza tersenyum mendengarnya.
"Daddy... you know me so well," ucap Sally mengecup pipi kanan Peter.
"Apa lagi kali ini?" tanya Peter to the point.
"Daddy, aku menginginkan pulau pribadi beserta fasilitasnya di salah satu Kepulauan Maladewa," ucap Sally tanpa ragu.
"APAAA!" pekik Peter dan Liza bersamaan.
"Sally, kau mau pulau di sekitaran Maldive? Kau becanda, Nak?" tanya Liza.
Sally mengangguk dengan kedua mata penuh harap.
"Aku serius, Mom," Sally menjawab tanpa ragu.
"Oh, astaga! Kau tahu, harga pulau di sana bisa puluhan juta dollar. Kau baru saja membeli salah satu mobil termahal di dunia beberapa minggu lalu," omel Liza frustasi.
"Mom... Aku sangat menginginkannya," rengek Sally.
"Tidak!" jawab Liza tegas.
Sally merengek pada Peter yang tidak mungkin tidak mengabulkan permintaannya.
"Dad... Kau pasti mengabulkannya kan?" tanya Sally pada Peter.
Peter berdeham.
"Kapan kau mulai libur kuliah?" tanya Peter serius.
Senyuman lebar terbit di wajah cantik Sally dan Liza melotot tajam pada Peter.
"Dua minggu lagi. Aku akan memulai Summer Holiday. Apa kita akan pergi untuk mensurvei pulau?" ucap Sally antusias.
"Dua minggu lagi. Hmm... persiapkan saja dirimu," kata Peter.
Sally melompat girang sambil menari-nari begitu bahagia. Liza menggeram kesal pada suaminya.
"Apa yang kau lakukan? Harga pulau di sana begitu mahal, Babe!" kesal Liza pada Peter.
"Daddy, jangan dengarkan Mommy!" seru Sally.
Liza melemparkan tatapan tajamnya pada Sally. Liza tidak suka jika Peter selalu menuruti apa pun permintaan anaknya itu, apalagi harganya yang tidak masuk akal harganya.
Peter memberi isyarat pada Liza untuk tetap tenang dengan sorot mata teduhnya dan kode tangannya.
"Sally, kemari. Duduk di sini," Peter memanggil Sally dan menyuruhnya duduk di kursi yang berada di sebelah kanannya yang berhadapan langsung dengan Liza.
"Kau ingin pulau di Kepulauan Maladewa?" tanya Peter dan Sally mengangguk semangat.
"Baiklah. Daddy akan mengabulkan permintaanmu," ucap Peter dan Sally semakin tersenyum ceria.
"Namun, dengan catatan kau bisa melewati misi yang Daddy berikan," kata Peter tenang.
Sally mengerenyitkan dahinya.
"Misi?" tanya Sally penasaran.
"Ya. Kau harus menjalankan dan melewati misi yang Daddy berikan. Jika kau berhasil, apa pun permintaanmu, Daddy janji akan mengabulkannya. Apa pun!" ucap Peter serius.
"Katakan misi apa yang harus aku lakukan? Aku yakin bisa melewatinya dan memenangkannya," kata Sally pongah.
"Selama satu bulan kau harus menjadi seorang maid di rumah orang yang tidak kau kenal, tanpa semua fasilitas yang Daddy berikan padamu. Bagaimana? Kau sanggup menjalankan misi ini?" jelas Peter tenang dan sambil tersenyum miring menatap anak gadisnya yang terperangah mendengar ucapannya.
"APA! MENJADI MAID? PEMBANTU? TANPA FASILITAS? INI GILA!!!" pekik Sally frustasi.
"Kau mau membunuhku, Daddy? Bagaimana mungkin kau menyuruh anak semata wayangmu untuk menjadi seorang maid? Shit! Tidak masuk akal semua ini," Sally menumpahkan emosinya.
"Whatever. Kau tinggal pilih. Lupakan mimpimu untuk punya pulau atau lakukan misi itu dan kau akan mendapatkan semuanya," kata Peter santai.
Liza bungkam. Ia sama sekali tidak habis pikir dengan apa yang dilakukan suaminya itu.
Sally duduk sambil mengurut pelipisnya yang mendadak pening. Bagai buah simalakama. Jika tidak diterima, ia akan dipecundangi oleh wanita ular di kampusnya, tapi jika diterima, ia harus jadi seorang maid. Mengerikan sekali profesi yang sangat ia benci.
Tapi harga dirinya di kampus dipertarukan. Ia tidak ingin kalah saing dengan Zena.
"Baik. Aku terima tantangan Daddy. Aku pasti memenangkan misi ini," ucap Sally tegas dan meninggalkan kedua orangtuanya untuk masuk ke dalam kamar tanpa makan malam.
Peter tersenyum miring sedangkan Liza hanya menggeleng tidak habis pikir.
๐น๐น๐น๐น๐น