Asik banget orangnya.
Rese parah.
Eh tukang ngupil!
Sundanese
•||•
Ares mendribble bola basket yang ada di tangannya dan melemparnya masuk ke dalam ring basket. Tangannya terkepal dan meninju udara dengan perasaan bahagia. Hari ini ia kembali latihan basket bersama timnya untuk lomba akhir tahun yang diadakan di sekolah sebelah.
Ares melempar bola basket di tangannya dan berlari menuju pinggir lapangan, alisnya bergerak naik turun begitu mendapati sosok sahabatnya, teman kecilnya, Tyara Ganisva, sudah duduk di bawah pohon beringin dengan sebotol air minum tanpa perisa.
"Makasih, Nyuk!"
"Hm." Tyara mendongak, menatap Ares yang kini sudah menutup botol air minum dengan tangannya. "Lo kebiasaan banget sih, kalau minum nggak pernah duduk." rutuk Tyara pelan.
Ares menyengir lebar karenanya. Tangan kanannya berkacak pinggang, sementara yang sebelah kiri ia gunakan untuk masuk ke dalam hidungnya—mengupil. "Ribet ceunah kalau duduk dulu. Males gue."
Ares memberikan telunjuknya yang sudah terdapat upil ke arah Tyara, membuat Tyara memekik jijik.
"Goblok! Jijik!"
Ares tertawa. "Ah masa? Bukannya lo suka ngemutin upil gue, Ty?" Ares semakin jadi menggoda Tyara. Membuat gadis itu menghentakkan kakinya kesal.
"Bego lo idiot! Jijik! Awas nggak?!"
Ares semakin gencar mendekatkan telunjuknya ke arah Tyara, membuat Tyara melotot tajam dan mengarahkan tangannya ke Ares. "Sekali lo maju, titit lo gue tendang!" Ancam Tyara.
"Gue nggak takut," Ares memeletkan lidahnya dengan santai. Menganggap ancaman Tyara sebagai angin lalu.
Sementara Tyara yang tidak pernah bermain-main dengan ucapannya bergerak dengan secepat kilat untuk menendang bagian reproduksi Ares dan berlari menjauh dari lapangan. Meninggalkan Ares dan teriakan kesakitannya.
"Bangsat lo, Tya!"
•||•
Ares masuk ke dalam kelas dengan wajah tertekuk. Dirinya melirik sinis ke arah Tyara yang sedang mendengarkan musik melalui airpods pro milik cowok itu. Membuat Ares mendengus.
"Punya gue, bego." Ares mencabut satu airpods dari telinga Tya, dan memakainya di telinganya sendiri. Membuat Tya mendengus.
"Pelit banget idih."
"Bodoamat. Siapa suruh tendang-tendang adik gue?"
"Lo rese sih," jawab Tya santai.
Ares memutar bola mata malas. "Gue nggak rese, sialan. Gue kan cuma berjanda."
"Canda, Pak, canda. Bukan janda."
"Oh udah berubah ya, Ty?" Ares bertanya bego.
Tyara mengangguk. "Iya, bokap gue yang baru aja ngeganti."
"Widih! Keren juga si Ghani!"
Plak!
"Iya lah, bokap gue! Emang bokap lo!" Ejek Tyara.
Ares membuang wajah, lalu terkekeh. "Nggak usah sombong deh, Ty. Bokap lo baru aja ngerubah janda jadi canda. Lah bokap gue mah nyekolahin Samsung sampe s20!"
"Masih belum ada apa-apanya sama bokap gue, Res."
"Bokap lo ngapain emang?"
"Lo tau laut merah nggak?" Tanya Tyara.
"Tau lah. Yang pernah di belah nabi Musa kan?" Jawab Ares santai.
"Nah, lo tau nggak siapa yang warnain lautnya?"
"Bokap lo?"
"Bukan," jawab Tya.
"Lah terus?"
"Tuhan lah yang warnain!"
Dan Ares hanya memasang wajah datar setelahnya.
•||•
Ares masuk ke dalam rumahnya setelah memarkirkan beat kesayangannya di garasi rumah. Ia bersiul pelan sambil tetap berjalan di sekitaran ruang tamu hingga ruang keluarga di lantai satu. Matanya menjelajah ke seluruh ruangan. Lalu tatapannya berhenti pada sosok perempuan berumur 37 tahun dengan blouse panjang berwarna baby pink dan celana bahan hitam. Maminya.
"Mami!"
Yang dipanggil menoleh, lantas tersenyum manis. "Baru pulang, Res?"
"Iya. Ares tadi nganterin Tya dulu ke restauran Mamanya." Ares mencium punggung tangan sang Mami, lalu mencium pipinya. "Papi belum pulang?" Tanya Ares ketika tidak mendapati Papinya di manapun.
Maminya—Radinka—menggeleng pelan. "Mami pulang sendirian tadi. Naik ojol. Papi kamu masih banyak kerjaan soalnya."
Ares hanya mengangguk-angguk saja mendengarnya. Cowok itu berjalan ke arah meja makan. Dimana ada berbagai macam lauk pauk yang sudah tersedia di sana.
"Cuci tangan dulu, Res." Peringat Mami padanya.
Ares menyengir kecil, lalu bergerak ke arah shink dan mencuci tangannya. Setelah mencuci tangan, dirinya kembali ke meja makan dan mengambil nasi serta lauk berupa gurame asam manis dan tahu kuning goreng.
"Gimana sekolahnya?" tanya Radinka setelah menuang air putih ke dalam gelas di samping kanan Ares.
"Baik-baik aja sih. Ya masih kayak biasanya." Jawab Ares. Ia menggigit kepala gurame dan menyesapnya. "Cuma akhir-akhir ini Ares lagi sibuk, Mi. Mau ada pertandingan basket lagi."
"Kamu yang wakilin?" Tanya Radinka.
Ares mengangguk. "Abis pada nggak mau. Padahal mereka lebih jago dari pada Ares."
Tertawa kecil, Radinka mengusap rambut anaknya. Ares memang seperti ini. Tidak pernah mau mengaku ataupun merasa bahwa dirinya memang lebih hebat dari yang lain meski itu kenyataannya. Ia hanya mengaku, dirinya bisa. Tapi tidak sehebat teman-teman, katanya.
Sesombong apapun sang Ayah di masalalu, nyatanya sifat itu tidak turun ke Ares sama sekali. Membuat Radinka diam-diam bersyukur kepada Allah.
"Ares juga jago," kata Radinka.
Ares mendengus. "Apasih. Ares mah nggak jago. Orang itu cuma main-main aja."
"Main-main aja bisa menang juara satu tingkat nasional ya kamu!"
Ares tertawa menanggapi ucapan Maminya.
"Mi," panggil Ares.
"Hm?"
"Kalau Ares suka Tya, menurut Mami gimana?"
"Kamu suka Tya?"
Ares mengangkat bahu, "Kayanya."
Radinka mendengus geli.
"Ya Mami sih nggak papa. Tya baik kok. Tapi yang jadi masalah, emang Tya mau sama kamu?" Ada kekehan diujung kalimatnya.
Ares yang kini mendengus sinis. "Dia mah so cantik. Kemarin Ares udah tembak, eh di tolak."
"Kamu sih ngupil mulu. Makanya jangan gitu. Biar Tya nggak ilfeel sama kamu."
"Mana bisa Tya ilfeel sama aku!"
"Lho bisa aja lah, Res. Tya kan manusia."
"Ya tapikan Tya numpang sama Ares tiap hari. Kalau dia ilfeel mah, dia Ares turunin di kali cinta!"
••••